BAB 11

4.1K 126 7
                                    

Setelah selesai makan, Vivian menarik selembar tisu untuk mengelap sudut-sudut bibir.

"Kau mau ke mana, Lonza?" tanya Vivian.

Lonza bangkit dari duduk.

"Kau tunggu di sini saja. Biarkan aku yang bayar makanan kita."

"Trims," kata Vivian tulus. Lonza tersenyum tipis pada Vivian untuk membalas perkataan gadis tersebut.

Vivian menatap punggung tegak dan atletis Lonza dari jarak tidak jauh. Anehnya dalam dada ia merasa Lonza bisa membuat ia nyaman dan tidak seperti di masa lalu. Ia asumsikan bahwa, mungkin karena Lonza bersikap manis. Tak tahu akan jadi seperti apa ke depannya, kata-kata Lonza tadi seolah bisa jadi kenyataan. Jatuh cinta.

Tidak mungkin jatuh cinta itu mudah.

Kedua sudut bibir Vivian menjadi kaku untuk menampilkan senyum meremehkan, 'Kenapa semuanya mengalir seperti alunan harmoni dari piano yang lembut?'

Seakan-akan alunan harmoni dari piano itu mengiring Vivian kepada perasaan Lonza. Membuat Vivian terpedaya harus percaya bahwa Lonza dulu dan sekarang benar-benar berbeda.

Vivian meremas kuat jemari tangan yang tiba-tiba saja bergetar di bawah meja. Ia antara sanggup dan harus menerima tantangan untuk dibuat jatuh cinta oleh Lonza.

Langit berwarna jingga di luar restoran siap saji seakan menyadari kehadiran perasaan Vivian yang mulai dilema.

Buliran-buliran air hujan mulai turun perlahan membasahi tanah bumi. Langit seperti sedang memainkan peran dramanya untuk kedua makhluk tersebut. Terutama kepada Vivian. Melihat seberapa besar Vivian bisa mengelak perasaan tersebut.

Vivian mendongak, lalu mengernyit dan menatap ke jendela kaca restoran. Melihat dan mendengar rintik-rintik hujan mulai turun ke bumi membahasi tanah. Suasana seperti ini terjadi di dalam novel.

Vivian pernah membaca novel percintaan, suasananya seperti sekarang ini. Hujan dan kedua makhluk berbeda jenis kelamin akan bertedu di suatu tempat lalu menghabiskan waktu mereka untuk bercerita banyak hal yang sudah mereka lewati. Vivian menggerutu dalam hati.

💍

Lonza menunggu sang Kasir menghitung jumlah total harga makanan.

Kedua mata mata Lonza bergerak menatap pintu berkaca, terlihat beberapa anak manusia berjalan dengan asik. Ada tawa kecil mereka tampilkan. Kebahagian sederhana itu terjadi dengan larian kecil sambil mengatakan sesuatu. Lonza tak tahu apa yang mereka perbincangkan dengan tawa bahagia itu.

Buliran air berukuran kecil memantul pelan ke pintu kaca restoran. Hujan. Ternyata hujan sedang turun namun, mata Lonza masih asik menatap bocah-bocah manusia yang asik bercanda ria di luar restoran.

"Tuan, jumlah totalnya Rp. 225.680.00."

Suara sang Kasir menyahut membuat Lonza mendongak dan Lonza segera menoleh kepada sang Kasir.

Kedua mata Lonza melirik sekilas struk pembayaran di hadapannya. Satu tangan Lonza merongoh ke saku celana di sebelah kanan. Lonza membayarnya dengan kartu debit emas.

Lonza menarik kursi dan duduk sambil memandangi wajah seorang gadis yang mengarah ke jendela.

"Vivian, kau sedang melihat apa?" Lonza memerhatikan arah pandang Vivian.

Vivian mendelik lalu membalas menatap Lonza.

"Hujan."

Ucapan singkat itu ke luar dari mulut Vivian. Lonza tersenyum penuh arti pada Vivian.

"Kau menyukai hujan?"

Vivian mengangguk pelan sembari tersenyum.

"Sebenarnya, tergantung suasana hatiku. Apakah sedang mendung, jika iya maka aku akan memandang hujan sebagai penghibur diriku. Barulah aku menyukai hujan. Jika hatiku tidak mendung atau sedang marah aku akan mendengar lagu atau instrumen piano atau biola."

Lonza tersenyum mendengar sesuatu yang lain lagi mengenai Vivian. Ia akan menyimpan topik ini, karena ada kesukaan Vivian suka lakukan.

"Sepertinya aku telah bercerita sesuatu yang tidak penting. Maaf aku tidak akan mengatakan hal aneh-aneh lagi."

Ada nada penuh sesal dari setiap kata yang Vivian katakan.

Sepertinya Lonza tahu maksud Vivian. Akan tetapi Lonza senang dengan keadaan sekarang ini, karena bisa mengetahui pelan-pelan apa saja Vivian suka dan tidak.

Lonza masih memandang seperti tadi, lembut dan penuh cinta, satu tangannya bergerak dan mengacak rambut dipuncak kepala Vivian. "Tidak ada yang aneh, justru aku senang, karena secara tidak langsung dirimu mulai membuka diri kepadaku, Vi."

"Jangan coba-coba merayuku karena, aku tidak ada tersentuh!"

"Aku juga seperti dirimu, Viv. Suka dengan hujan ... dan bulan." Lonza tersenyum hangat pada Vivian. Salah satu tangan Lonza beralih menopang dagu dan bergaris wajah terlihat tenang tetapi ada suatu ketegasan di sana. "Aku menyukai mereka berdua. Hujan bisa menjadi temanku saat sedih dan bulan menjadi teman tidurku disaat aku kesepian."

"Kesepian? Kenapa kau kesepian?" Vivian bertanya.

Lonza tersenyum tipis dengan wajah yang dipalingkan menatap ke jendela kaca yang meneteskan air hujan.

"Setelah kelulusan sekolah di London. Keluargaku. Ayah, Ibu dan kedua adik kembarku meninggal dalam kecelakaan naas. Aku keluarga Alejandro satu-satunya yang selamat dalam kecelakaan jalan tol." Lonza lalu menatap kepada Vivian. Gadis itu nampak tenang saja dengan lekukan senyum manis.

"Sepertinya sekarang kita sudah sama-memiliki sifat aneh yang sangat mendominan diri kita masing-masing."

Lagi-lagi Vivian tersenyum manis, kemudian mengangguk.

"Sepertinya. Tapi jangan harap kalau di antara kita akan berjodoh."

Lonza terkekeh mendengar kalimat terakhir Vivian katakan.

"Aku sempat senang ketika alur pembicaraan kita sebelumnya terdengar manis, namun kau merusakinya, Viv. Sekarang suasana itu hilang."

Vivian terpengarah lalu mengedipkan mata dua kali.

"Jadi, tadi kau menganggap suasana yang romantis? Ayolah Lonza jangan terlalu berharap."

Dengan lembut Lonza merengkuh jemari Vivian dan menggengaminya, "Aku akan terus berharap, Vivian. Semua yang aku katakan dan pernyataan cintaku padamu tidak akan pernah terhapus. Aku mencintai dan menyayangimu dengan tulus tanpa kau ketahui kau telah membuat aku jatuh cinta padamu tepat saat kelulusan sekolah di London. Aku Lonza Nicholas Alejandro tidak mencintai fisikmu, Vivian Annabelle York. Aku mencintaimu karena kau berbeda, kehangatan hatimu menyentuh sisi terdalam hatiku."

Mungkin terlalu cepat. Tapi Lonza ingin Vivian tahu perasaan cinta yang hadir itu tulus untuk seorang Vivian Annabelle York. []

_______________________

Support me with vote and comments.
Thank you ...

Salam dan peluk hangat,
Ennve.

Behind Forbidden Love | #Vol (1). PPTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang