"Karena aku ingin mereka tau, kalau kamu sudah kutandai sebagai milikku."
Angin yang berhembus kencang mengacak kembali rambut Atan yang sudah ia tata sedemikian rupa. Cowok itu sedikit mendengus, tetap membawa tubuhnya menuju ruang guru. Ia sudah berjanji akan membantu memeriksa hasil ulangan kelas IPA lain.
Dia sedikit bergidik ketika angin itu masuk melalui celah bajunya. Mengenai kulitnya yang segera saja merinding kedinginan. Atan mengusap telapak tangannya lalu meniupnya.
Diliriknya langit yang mendung hari ini. Cuaca itu membuat ia terpaksa harus diantar oleh Tiara, karena wanita itu tidak mau anaknya kehujanan.
Tentu saja dengan alasan tersembunyi di baliknya, yakni agar Atan bisa tetap sekolah dan nilainya meningkat.
Cowok itu mengembuskan napas sekali lalu masuk ke dalam ruang guru yang pintunya terbuka.
"Permisi, Bu," salamnya pada seorang guru wanita, biasa dipanggil Bu Nur oleh murid SMA Delapan.
"Atan, silahkan duduk." Atan mengikuti ucapan gurunya. "Maaf, ya, saya jadi merepotkan kamu," ucap Bu Nur tak enak hati.
Atan menggeleng pelan lalu berkata, "Nggak apa, Bu. Saya juga nggak ada kerjaan yang harus dikerjain, kok."
Bu Nur mengangguk lalu mulai memberi sebagian kertas pada Atan. Cowok itu melirik sekilas kertas di samping lengannya dan membaca kelas yang tertera di sana. XII IPS 1.
Dia mengernyit, membaca kelas itu membuat ia seperti teringat seseorang. Tapi, ia tidak tau siapa.
Tiga menit menjelang bel masuk barulah Atan keluar dari ruangan itu.
"Kak." Tiba-tiba saja ada yang menghampirinya saat ia baru keluar dari sana.
"Ya, ada apa?" Atan mencoba melirik name tag gadis itu, namun terhalang rambutnya.
Gadis itu memilin tangannya gelisah sambil menggigit bibir bawahnya. Matanya melirik ke sana kemari.
Atan mengajak gadis itu duduk di kursi depan ruang guru. "Ada apa? Bilang aja," ujarnya seraya melirik jam tangannya.
"Emm ...," gadis itu melirik sekilas seragam Atan, "nama kakak Atan Ridmelo dari kelas XII IPA satu kan?"
Atan mengerutkan dahinya lalu mengangguk.
"Bener, kan, Kak?"
"Iya, bener. Lo nggak liat gue ngangguk?"
"E-eh, maaf, Kak. Gue nggak liat." Gadis itu gelagapan sendiri, duduknya semakin gelisah.
Atan menghembuskan napas lelah. Ia meraup wajahnya kasar. "Kalo belum bisa bilang sekarang lo bisa temuin gue ke kelas nanti waktu pulang. Sekarang udah mau masuk," tuturnya mencoba sabar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Secret Admirer
JugendliteraturJudul sebelumnya Adora & Atan [TERBIT SEKALI DALAM SEMINGGU] Ini bukan kisah manis seperti milik Dylan dan Milea. Bukan cerita terbaik layaknya Nathan dan Salma. Tapi, ini kisahku. Adora Dominica dan Atan Ridmelo N. Jujur saja, bahkan sampai sekaran...