Sahadewa berjalan bersama dengan Satya menuju kantin, sambil membahas tentang keperluan jurnalistik.
"Gimana, Lo udah selesai bikin resensinya?"
"Udah"
"Ada yang perlu gue bantu?"
"Gak ada"Percakapan singkat itu berhenti saat seorang gadis terburu-buru menghampiri Sahadewa, "kak Sade, ada lihat Kak Naku?" Tanya gadis itu.
"Nakula, wah kakak gak tau dik" jawab Sahadewa dan gadis itu menghela nafas. "Nakula di kantin mungkin, istirahat pasti di kantin dia"
Satya menjawab, sambil menunjuk dua orang perempuan yang tertawa terbahak-bahak sambil membawa nampan.
"Oh ya makasih kak" gadis itu berlari kearah kantin dan menghilang begitu saja. "Dia ngapain buru-buru gitu?" Tanya Sahadewa, "gak tau" Satya melanjutkan perjalanan ke kantin dan di ikuti oleh Sahadewa dibelakangnya.
•••
"Hahaha, kalau iya gue lihat gue yang bakal paling pertama yang bully itu cabe"
"Udah cabe, jarang bikin Pr lagi"
Nica dan Belta meletakan nampan berisi makanan diatas meja, dan mendapatkan lirikan dari Nakula. "Kaya lo berdua rajin aja bikin pr"
"Nah itu kan beda, La"
"Kak Nakula!"
Gadis tadi melambaikan tangannya kearah Nakula dan membuat Nakula balas memanggilnya, "Vie,sini!"
"Hai kak, Naku eh ada kak Belta sama Nica. Lalu, ehh ada kakak ganteng disini" Vilarrie atau sering dipanggil Vie tersenyum malu-malu kepada Wiwid.
"Hai" sapa Wiwid. "Kenapa Vie?" Nakula bertanya. "Ini ada lomba dance di salah satu sekolah, katanya kalau menang dapet uang. Nih ada suratnya, tadi dikasih sama Bu guru"
"Masa sih?"
"Iya serius kak Bel, itu ada kok di dalam suratnya"
"Mana-mana coba lihat" Belta melirik kertas itu dan mengangguk setelahnya. "Gimana kak, ikut yuk. Dua bulan lagi kok" Vie memohon pada Nakula dan Nakula ingin menjawab namun Sahadewa datang bersama Satya dibelakangnya.
"Sade" guam Wiwid.
"Apaan tuh?"
"Ini surat lomba dance, maunya gue setujui dan ajak anggota latihan" jawab Nakula sambil tersenyum bahagia, "Lo jangan ikut, mending Lo belajar"
Nica yang sedari tadi asik makan, melirik Sahadewa dengan sinis. "Tapi kasian yang lain De" Nakula melirik Vie yang murung.
"Itu kan urusan mereka, Lo gak boleh ikut. Lo mending belajar, perbaiki nilai Lo. Yuk Sat" Sahadewa menarik tangan Satya dan menjauh dari meja Nakula, Satya hanya mengikuti.
"Loh kok gitu sih adek Lo, kok dia yang banyak ngatur apaan tuh!" Belta mengumpat dan Nica menimpali "Lo tu lemah banget jadi kakak!"
"Kak Naku, kalau gak bisa gak usah deh" Vie mengambil surat itu dan hendak pergi tapi Nakula terlebih dahulu berucap, "gak nanti kakak rapatkan deh" putus Nakula dan Vie pergi.
"Kok Sade gitu, La?" Wiwid menatap Nakula dengan sedih, dan Nakula berusaha membuat teman-temannya paham.
"Ah enggak, dia cuma pengen yang terbaik bagi gue" Nakula melirik Sahadewa yang makan satu meja dengan Satya.
"Belain aja terus tu, Sade" ketus Nica dan Nakula hanya menghela nafas.
•••
"Naku, pulang" Nakula berjalan masuk kedalam rumah, dan celingukan mencari penghuni rumahnya.
"Mama!"
"Sade!"
"Bik Ai!
Tak ada sahutan dari siapapun, lalu Nakula naik ke kamarnya. Pintu kamar Sade terbuka dan Nakula melirik kedalam, pandangan teralihkan oleh sebuah gaun putih cantik yang berkelap-kelip.
"Wah gaunnya bagus banget!" Ia menyentuh pelan gaun itu, "Ngapain Lo?" Tiba tiba Sahadewa datang, sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk.
"Ini punya Lo?"
"Ya, punya gue. Gimana bagus gak?" Sahadewa mengambil gaun itu dan meletakkannya di depan tubuhnya. "Bagus banget!!" Nakula melihat adiknya dengan berbinar.
"Beli sendiri, De?" Tanya Nakula "ah enggak, Mama beliin" Nakula mengangguk paham dan kembali bertanya "dalam rangka apa beli baju gaun gini?"
"Sahabat gue sweet seventeen, gue sama sahabat gue lagi satunya harus pake gaun tapi, warna putih. Ya udah gue suruh Mama beliin" Sahadewa memberikan gaunnya pada Nakula.
"Gila, bagus banget. Gue mau minta sama Mama deh!" Nakula memekik girang.
"Huh, emang bakal di kasih sama mama?" Ucap Sahadewa saat mencari pakaian di lemarinya.
Nakula seketika menunduk, ia berfikir apa Mamanya akan membelikan ia gaun secantik milik Sahadewa. "De, ini gaun Lo. Benerin naruh, gue mau mandi panas"
Dan Nakula kembali ke kamarnya, menutup pintu kamarnya lalu menghempaskan tubuhnya ke kasur.
"Gue aja punya gaun dua, putih polos sama hitam polos. Apa mama mau beliin gue gaun itu?"
Nakula menghela nafas, dan menatap langit-langit kamar.
Sahadewa, yang tampil cantik dengan segala busana dan Nakula yang tak tahu mau tampil seperti apa, karena tak punya busana cantik.
•••
"Ca, Nica!" Panggil Belta dari kamar Nica, "Apa sih Bel, mengganggu aja. Lihat ni kentang gue lagi dikit!" Protes Nica.
Belta bermain ke rumah Nica, namun tanpa Nakula. Karena, Nakula sudah diajak tapi menolak.
"Ini si Elly, temennya Sahadewa. Sweet seventeen uy!"
"Lah terus?"
"Kita diundang nih, gue, Lo sama Naku. Lihat dia PC gue" Belta menunjukkan chatnya kepada Nica.
"Ya udah Dateng aja, kok repot" Nica masih asik makan kentang gorengnya
"Lo ini, kita sih fine-fine aja kesana. Tuh si Naku, Lo tau kan dia gimana malesnya ke acara begituan"
Nica menepuk dahinya, "oh iya, gue lupa sama pemberontak satu itu"
"Pokoknya N2B harus dateng, kita bakal bujuk sama dandanin tuh Naku" ujar Belta dengan semangat.
"Lo yakin bisa, yang sejenis Naku itu susah!"
"Lo mah, kayak gak percayaan sama gue, gue yakin Naku bakal ikut. Oleh sebab itu gue bakal ngomongin ini sama dia, setelah dia rapat besok"
Belta menjelaskan dengan bersemangat, karena ia sangat ingin temannya yang satu itu hadir.
"Serah Lo dah, Bel. Gue ngikut" Nica menghela nafas pasrah.
"Nah begitu dong, kan enak"
Akhirnya, mereka kembali ke kegiatan seperti tadi. Tapi, Belta tetap memikirkan rencana apa yang akan ia lakukan.
Wah dikit ya?
Saya agak sibuk bulan ini. Maaf yaa
Semoga suka. Have a nice day!
Bubbyee Lil bye ❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Nakula
Teen FictionHiatus sebentar ya💌 Nakula, hidupnya bisa dibilang sedikit lebih berantakan dari pada saudaranya Sahadewa. Ia berbanding terbalik dengan adiknya, dia merasa bosan jika dibandingkan dengan adiknya. Segala hal selalu ada pada adiknya, keberuntungan...