27. PENJARA

6.3K 311 4
                                    

Aisyah masih tidak mengerti apa yang barusan ia dengar. Kantor polisi, pelanggaran hukum, Sayyidah, semua kata-kata itu masih tidak bisa ia cerna dalam pikirannya. Semua yang dikatakan polisi itu terdengar sangat mustahil bagi Aisyah.

"Tidak mungkin Sayyidah melanggar hukum! Tidak mungkin!"

Arrrgghhh! Arrrrgghh! Suara teriakan Elin terdengar lagi. Dan seperti biasa Aisyah segera bergegas menuju kamar Elin untuk menenangkan Elin yang tengah kambuh lagi dari kecanduannya terhadap narkoba. Dan hal ini membuat Aisyah melupakan tentang apa yang barusan ia pikirkan, yakni tentang Sayyidah yang melanggar hukum. Mungkin Pak polisi itu salah sambung, pikir Aisyah. Tidak mungkin Sayyidah melanggar hukum. Aisyah tak percaya.

-----00-----

Di dalam kamar sendirian, Aisyah merenungkan kejadian yang akhir-akhir ini terasa janggal baginya. Ia mencoba mengaitkan semua kejadian-kejadian itu mejadi satu hingga menjadi satu kesatuan yang saling melengkapi dan jelas.

"Apakah semua ini ada kaitannya dengan ijazahku yang hilang? Apa mungkin ijazahku berada di tangan Sayyidah? Lalu ijazah itu disalah gunakan oleh teman Sayyidah yang tidak bertanggung jawab hingga menimbulkan kesalahfahaman?!"

Saat Aisyah tengah merenung, tiba-tiba ada suara keramaian dari ruang tamu. Sontak hal itu pun membuat pikiran Aisyah menjadi buyar dan ingin mencari tahu gerangan apakah yang terjadi di ruang tamu.

Betapa terkejutnya Aisyah ketika ia melihat Bu Nyai Salamah tergeletak di atas pangkuan Kiai Huda dengan tak sadarkan diri. "Ummi kenapa, Ba?" tanya Aisyah cemas dan segera menghampiri kedua orang tuanya.

"Nanti Aba jelaskan. Sekarang cepat panggil ambulans!" suruh Kiai Huda dengan tegas.

Aisyah pun segera melaksanakan apa yang diperintahkan ayahnya.

-----00-----

Bu Nyai Salamah telah mendapatkan perawatan di UGD, Unit Gawat Darurat. Tapi Aisyah dan Kiai Huda hanya bisa menunggu di depan ruangan tersebut saja.

Air mata Aisyah terus mengalir tiada henti. "Bagaimana bisa penyakit Ummi kambuh lagi, Ba?" tanyanya.

"Tadi ada orang yang menelepon ke rumah. Katanya dari kepolisian."

"Maksud Aba.... Sayyidah?"

"Iya. Sayyidah di tangkap polisi karena tuduhan penipuan."

Aisyah sangat terkejut mendengar hal itu. Sebenarnya Aisyah sudah tahu bahwa Sayyidah berada di kantor polisi. Akan tetapi Aisyah tidak tau pelanggaran hukum jenis apa yang diperbuat oleh Sayyidah. Ia pikir, polisi itu salah sambung. Bodohnya ia yang terlalu mempercayai adiknya.

"Polisi bilang, Sayyidah telah menggunakan ijazahmu untuk mendapatkan pekerjaan," tambah Kiai Huda.

"Sayyidah pernah bilang bahwa dirinya merasa bosan tinggal di Pondok Pesantren. Akan tetapi ia tidak bisa lagi mendapatkan pekerjaannya karena seseorang yang bernama Reyfan telah memblokir jalan Sayyidah untuk mendapatkan pekerjaan. Aku mengerti!" pikir Aisyah.

Suasana masih tetap dikelilingi oleh keharuan dan air mata. Yang dipikirkan Aisyah dan Kiai Huda saat ini hanyalah keselamatan Bu Nyai Salamah yang berjuang bertahan hidup di ruangan yang penuh ketengangan, yakni di UGD.

"Semoga Allah melindungi Ummi," ucap Aisyah yang masih berlinang air mata.

"Iya. Allah pasti akan menentukan yang terbaik."

"Allah tidak akan menguji hambaNya lebih dari kemampuan hambaNya. Benar, kan?"

Kiai Huda mengangguk. "Hm!"

Dua jam telah berlalu. Seorang pria berjas putih keluar dari ruangan UGD tersebut dengan muka murung. Pria berjas putih tersebut adalah seorang dokter yang menangani Bu Nyai Salamah.

"Bagaimana keadaan Ibu saya, Dok?" tanya Aisyah yang begitu panik.

"Kami tidak bisa berbuat banyak. Maaf," jawab pria berjas putih tersebut.

"Apa maksud Dokter? Apakah Ibu saya tidak bisa diselamatkan?"

Dokter itu hanya diam saja. Ia tidak bisa menjawab pertanyaan Aisyah. Mukanya tampak bertambah murung dan prihatin. Sepertinya ia menyelipkan kabar buruk di balik raut wajahnya.

"Kenapa Dokter diam saja?!" tanya Aisyah yang bertambah panik.

Hati Kiai Huda sudah merasa tidak enak. Tiba-tiba saja firasat buruk hinggap begitu saja di dalam lubuk hatinya. Dan air mata pun seketika terjatuh dari kedua bola matanya karena tak kuat menahan tangis.

"Allah sudah menghendaki hal ini. Allah telah memanggilnya," kata dokter itu.

"Innalillahi wa innailaihi raaji'un," ucap Aisyah dan Kiai Huda bersamaan.

Suasana kesedihan semakin menjadi-jadi dan memuncak. Air mata pun tak terbendung lagi membanjiri mata Aisyah dan Kiai Huda. Orang yang mereka sayangi selama ini hilang begitusaja dari muka bumi.    

😎😎😎😎😎😎😎
Senin, 11 Februari 2019
Vote dan komen yuk!

😎😎😎😎😎😎😎Senin, 11 Februari 2019Vote dan komen yuk!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kerlingan Sayyidah AisyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang