5 Desember 2019.
Udara masih dingin, langit masih biru, embun masih melapisi kaca, dan kristal es masih jatuh di atas pegangan pagar pembatas teras.
Ketika bunyi bel apartemennya berbunyi, dengan malas Yeonjun menuju keluar, membuka pintu dan mendapati sebuah amplop kecil berwarna biru muda tergeletak tepat dibawah kakinya hingga nyaris terinjak.
Identitas pengirim tercetak disudut kanan amplop yang ditulis dengan menggunakan huruf latin berwarna biru gelap.
Hanya itu.
Yeonjun menghela nafas, memutar bola matanya malas atas kelakuan adik sepupunya.
Kemudian, ia mengecek Handphone miliknya yang menampilkan 345 pesan tak terbaca.
Sehingga mau tak mau Yeonjun bangkit dari tidur malasnya dan mencuci muka.
Setelahnya, ia bergegas mengambil jaket serta helm dan pergi mengendarai motor hitam besar miliknya.
_________________________________________
Yeonjun mengendarai motornya dengan terburu-buru. Bukan karena takut terlambat, namun karena moodnya memang sedang buruk. Wajah Yeonjun suram, berbanding terbalik dengan cuaca saat ini. Yang cerah, walaupun masih musim dingin.
Sejujurnya, bila nanti ia bertemu dengan sepupunya yang satu itu, keinginan pertama yang akan Yeonjun lakukan adalah meninju wajahnya.
Bagaimana tidak? Sejak seminggu yang lalu ini, Kai selalu cerewet memintanya untuk menjadi seorang pengasuh anak cacat mental.
Tentu saja orang normal pasti menjawab tidak mau.
Apalagi untuk seorang Choi Yeonjun yang memiliki image setinggi langit. Mengasuh anak kecil saja ia tidak mau, apalagi mengasuh orang sakit jiwa?.
Memang benar Yeonjun adalah seorang mahasiswa psikologi. Tapi, tujuannya masuk kedalam psikologi itu bukan karena cita-citanya menjadi psikiater.
Ini semua paksaan, yang Yeonjun inginkan adalah menjadi seorang pembalap yang menang pertandingan disebuah arena dunia.
Namun, kepribadiannya yang rusak itu benar-benar merusak mimpinya. Karena merasa tak mampu menangani kenalakan anaknya, ibu Yeonjun nyaris gantung diri. Merasa gagal karena tidak mampu mendidik anaknya seorang diri.
Yeonjun pun tak dapat menolak ketika keputusan terakhir ini dilemparkan kepadanya. Menjadi seorang mahasiswa psikologi untuk belajar memahami pola pikir manusia, juga dengan pola pikir dirinya sendiri.
Choi Yena benar-benar ingin Yeonjun tumbuh menjadi manusia yang benar. Benar dalam artian tidak salah jalan maksudnya. Harapannya, setelah Yeonjun masuk kedalam dunia psikologi ini, Yeonjun bisa membuka jalan pikirannya dengan lebih baik dan lebih luas dengan berbagai sudut pandang serta bisa memperbaiki kepribadiannya menjadi sosok yang lebih baik lagi.
▪▪▪
Setelah kurang lebih 20 menit berkendara, pada akhirnya motor hitam berukuran besar itu terparkir didepan sebuah cafe sederhana dengan aksen cokelat hangat yang terlihat nyaman dikunjungi saat musim dingin.
Sentuhan warna lampu orange yang menjadi penerang didalam ruangan itu memberikan kesan hangat. Dan disudut ruangan yang paling gelap, tepat didekat pohon natal, Hueningkai duduk dengan menyesap kopi sambil melambaikan tangan ke arahnya.
"Halo hyung." Sapa pemuda blesteran itu padanya. Memberi Yeonjun petunjuk untuk segera duduk disampingnya.
Yeonjun menarik kursi didepan Kai, kemudian, laki-laki berusia 20 tahun itu dengan arogan mengangkat kaki kanannya untuk ditumpukan pada lutut kaki kiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Yourself : YEONBIN
FanficChoi Yeonjun adalah mahasiswa psikologi yang tinggal sendiri di Seoul. Sejak usia 7 tahun, ayahnya meninggal dunia. Sehingga ia tumbuh dan dibesarkan oleh ibunya seorang diri. Namun, ibunya juga tak bisa mengurusnya sepenuh waktu. Dikarenakan ibunya...