Sebuah Rahasia?

12 1 0
                                    

Mungkin Rio tak tahu kalau aku tahu.

SMS ke nomor Rio dari agen pemasaran rumah online yang mengkonfirmasi jadwal pertemuan untuk mengurus surat-surat ‘Rumah yang sudah Pak Rio pilih bersama Ibu’-lah yang membukakan bagiku segala-galanya.

‘Rumah yang mana?’

Agak gugup kusentuh tombol ‘send’. Pertanyaan yang sembrono, dan pasti membingungkan. Tapi si sales menjawab dengan mencantumkan alamat lengkap. Sebuah daerah di Jakarta Timur.

Buru-buru kuhapus thread sms setelah kusalin alamat itu persis sebelum Rio keluar dari kamar mandi.

Aku mengendus hawa busuk. Jelas, bukan aku yang dibawa Rio memilih-milih rumah. Kami belum pernah membicarakan tentang penambahan properti.

Lalu siapa?

Hatiku mendidih, melumpuhkan pikiran jernihku.

Berhari-hari aku gelisah. Memikirkan Rio yang entah ada di belakang meja kerjanya atau tidak, membuat perutku melilit sepanjang hari. Anak-anak pun kena omelanku.

Setiap Rio kembali ke rumah, aku selalu dengan teliti memeriksa kemejanya. Adakah bekas lipstik yang menempel, ataukah wangi parfum yang berubah. Namun aku tak pernah menemukan keganjilan seperti lazimnya cerita-cerita perselingkuhan.

Rio yang kuhadapi tetap Rio-ku yang dulu, sikapnya kepadaku tak berubah; memanjakanku dengan hadiah-hadiah kecil dan memesonaku dengan senyumnya. Senyum yang sejak pertama kupuja dan membuatku jatuh cinta. Kecupan mesranya selalu menjadi tanda bahwa ia pulang ke rumah, untukku. Dan ini membuatku senewen.

Aku lalu berpikir, barangkali Rio ingin memberikan kejutan kepadaku. Bulan depan adalah ulang tahunku dan ulang tahun pernikahan kami ke limabelas.

Namun persangkaanku keliru. Rio memang memberikan aku hadiah. Jam tangan merek ternama yang memang sudah kuidamkan.

Tapi bukan rumah.

Aku tak mau dibebani rasa penasaran terlalu lama, hingga kuputuskan untuk mengecek alamat rumah itu, saat Rio ke Bali. Meeting dengan investor katanya.

Cinta yang MembunuhmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang