"Sekarang kau lebih baik istirahat saja di sini. Apa kau belum makan, Lonza?" Vivian bertanya sembari menaruh mangkuk ke nakas sebelah.
Vivian melirik Lonza. Mulut dia tidak bisa bergerak. Vivian berjalan dan berdiri di sebelah Lonza.
"Kau tidak perlu menjawabnya. Aku tahu jawabannya. Aku pinjam dapurmu untuk masak, nanti aku akan membersihkannya."
Lonza memberikan isyarat mengerjap.
Vivian pergi menuju dapur, memeriksa kulkas lebih dulu. Bahan ia butuhkan sebagian tidak ada. Ia mengambil bahan-bahan dapat ia gubnakan memasak. Makanan biasa ia masak dengan bahan yang tidak banyak adalah masakan berkuah.Terdapat bahan sayur cukup banyak dan umbi-umbian terbilang hanya sedikit, ia percaya diri bisa melakukan semua itu dengan mudah.
Setelah selesai masak, Vivian mengantarkan makanan menuju tempat Lonza.
Lonza bisa mencium bau aroma masakan. Senyum tipis terbentuk di wajah Lonza. Entah bagaimana bisa dalam kondisi buruk rupa menyedikan, ia membayangkan sebuah masa depan indah bersama Vivian di dalam masa depan itu. Ia dan Vivian menjalani kehidupan nyaman-merayakan hari libur nasional, bangun tidur melihat senang ada seseorang di sisi tempat tidur, saling memanggil sayang setiap hari, bercinta setelah itu berdiskusi jika ada masalah, bekerja sebagai supermodel setiap hari tentu saja mereka juga membagi kerja mengurusi anak bergantian setiap hari, setelah salah satu mereka pulang bekerja mereka akan memasak makan malam, dan mengulang ritme yang sama setiap hari. Semuanya seperti anggan sangat besar harus ia capai dengan kerja keras tak mudah.
Vivian tak lama datang. Dari sebelah sofa tempat Lonza berbaring ia meletakkan nampan terdapat dua mangkuk berisi makanan yang telah dibuat di dapur tadi.
Lonza mengerut kening menatap isi dari nampan Vivian bawakan.
"Dari mana kau mendapatkan nasi ini?" Lonza menunjuk mangkuk nasi. Lonza berusaha mengeluarkan suaranya walau terdengar pelan. Di dapur tidak pernah ia menaruh atau membeli bahan karbohidrat yaitu nasi.
"Oh ini. Nasi." Vivian mengarahkan pandangan ke mangkuk nasi. "Aku kira kau tidak akan tahu apa itu nasi. Aku mendapatkannya dari tetangga sebelah."
"Tetangga? Siapa?" Lonza sedang berusaha lagi mengeluarkan suara.
"Tadi saat aku mengambil sepatuku yang tertinggal di depan pintu, tidak sengaja aku melihat seorang Ibu-Ibu. Dia sangat ramah bahkan dia menyapaku," kata Vivian. "Kemudian aku mengatakan dengan lembut padanya, bolehkah aku membeli berasnya? Tidak banyak yang aku inginkan. Kemudian Ibu itu justru memberikan berasnya secara gratis padaku. Katanya anggaplah beras tersebut sebagai rasa membantu sesama tetangga. Jika saat dia sulit pasti dia membutuhkan seseorang, intinya simbiosis mutualisme."
Vivian tidak berubah sejak dulu. Perhatian lembut itu akan membuat orang-orang di sekitar dapat melunak-mengetuk pintu hati kecil.
Lonza mengangguk, mengerti perkataan Vivian. Apa yang Vivian katakan sangat menyentuh hati dan Lonza harus cepat-cepat beradaptasi dengan lingkungan terutama para tetangga apartemen ini.
Simbiosis muatlisme. Manusia hidup saling membutuhkan satu sama lain. Saling terikat. Itu sudah menjadi hukum alam dikehidupan manusia.
"Nah, sekarang kau makan dulu. Bicaranya nanti saja. Sekarang buka mulutmu, nanti aku yang akan membantu menyuapinya."
Tangan Vivian memegang sendok bergerak mengambil nasi lalu menaruh kuah pada nasi itu.
"Tidak usah, biar aku saja yang melakukannya sendiri. Aku masih bisa."
"Yakin? Kalau tidak bisa jangan dipaksa. Aku tahu tenagamu sedang melemah."
Lonza langsung menggeleng cepat, dan segera meraih sendok dari tangan Vivian. Tapi sendok itu seketika jatuh ke mangkuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind Forbidden Love | #Vol (1). PPT
RomantikNSFW - [D28+] [√ SELESAI] [DDLG PROJECT OF PURE TABOO] VOLUME (1). Behind Forbidden Love © 2019, Ennvelys Dover, All right reserved. Cover Ilustration & Designer: Ennvelys Dover Logo Illustration & Designer: MPH/MDee ...