21|Masih ada

530 94 7
                                    

Ga ada kepercayaan, saling melindungi diri sendiri dari duri satu-sama lain, topeng yang menutupi sifat asli. Anna capek sendiri. Sebenarnya dia ini ngapain?

"Apa gue ga cocok sama cowok ya?"
Racau Anna random yang sukses mengundang pukulan dari Bona.

"Mau lesbi lo?"

Anna meringis, bukan karena pukulan Bona tapi karena kalimat yang keluar dari mulut Bona.

"Tuh Haris"

Bona ngedorong Anna kearah Haris bikin Anna panik sendiri.

"Kenapa?" Tanya Haris yang lagi sibuk sama hpnya kaya biasa.

Anna gelagapan. "Anu..."

"Ya?"

"Gak, gak papa!" Anna ngibas-ngibaskan tangannya. Balik badan dan ga lupa melototin Bona.

Anna ngelirik Haris, Haris udah kembali tenggelam dalam dunianya. Ada sedikit rasa kecewa, mungkin rasanya senang kalau diperhatikan atau diperlukan sesekali. Sayangnya Haris terlalu independen dan sedikit apatis, Haris ga perlu orang lain selain dirinya sendiri. Fakta itu nampar Anna hingga harga dirinya jatuh tersungkur.

Harusnya dari awal Anna sadar diri. Upik abu mana bisa sejajar dengan Raja?

"Emang guenya yang ga guna sih. Udah jelek, ga pinter, bisanya ngerepotin aja"

"Jelek apanya, lo tuh ya. Hhh dasar hormon puber"
Bona capek sendiri untuk nyoba bantuin Anna bangkit dari sifat minderannya.

"Apa gue udahan aja ya?"

Bona melotot, "heh! Pikirin matang-matang, jangan serampangan!"

Anna mendengus kesal, "lo inget ga tipe cowo yang gue suka?"

Bona ngangguk, "yang ga kaya abah lo kan?"

Anna senyum tipis, kata mama, belajar dari kesalahan adalah bagian pengembangan diri.

Anna paham seberapa buruknya sosok abah dalam hidupnya. Anna juga paham seberapa bodohnya sosok mama dalam hidupnya.

Anna ngerasa dia adalah mama nya dan Haris adalah abahnya. Anna ga mau ngulang cerita buruk dalam hidupnya cuma karena Haris mirip abahnya, sosok yang paling pengen dia jauhin.

Laki-laki yang ga punya pendirian, kelewat penurut, egois, pemalas. Anna bener-bener angkat tangan laki-laki jenis itu dan sayangnya itu adalah sifat orang tuanya.

"Na, doain gue tahan sampai lulus ya sama Haris"

Bona natap Anna bingung. Tapi kepalanya otomatis ngangguk.
"Iya, pasti"

《save me, save you》


Anna nyoba ngeraih tangan Haris yang bebas. Anna mau memastikan satu hal, apa perasaannya masih ada untuk Haris atau sudah menguap ke langit.

Hari ini Haris sama Anna nonton Venom. Perlu diingatkan Anna sebenarnya ga suka nonton. Anna lebih suka baca walaupun bisa memakan waktu lebih lama. Anna risih dengan speaker di studio bioskop. Menurutnya suaranya terlalu mengelegar. Tapi Anna memilih diam daripada protes, lagian Anna ga tau mau jalan kemana kalau dengan Haris. Kalau ketempat terlalu ramai, Haris bakalan pusing karena katanya terlalu berisik.

Anna sempat searching di internet, apa memang semua introvert begitu dan ya ternyata memang sebagian besar risih dengan keramaian atau cenderung tersiska. Mulai dari itu Anna mengurungkan niatnya untuk ngajak pergi Haris ketempat yang memicu sakit kepala Haris.

Anna ga masalah kok pergi ketempat gimana aja, Anna beneran ga masalah. Sekalipun itu tempat rerpencil susah sinyal, toh Anna ga terlalu ketergantungan internet. Ah tapi beda cerita kalau Haris, mungkin dia bakal meraung karena internet adalah sahabat sejati Haris. Bahkan ketika Anna marah dengan Haris, Haris menanyakan cara menenangkan perempuan marah dengan sahabatnya itu.

"Mau duduk dimana?" Suara Haris membuyarkan lamunannya.

"Itu ditengah masih bisa?"

"Bisa, masih kosong itu"

"Yaudah disitu aja"

Anna ga mau lagi nonton persis dihadapan layar. Kepalanya sakit karena terlalu mendongak, mengingat tinggi Anna yang minimalis.

Anna ga terlalu fokus dengan filmnya, memang layarnya jauh dari matanya tapi speaker persis diatas kepalanya.

Ini sama aja, keluh Anna dalam hati. Berbeda dengan Anna, Haris fokus dengan filmnya. Haris memang suka nonton. Bahkan dulu waktu belum dengan Anna dia sering nonton sendirian atau sesekali dengan keluarganya.

Menurut Anna daripada nonton bioskop mending nonton konser, karena rusuhnya sama aja, ributnya sama aja menurutnya.

Sebenarnya Anna bukan seseorang dengan kepribadian ekstrovert. Anna itu Ambivert, ditengah antara ekstro dan intro. Tapi karena orang-orang lebih sering liat Anna keluar dengan muka ceria jadi orang ngambil kesimpulan Anna seorang ekstrovert.

Anna pernah ngerasain capek bersosialisasi, Anna juga pernah ngerasain stress kalau sendirian.
Jadi Ambivert lebih menyiksa karena semuanya serba salah.

Filmnya selesai tapi ceritanya ga ada yang nyangkut dikepala Anna. Anna berdoa semoga Haris ga ada nanyain tentang filmnya. Anna ga tau apa-apa. Serius.

"Kayanya aku ga enak badan" celetuk Anna tiba-tiba. Anna ngerasa beda, rasanya kepalanya agak oleng.

"Iya, tangan mu panas"

"Iya kah?"

Haris ngangguk, "langsung pulang? Kamu oleng juga itu"

Anna ngangguk ragu, dirumahnya ga ada kehangatan. Untuk apa pulang? Kalau bisa tidur diluar mungkin Anna milih tidur disekolah.

Turun dari eskalator Anna goyah, nyaris jatuh. Tangan Haris nahan lengan Anna.

"Kenapa ga bilang kamu sakit?"

"Ga enak badannya baru sekarang, ga tau kenapa kok pusing"

Anna sedikit ngerasa bersalah dengan Haris.

"Tadi hawanya panas kamu banyak minum es"

"Ya masa aku minum yang hangat?"

"Hhh... ayo pulang aja"

Anna kaget, keliatan jelas Haris ngalah. Anna ga mau berprasangka buruk, tapi semoga Haris enggak capek sama sifatnya ini.

"Kalau aku salah, tegur aku"

"Hah?"

Anna ngegeleng pelan. Badannya ga ngasih izin Anna untuk berdebat. Kepalanya pusing.

Anna meluk lengan kiri Haris, ternyata rasa itu masih ada. Walau sedikit, seenggaknya belum hilang. Anna masih bisa berjuang untuk mereka.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
save me, save you ;Taeyong-JisooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang