V . Scarlet

127 29 1
                                    

         Ditengah-tengah kegelapan malam castle barat kerajaan Xeverius, aku berdiri di lorong castle sambil menatap langit malam yang dipenuhi bintang-bintang berkelap kelip. Langit malam yang Indah, sangat indah. Aku menikmati apa yang bisa kunikmati. Disini saat sunyi, tenang --membuatku merasa damai. Mungkin tidak ada yang menyangka seorang gadis berdiri di lorong castle yang sangat sunyi. Tentu saja aku membuat lingkaran kekuatanku. Aku selalu berfikir, Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi, jangan mengandalkan orang lain, karna suatu saat kau akan ditinggalkan atau kau meninggalkan. Tidak ada yang tahu. Masa depan selalu berubah-ubah seperti yang sudah Cress bilang padaku ' ingat-ingat lah ini Scarlet. Setiap langkah yang kau perbuatan dapat merubah masa depanmu, maka berhati-hatilah' sampai sekarang aku tidak mengetahui Cress menetap dimana? Klannya sering berpindah-pindah tempat di luar angkasa sana. Entah di planet yang mana ...

       Di kesunyian malam pada lamunanku, aku mendengar suara langkah kaki yang menggema dan terus menggema. Dari suara langkah kakinya sepertinya ia berjalan seorang diri. Semakin lama suara langkah kakinya semakin keras dan jelas dan semakin mendekat ke arahku. Aku tidak menoleh sama sekali, aku tidak peduli selama lingkaran pelindungku aktif tidak ada yang bisa menyakitiku.

        Langkah kakinya berhenti tepat di belakangku. kurasakan suhu tumbuhnya, 'keparat, ini terlalu dekat' batinku, aku kehilangan fokusku, belum sempat aku menoleh, tangan keparat ini sudah memegang pundakku. Instingtif, tanganku langsung memegang tangan keparat ini yang sedang berada di pundakku, kupelintir ke belakang seperti saat aku berlatih bela diri. Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku bersyukur pernah mengikuti bela diri yang tadinya kupikir sangat tidak berguna kalau seseorang mempunyai kekuatan sepertiku. aku mencoba menoleh arahnya.

"KURANG NGAJAR!" Hardikku sambil menoleh ke arahnya.

"Kau hampir mematahkan tanganku, my Scarlet" gumamnya

"Aku berencana mematahkan lehermu bila perlu"

"Tak apa, nyawaku ada di tanganmu. Scar, latihan hari ini. kamu baik-baik aja?" goda Arvind dengan senyum manisnya.

"Sudah jelas bukan? Scarletmu ini selalu baik-baik saja "

        Tanganku menelusuri dada bidang Arvind, menatap matanya dengan sangat dalam. Tinggi badan kami hampir sama, jadi aku tidak perlu menengadah untuk melihat matanya. Aku ingin menanyakan balik, apakah dia baik-baik saja, tetapi pertanyaan itu sudah terjawab saat aku melihatnya secara utuh, matanya masib lengkap -dua- telinganya masih lengkap -dua- kakinya lengkap juga dengan tangannya, tidak ada yang diamputasi. Membuatku bersyukur.

"Ngomong-ngomong soal latihan, hal apa yang membuatmu baik-baik saja ? Padahal aku sempet kehilangan kendali"

"Ulah Helena. Kau sudah tau bukan? Dia menjagaku sejak dia menghampiriku, mukanya sedikit kelihatan panik ketika dia sadar kau sempat kehilangan kendali."

"Well, aku sedikit meragukan tapi kalau kau yang berbicara, mungkin aku bisa mempercayai hal tersebut" aku tau betul betapa kejamnya Helena.

"Kau selalu skeptis. Oh ya, bulan ini kau mau berlibur kemana, sayang?"

Mana mungkin aku berlibur apalagi dalam jangka waktu dekat. Dia tahu itu mustahil, kenapa harus ditanyakan. Apakah omong kosong menjadi budaya Bangsa Manusia?

"Tidak perlu menghiburku seperti itu. entah kau sadar atau tidak, aku dilahirkan untuk ini---menjadi tameng yang kuat, yang tak terkalahkan dengan cara terus berlatih tanpa henti. Tidak ada waktu untuk berlibur dalam hidupku---- mungkin. Arv, Jangan mengharapkan berlibur dengaku. Kau tahu aku tidak bisa berlibur dalam jangka waktu dekat maupun panjang " aku membalikan badanku ke posisi semula, berharap Arvind tidak melihat air mata yang hampir menetes, tentu kutahan sebisa mungkin. 'sepertinya aku bukan wanita yang tepat untuknya' batinku

        Arvind meraih tubuhku, kedua tangannya menghimpit pinggangku, dagunya bersentuhan dengan bahuku, dia memelukku dari belakang. Detik demi detik semakin erat, semakin tidak ada jarak seperti tidak ada perbedaan diantara kita, seperti tidak ada yang bisa memisahkan. Dalam jarak sedekat ini aku dapat mendengar nafasnya, detak jantungnya yang selalu kuharapkan tetap berdetak, semuanya stabil seakan-akan tidak ada masalah dalam hidupnya padahal Arvind sadar betul berhubungan denganku sama dengan masalah untuknya.

"Ingatlah ini Scarlet, diluar sana banyak yang berharap mendapatkan kekuatan seperti bangsamu. Aku layak kau buat contoh terdekat "

"Kalau begitu,kau harus ingat ini Arvind. Dibalik kekuatan yang kau terima terdapat tanggung jawab yang kau pikul seumur hidupmu"

"Dan berkat aku, kau mendapatkan istirahat dari tanggung jawabmu. meskipun aku hanya bangsa manusia tapi otakku terlalu cerdas untuk memanfaatkan keadaan " Arvind melepaskan pelukannya dariku, dia berjalan ke arah kananku. Tanpa aku menoleh, aku sadar sekarang dia mengsampingkanku dan sama-sama menatap langit.

"Aku minta liburan bersamamu dengan bayaran aku harus siap kapanpun yang dibutuhkan saat kau berlatih, walaupun hanya sekali liburan. Aku pikir itu sepadan..." Lanjut Arvind

        Berharap aku mempercayainya, bangsa Endless bahkan tidak perlu meminta izin untuk menggunakan jasa bangsa Manusia yang keberadaannya tidak terlalu penting di wilayah kami. Bangsa Endless dapat membunuh Bangsa Manusia kapanpun yang mereka mau meskipun dalam aliansi kita berjanji untuk melindungi Bangsa Manusia namun pada kenyataannya berbeda. mereka akan berdahlil dengan cara apapun kalau itu kesalahan bangsa Manusia. Begitulah sebenarnya isi Aliansi yang dimaksud bangsa Endless untuk melindungi Bangsa Manusia yang kedudukannya berarti. Arvind, tidak termasuk di dalamnya. Dia dapat dikubur dimanapun di tanah kerajaan Xeverius tanpa ada yang susah payah untuk mencarinya kecuali aku. Akan tetapi tetap saja aku mempercayai apa yang keluar dari mulut Arvind. Yah, Helena sudah bilang cinta membuat orang menjadi TOLOL.

" Iya sepadan kalau di lihat dari sudut pandang Helena"

" Jadi kau mau kemana? "

"Kemanapun yang kau mau, aku disampingmu. Selalu "

        Aku memandang wajahnya kemudian mata kita saling bertemu, lalu turun memandangi bibir satu sama lain. Aku mulai menciumnya begitupun Arvind menyambut bibirku dengan sangat lembut dan perlahan. Tangan kananku meraih rambutnya, meremas-remas rambutnya seiring dengan gerakan bibir yang kita ciptakan. Tangan kiriku memegang lehernya. Pada saat ini aku menyadari bahwa Arvind sebuah nikotin untukku. Aku tidak bisa melepaskan nikotinku. Aku tidak bisa melepaskannya. Aku tidak bisa kehilangan orang yang kusayang lagi. Tidak lagi. Tidak akan terjadi dengannya.

"Akan kukabarkan kita akan kemana. Sekarang pulanglah . Aku masih belum siap dibunuh papah mertua "

        Kita terkekeh, Edmund tidak bisa menerima Arvind. bukan tidak bisa tapi belum-- setidaknya menurut harapanku. Mungkin suatu saat---suatu saat keajaiban akan datang untuk kita. Suatu saat yang belum diketahui kapan datangnya, cepat atau lambat. Edmund akan mengerti bahwa Arvind tujuan hidupku dan sebagai seorang Ayah tentu tidak ingin kehilangan anak satu-satunya. Ya aku tau sekali lagi Helena bilang cinta membuat orang menjadi TOLOL.

        Aku terus berharap dalam doa yang tiada hentinya demi seorang pria dari bangsa Manusia yang terus kuharapkan. Aku membenci kenyataan ini. Kenyataan bahwa diriku sangat mengharapkannya, walaupun aku menyadari kalau harapan adalah akar dari rasa sakit. Akan tetapi, saat aku melihat senyumnya, mendengar suaranya, merasakan sentuhannya, aku bertekad untuk selalu berharap begitu dalam untuk tetap bersamanya apapun yang terjadi dan ketika Arvind tidak sedang berada disampingku, aku bertekad akan melepaskannya sekuat yang kubisa karena ini rumit, kompleksitas.


Bangsa EndlessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang