Baru saja sampai dirumah dengan pikiran ingin me time santai sampai jam tidur nanti, tapi nyatanya, handphone-nya berdering dengan nama mamanya yang terlihat di layar. Alisnya langsung berkerut di temani tatapan tak senang. Tulang rahangnya mengeras melengkapi keseluruhan muka galaknya yang udah level dewa. Memang udah jelas banget kalau dia tak seberapa senang sama keluarganya. Well, mari ralat. Dia benci sama keluarganya!
Mamanya, tepatnya mama tirinya emang jahanam. Sangking bencinya dan tak tahan dengan keberadaan mama tirinya dirumah dia sampai membeli villa pribadi di pinggiran kota. Dia udah capek ngurus semua permasalahan keluarganya. Udah cukup. Toh pendapatannya yang jauh dari kata cukup tidak menghalangi dia untuk kabur kemana pun.
Mau apa lagi sih dia? Ngapain sampe telepon aku?
Setelah mengklik "Ignore", Davin langsung masuh ke kamar mandi dan meracik berbagai minyak aromaterapi untuk di masukkan ke dalam bath tub untuk merelakskan badannya. Beginilah susahnya, kalau sudah kepikiran, pasti dia langsung tak bisa mengeyahkannya dari kepala.
Lebih baik gak punya keluarga, pikirnya.
Tepat saat dia menghidupkan playstation-nya, ada chat masuk dari keluarganya. Untung lah, mereka gak memaksa untuk menelepon terus-terusan tapi bukan berarti chat tidak annoying. Sejujurnya, dia ingin sekali memotong semua hubungan keluarga yang dia punya. Andai saja ada teknologi untuk, entahlah, mungkin cuci genetic atau apalah yang bisa menghapus semua jejak keluarganya dari tubuhnya, pasti sudah dia lakukan semenjak bertahun-tahun yang lalu. Apa daya, teknologi semacam itu belum tercipta. Apa mungkin suatu saat ada fitur un-family?
Dia langsung saja menghapus pesan apapun yang dikirim adiknya itu tanpa dibaca. Peduli setan sama apa yang terjadi dirumah. Dia udah gak menganggap mereka sebagai keluarga lagi. Setelah itu dia langsung melanjutkan kegiatannya bersama playstation-nya dan memutar lagu untuk mengisi kehampaan rumahnya. Setelah itu diapun berjalan menuju kamar mandinya untuk berendam, seperti biasa.
All people have past. Most of it maybe bad, but maybe good too. Selama ini si non ekspresif Davin memendam semua di dalam hatinya.Ada saatnya untuk diceritakan. Mungkin terdengar cliche & dramatis mungkin, yah, tapi kenyataan ya tetap kenyataan. Kondisinya dulu persis seperti burung yang patah sayapnya. Tanpa arah & tujuan kemana dia harus pergi selanjutnya.
Lebih sakit lagi setelah tahu bahwa penyebab semua itu adalah orang yang juga amat dekat dengannya. Sumpah, rasanya Davin ingin mati saja. Kalau bukan karena Aiden yang dulu menemukan dia waktu lagi minum-minum sampai wasted, mungkin dia udah mati. e-Commerce Society juga mungkin udah hancur babak belur. Dibalik kuatnya si non-ekspresif ini, ada sayap berbalut perban penuh darah. Sayangnya, perasaannya udah mati & gak ikut bangun kembali.
Bukan, bukan dia gak percaya sama feelings, love, and so, tapi lebih karena dia takut. Kepercayaannya udah rusak dibuat sama manusia gak tau diri yang gak disangka-sangkanya. He do needs time to heal. Broken heart takes time to love again.
***
Bukannya menyerah, malah berbagai chat dari keluarganya kembali masuk hari ini. Sesuatu yang di abaikan kalau tetap kejadian, dan super annoying setiap hari ya susah juga untuk diabaikan.
Masih dengan tekat yang kuat, di abaikannya semua pesan itu dan lalu berangkat ke kantor. Perjalanan yang harusnya hanya 20 menit itu menjadi 40 menit dengan kesesakan dan macetnya jam kerja seperti biasa. Kali ini Davin belajar untuk tidak menerobos lampu merah. Tanpa sadar senyum terukir tipis di garis bibirnya.
Perjalanan masuknya ke ruangan tak pernah sepi, selalu banyak karyawan yang bersikap kasual kepadanya. Toh, kalau semua lagi sibuk, biasanya Aiden akan langsung mem-brief jadwalnya hari ini dan berbagai dokumen meeting lainnya begitu dia masuk ke pintu kantor. Namun berbeda dengan biasanya, hari ini Aiden tidak menyambutnya. Dia bahkan tak melihat Aiden dimanapun.
Tak biasanya dia telat, yaudah sekali sekali sih gak apa-apa.
Davin berjalan masuk selesai berbincang-bincang dengan berapa desainer-nya dan disanalah, jantungnya berhenti. Begitu membuka pintu ruangannya, dia melihat ada papanya di dalam bersama Aiden yang tengah menemani sambil menyuguhkan berbagai kudapan ringan.
Sial.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
The Truth - She Is Not Your Friend
Não FicçãoKita semua pasti punya seorang sahabat. Bukan, bukan baik hanya di depan saja. Tapi apakah kamu juga sahabatnya? Kamu yakin dia gak sembunyiin apapun dari kamu? *** Charryn, siswa yang cukup menonjol dan terkenal di SMA swasta favorit, dan Davin , s...