Sulit Rasanya - 2

433 6 4
                                    

Hany ingin masak special hari ini. Masakan terakhirnya untuk seorang Bisma. Karena sebentar lagi ia akan balik menjadi seorang anak pengusaha bidang entertainment yang hidup mewah dan penuh ke-glamour-an. Kembali pada tempat semula dimana seharusnya ia berada. Bukan seorang pembantu lagi.

Bisma berdiri dari duduknya. Kemudian mendekat ke Hany. Dan tanpa permisi membalikan badan Hany, begitu saja. Bisma memegang kedua bahu cewek yang mulai ia sayangi itu.

Sementara Hany, ia tergagap.

Beberapa detik lamanya, mereka saling menatap. Bisma, mencari celah masalah yang tersirat dari sorot mata seorang Hany, didalamnya, sangat dalam. Mencari dimana letak dan apa masalah yang bisa membuat cewek manis ini begitu terpuruk. Oh, iya...soal hubungannya dengan Lyra mungkin bisa jadi salah satu yang membuat Hany makin tepuruk. Bisma menyesal, menyesal membuat Hany semakin menangis deras.

"Apa???" tanya Hany dengan suara lembut yang tak biasa. Ia mencoba sekuat mungkin untuk tidak menangis, karena ia hanya bisa diam, diam menyimpan soal kepergiannya ke Korea itu.

"Sorry,..." kata Bisma pelan. Dengan matanya yang sendu. "Sorry,...karena gue lebih memilih..."

"Udahlah...gue juga tahu kok elu lebih suka dia. Iya, kan??" sambar Hany memotong pembicaraan Bisma. Ia tahu, Bisma pasti akan membahas soal hubungannya dengan Lyra itu. Ia tahu.

Please, hari iniii aja...elu jangan bahas dia. Gue ingin bersama elu...tanpa memikirkan dan membicarakan orang lain. Hanya kita berdua. Berdua. Please, batin Hany memohon dengan sangat. Andai saja kata itu bisa keluar langsung dari mulutnya. Tapi, terasa sulit. Karena ia tahu, pasti Bisma akan curiga. Pasti ia bertanya dan menganggap gue menyembunyikan sesuatu darinya.

Hany tersenyum. Lebih tepatnya mencoba tersenyum meski itu getir.

"Gue yakin, itu pilihan terbaik buat elu." Bijak Hany sambil mengusap bahu Bisma. Membuat Bisma tidak perlu khawatir dan terbebani.

Dan pilihan terbaik juga untuk gue melupakan elu. Melupakan semua yang udah terjadi diantara kita, sambung Hany dalam hati.

"Gue cuma bisa bilang maaf. Karena gue tahu, pasti hati elu hancur." Ujar Bisma dengan raut wajah yang sulit diartikan.

Menyesal, menyesal telah menjadikan seorang Lyra kekasihnya.

Hany tersedak.

"Hancur?? Enggaklah. Masih banyak kali cowok diluar sana yang mau sama gue." Sahut Hany dengan gurauan. Ia tertawa.

Gue tahu, elu bohong Hany. Meski elu tertawa, gue bisa lihat kehancuran disana. Dan gue merasakannya. Elu terlalu kuat untuk menahan rasa sakit itu, pikir Bisma, heran.

"Tatap mata gue, Hany!!!" tegas Bisma tiba-tiba. Membuat Hany berhenti tertawa. Dan langsung menatap mata Bisma.

Hany terdiam dalam sekejap. Terbawa oleh ikatan mata Bisma yang sulit dilepaskan itu.

"Ada kebohongan disana. Ada rasa kepura-puraan disana. Ada rasa untuk mencoba kuat disana. Terlihat, terpancar...di mata elu, Hany. Gue bisa melihatnya." Kata Bisma pelan, dengan nada yang halus. Jarang Bisma berkata dengan nada sehalus ini. "Apa elu bisa untuk tidak mencoba itu?? Mencoba bohong, membohongi perasaan elu sendiri. Mencoba berpura-pura didepan gue. Mencoba kuat tapi sebenarnya elu rapuh."

Tak terasa, air mata itupun akhirnya jatuh juga. Satu tetes membasahi pipi Hany. Ia memang tak kuat untuk menahan tetesan air matanya. Walau mencoba sekuat mungkin.

"Gue...gue sedih. Gue memang hancur. Bahkan gue...gue sakit hati, patah hati. Disini. Disini yang gue rasakan..." ujar Hany sambil menunjuk ke dadanya. Tempat dimana hati itu retak oleh sebuah berita mengenai hubungan cowok yang ia cintai telah menjadi milik cewek lain. "Tapi, apa yang bisa gue lakukan, Bisma?? Heh??!! Enggak ada. Karena semuanya udah terjadi. Elu...elu udah menjadi milik orang lain. Apa gue harus melakukan sesuatu supaya elu suka sama gue, sayang sama gue, cinta sama gue dan membuat elu menjadi milik gue?? IYA??! Gila. Gue gak sejahat itu, Bisma!!!" jelas Hany dengan rasa sesak didadanya.

Bukan Pembantu BiasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang