Diaz Febrian

32 2 0
                                    

Einstein tampaknya benar. Waktu itu berbeda- beda bagi setiap orang. Ada yang cepat. Ada yang lambat.

Bagi Klub Teater, waktu berjalan sangat cepat. Lomba pertama dalam Bulan Bahasa sudah dekat. Padahal, tampaknya baru kemarin mereka masuk klub ini.

Begitu pula dengan seorang Diaz Febrian. Ia berpikir waktu berlalu dengan cepat.

Tampaknya baru kemarin ia mendaftar masuk TK. Masih menangis saat kehilangan mainannya. Tampaknya masih kemarin ia pindah rumah dan bertetangga dengan gadis cilik pemberani. Putri Senja. Tampaknya pula masih kemarin Diaz menyadari sebuah perasaan asing terhadap teman masa kecilnya itu.

Haha.. padahal itu sudah bertahun- tahun yang lalu.

Memang waktu terkadang berlalu begitu cepat dan terkadang kita tidak menyadarinya. Terkadang pula waktu berjalan begitu lambat, dan kita sangat menikmatinya. Seperti sekarang ini.

***

" Senja! Ayo pul-", ucapan Diaz terpotong saat melihat Senja duduk di bangku kelas dengan sebuah foto album ditangannya. Kumpulan foto- foto Klub Teater tahun lalu sampai sekarang.

"Diaz..", Senja menoleh dan melambaikan tangannya.

"Ayo pulang. Sudah larut.". Ucap Diaz sambil meyingsingkan lengan bajunya.

"Pulang duluan saja. Aku bisa pulang sendiri kok." Balas Senja membuat Diaz terkejut.

"Oi Senja, aku tahu kamu kuat. Tapi, tidak baik lho perempuan pulang sendirian malam- malam. Lagipula apa kata ibumu kalau aku tidak mengantarmu pulang?" Kata Diaz sambil menggaruk tengkuknya.

"Tidak usah sok gentleman deh."

"Ugh kamu menyebalkan, Senja. Tetap saja perkataanmu selalu tajam!" Balas Diaz.

"Maaf maaf, duduklah disini Diaz" Kata Senja yang membuat jantung Diaz berdentum- dentum tak karuan.

Setelah Diaz berhasil menyesuaikan detak jantungnya, Diaz melangkah menghampiri Senja dan ikut duduk dihadapannya.

"Waktu berjalan sangat cepat ya? Padahal, rasanya baru kemarin aku bertemu denganmu." Kata Senja sambil mengacungkan selembar foto mereka. Di foto itu Diaz sedang menangis karena mobil- mobilannya diambil Senja.

"Eeeh, kenapa foto itu masih ada?! Itu foto aibku, sini kembalikan!" teriak Diaz panik. Senja hanya tertawa kecil sambil mengamati foto yang ada ditangannya baik- baik.

"Waktu memang telah berlalu. Tapi dirimu masih saja seperti yang dulu, Diaz! Masih saja cengeng!" Senja tertawa lagi dan kini tengah tersenyum menatap foto mereka berdua.

Diaz dapat merasakan wajahnya yang memanas melihat senyum Senja yang jarang ditampakkannya. Seorang Putri Senja. Saat tersenyum manis sekali. Begitulah pikir Diaz.

" Ya, waktu memang telah berlalu dan tidak semua hal masih tetap sama seperti yang dulu. Seperti perasaanku terhadapmu.. Senja" ucap Diaz lirih.

Senja tercekat mendengar pengakuan lirih Diaz. Senja tidak menyangka teman masa kecilnya itu memiliki sebuah perasaan lebih dari sekadar sahabat.

"Maafkan aku, Diaz. Kamu tahu kan kalau aku tidak mungkin menyukaimu?" Balas Senja tak kalah lirih.

Ya, Senja memang tidak mungkin memiliki perasaan terhadap Diaz. Senja sudah tidak mempercayai laki- laki lagi semenjak ayahnya meninggalkan dia dan ibunya saat berumur 11 tahun. Semenjak itu pula, Senja tidak memiliki ketertarikan terhadap lawan jenisnya. Senja seorang lesbian, dan hanya Diaz yang mengetahui hal itu.

"Aku tahu. Maafkan aku. Aku hanya berusaha jujur pada perasaanku. Ayo kita pulang!"

Untuk saat ini, Diaz berharap waktu tetap berjalan lambat agar ia menikmati saat- saat bersama Senja. Diaz juga berharap waktu berlalu cepat agar ia tidak merasa canggung setelah kejadian tadi. Senja berharap Diaz tidak terluka mndengar penolakannya.

Namun, Diaz lebih berharap seiring berjalannya waktu Senja dapat menemukan seseorang yang dapat membuatnya kembali normal. Walau seseorang itu bukanlah Diaz Febrian.

WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang