Rini berlari sekuat tenaga. High heels yang dipakainya sudah terlepas dari tadi. Napasnya memburu beradu dengan degup di dadanya. Tak dipedulikannya bedak dan lipstik yang meluntur karena keringat. Yang penting ia harus lari.
Malam yang minim cahaya bulan semakin menyulitkan pandangan Rini yang kabur karena air mata yang menderas. Ia berusaha melawan rasa takutnya.
Lari, terus lari.
Tak sekali pun ia menoleh ke belakang. Anak-anak buah Mami Sandra pasti masih mengejarnya. Langkah-langkah mereka yang berat terdengar begitu dekat. Ia tak boleh tertangkap. Tak sanggup ia membayangkan yang terjadi selanjutnya jika ia tertangkap.
Napasnya mulai terengah-engah. Rini masuk ke dalam sebuah taman terbuka. Lampu jalan menyorot ke tengah taman serupa spotlight di atas panggung. Ia mulai putus asa. Tak ada tempat untuk bersembunyi. Kakinya mulai gemetar.
Rini tersungkur di balik semak yang berumpun dan tebal, terlindung di bawah sebuah pohon tinggi dengan batang besar. Napasnya seakan habis terisap rasa takut. Susah payah Rini menahan dengus napasnya yang terdengar keras di telinganya, takut suaranya terdengar oleh gerombolan lelaki yang mengejarnya.
Air matanya mulai berjatuhan lagi. Kedua sendi kakinya seakan mau lepas. Gemetar. Udara dingin juga mulai menusuk, menyeruak masuk ke dalam lapisan kulitnya yang basah karena peluh.
Ini pasti sudah lewat tengah malam. Rini memandang ke atas, ke langit yang gelap, pada bulan yang setengah bagiannya terlindung awan abu-abu. Angin mengandung bibit hujan. Dalam isaknya Rini berharap hujan segera turun dan membubarkan usaha pengejarannya.
Masih terbayang di pelupuk matanya kejadian barusan.
Sedari sore Mami Sandra mendandani Rini dan keempat gadis lainnya; Sofi, Lala, Nina dan Lastri.
“Kalian kerja mulai malam ini,” kata Mami sambil menyodorkan setumpuk pakaian berpotongan seksi yang harus mereka pakai, tanpa ada penjelasan lain.
Rini mulai meraba sesuatu yang tidak ‘enak’. Selintas bayangan wajah ibu melintas dan Rini merasa ngeri.
Kengerian Rini bertambah tatkala Mami Sandra membawa mereka ke Club. Musik hingar bingar, lampu temaram dan asap rokok yang membumbung mendesak langit-langit ruangan bercampur dengan wangi parfum dan aroma alkohol membuat Rini sempoyongan. Sontak Rini membalik badannya, tapi cengkraman kuat anak buah Mami menahannya.
“Mau ke mana?” tanyanya kasar.
Di hadapan Rini seorang lelaki dengan kumis tebal dan mata melotot menghadangnya.
“Saya… saya mau di kamar saja, Om,” Rini memelas.
Mami Sandra mendekat. Tanpa banyak tanya menarik Rini dan mendudukkannya di sofa bersama seorang lelaki berjas biru bertampang mengesalkan dan asap yang tak berhenti mengepul dari mulutnya.
“Ini loh, Mas Andre, barang barunya. Baru datang dari Jakarta,” kata Mami sambil tersenyum.
Yang disenyumi membalas dengan seringai yang lebar. Matanya membelalak kegirangan.
“Gitu, dong,” pujinya senang.
Tangannya merangkul pundak Rini yang berusaha melepaskan diri. Bau alkohol menguar dari mulutnya.
“Pelan-pelan aja, Mas. Namanya juga barang baru. Impor lagi,“ Mami Sandra mengedipkan mata, membuat lawan bicaranya terbahak-bahak.
“Oke, oke, tenang aja… Iya kan cantik?”
Lelaki yang dipanggil Mas Andre itu mencubit dagu Rini.
Rini menepis tangan mas Andre dengan kasar. Mami Sandra mendekatinya dengan mata membesar dan berbisik, “Awas kamu, jangan cari gara-gara.” Suaranya dalam dan menekan, menciutkan nyali Rini.
Sepeninggal Mami Sandra, Mas Andre semakin brutal tak sabar. Kepala dan tangannya berkali-kali mendekati leher dan paha Rini yang terbuka, berusaha merengkuh dada Rini yang menyembul di balik blouse yang transparan. Berkali-kali pula Rini menghindar tapi tangan Mas Andre yang kuat menarik Rini kembali duduk di atas pangkuannya.
Pemberontakan Rini semakin membuat Mas Andre kehilangan kendali. Dengan kasar ditariknya tangan Rini, lalu bergegas menaiki tangga di balik meja bar.
Rini berusaha melawan. Di anak tangga yang kedua, hentakan tangan Rini melepaskan cengkraman Mas Andre yang mabuk.
Tanpa menunggu lama, Rini segera turun, lari menyeruak di antara kerumunan orang yang sibuk di lantai dansa. Teriakan mas Andre tenggelam ditelan suara musik yang keras.
Rini berhasil mencapai pintu keluar di lantai dasar saat ia menyadari beberapa orang anak buah Mami mengejar di belakangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tak Lebih dari Sepenggal Galah (2012)
Ficción GeneralTak semua apa yang ada di kepalamu berjalan seperti apa yang kau inginkan.