Suara rintik-rintik yang berjatuhan di atas atap rumahnya, terdengar jelas oleh Kongpob yang kini berdiri pada tepian pembatas balkon rumahnya. Pria itu menatap tetesan air hujan yang sangat banyak membasahi halaman rumahnya, menyisakan sebuah genangan air, Kongpob hanya memandang hal itu sejenak sembari menatap ke arah depannya, dengan pandangan menerawang jauh entah kemana.
Sentuhan hangat seseorang terasa pada bahunya, hingga pria itu membalikkan tubuhnya ke arah belakang, menatap sosok ibunya yang kini tersenyum ke arahnya.
"Mae masih disini? Jika mae mau pergi, tidak apa-apa. Aku bisa sendirian disini, tidak perlu bertahan disini hanya karena aku."
"Kau mau Mae pergi? Siapa yang menemanimu? Kau tidak mau pulang, padahal ayahmu sudah menyuruhmu pulang."
Kongpob hanya menatap lurus apa yang ada di depannya, "Dari dulu tempatku disini bukan disana."
"Kong, jangan bersikap seperti ini, seolah kami tidak pernah memperdulikanmu."
"Mae, aku hanya mau sendiri sekarang."
"Besok jangan lupa temui Arthit."
"Untuk apa? Kemarin dia mengusirku."
"Dia butuh tanda tanganmu."
"Oh."
Lyn melihat jika Kongpob hanya menampilkan wajah biasanya, seolah tidak terkejut ataupun sedih seperti kemarin.
"Oh? Kau tidak kaget atau sedih? Dia mau menceraikanmu."
"Biarkan saja, aku juga tidak mau menandatanganinya. Terserah dia mau apa."
Percuma juga Kongpob sedih, semuanya juga tidak bisa di rubah lagi, jika Arthit mau bercerai itu juga terserah pria itu, hanya saja Kongpob tidak akan mau menandatangani surat tersebut sampai kapanpun, Kongpob tidak akan mau berpisah dengan Arthit.
"Kau sudah berbicara dengannya?"
"Sudah," Kongpob tersenyum ke arah ibunya, "dia kembali lagi pada mantan kekasihnya, dan ingin aku cepat menceraikannya, hanya itu yang kami bicarakan."
"Kita bisa membicarakan ini bersama."
Kongpob menggelengkan kepalanya, "Tidak, jangan membawa-bawa Pho dan papa lagi, aku kasian pada mereka selalu terbawa dalam masalahku. Papa benar aku yang salah, dari awal aku salah disini, jadi biar aku dan phi Arthit yang menyelesaikannya sendiri. Jangan membawa-bawa keluarga di antara masalah kami."
"Tapi kong, menurut Mae lebih baik kita menyelesaikannya seperti itu."
"Tidak Mae, sekarang berbeda dari dulu. Kalian bisa menyelesaikan masalah kalian supaya tidak bersitegang terus-menerus, sementara aku mau menyelesaikan masalahku sendiri. Setiap orang tua pasti akan membela anak-anak mereka masing-masing, aku takut bukan justru akan membaik tapi akan memburuk."
Ya, Lyn mengerti apa yang di khawatirkan oleh Kongpob, kedua keluarga mereka yang awalnya baik-baik saja sekarang mengalami keretakan, Singto masih mencoba untuk menjauhi mereka, meskipun Lyn dan Arha mencoba untuk menjelaskan, akan tetapi mereka masih tetap sakit hati dengan hal itu, masih belum bisa menerima apa yang coba di jelaskannya untuk meluruskan keadaan, ada jarak besar yang terlihat disini.
.
.
.
"Phi Arthit, dengarkan aku dulu."
Teriak Arha karena kakaknya itu tidak menanggapi apa yang Arha katakan, dan justru berjalan pergi begitu saja, padahal Arha belum selesai berbicara, menjelaskannya, tetapi kakaknya sudah kabur lebih dulu, dengan cepat Arha menyusul Arthit yang kini berjalan keluar, menuju teras rumahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[25]. Crazy Love { Sequel Of Slave } [ Kongpob x Arthit ]
Fanfiction[COMPLETED] Sequel Of Slave [Krist & Singto] "Ahhh, sakit." "Arghhh, kau sangat sempit sayang." Seseorang pria yang berada di bawah kukungan pria tampan itu hanya menatap pria itu dengan tatapan tajam, seolah ingin membunuhnya. "Lepaskan aku, Brengs...