(BLACK) RAPUNZEL

27 6 5
                                    


Aku adalah sandera, tanpa hak berbicara dan melakukan sesuatu tanpa ijinnya. Dari dalam kamar di sebuah menara yang terletak di dalam hutan, hanya dapat memandang lewat jendela burung-burung berterbangan. Rusa memakan dedaunan dan berbagai makhluk hutan lainnya.

Namun, aku tak pernah menemukan seseorang pun melintas di bawah menara. Kalau seandainya ada ... aku ingin berteriak, agar orang tersebut tahu keberadaanku.

Tidak! Aku tidak boleh berteriak. Seandainya kulakukan itu, dia akan mengetahuinya dan keluargaku akan dibunuh.

Semua berawal dari perjanjian itu. Ayah berjanji untuk menikahinya. Namun, ingkar. Dia meghilang, tapi tepat usiaku 17 tahun seorang wanita dengan gaun hitam datang dan mengancam akan membunuh keluargaku jika tak menyerahkanku padanya.

Tak ada yang berani melawan, walau ayahku seorang raja dengan pengawalan penuh dari pemuda-pemuda terbaik di kerajaan kami. Dengar sihir, ia mampu melumpuhkan siapa saja yang berani melawan perintahnya.

Aku tak ingin melihat mereka dibunuh, maka dengan suka rela aku ikut dengannya ke menara ini. Namun sebelum itu, aku meminta sesuatu padanya sebagai syarat . Dia memenuhinya.

"Baiklah kuterima syaratmu. Namun, aku juga memberikan syarat padamu."

"Baiklah aku terima syaratmu." Aku melihat ke arah ayah yang duduk lemas di singgasananya, dan ibu terus saja menangis.

"Berpamitanlah kepada mereka, belum tentu kalian akan bertemu kembali," sarannya.

Aku menatap mata penyihir itu, tak habis pikir bagaimana ia bisa menyarankan hal tersebut. Bukankah ia perempuan jahat?

Setelah berpamitan, aku ikut dengannya ke menara ini. Ini adalah ulang tahunku yang ke dua puluh tahun. Tanpa ayah, ibu, dan keluargaku, merayakannya sendiri ... ah tidak, dia selalu merayakannya untukku selama tiga tahun ini.

Entahlah, aku tak merasa dianiaya olehnya. Justru yang tampak adalah sebuah kasih layaknya seorang ibu.

Suara tapak kuda terdengar olehku sayup-sayup. Segera kumelihat ke bawah melalui jendela. Seorang pemuda dengan pakaian ala bangsawan, dengan menunggang kuda berwarna hitam terlihat mendekati menara.

Sesaat mata kami bertemu saat ia melihat ke atas.

"Hai kau yang di sana, apa kau tinggal di sini?" tanyanya.

"Aku adalah sandera, Tuan. Maukah kau membebaskanku?"

"Tentu saja, bagaimana caranya?"

Aku menjawab dengan mengulurkan rambutku. "Naiklah dengan memanjat rambutku."

Pemuda itu dengan segera memanjat rambutku. Namun ... ia terjatuh dan tak bergerak lagi.

Begitulah seterusnya hingga pemuda ini datang dan berhasil memanjat hingga ke kamarku.

"Aku telah menunggumu selama ini. Apa kau bersedia menikahiku."

"Apa aku mengatakannya begitu?"

"Dasar laki-laki, kau bilang akan melakukan apa saja untukku termasuk menikahiku." Kutebas lehernya saat ia mengakhiri kata-katanya itu.

"Lihat, benar kataku bukan?" bisik penyihir itu dari belakang. "Dia mengira kau gadis cantik, tapi saat mengetahui semua di luar dugaannya ia mengingkari. Begitu juga ayahmu dulu. Namun aku terlanjur mencintainya. Aku datang bukan untuk membunuh, tapi ia menfitnahku demikian. Kau pun termakan kata-katanya juga bukan?"

Aku mengangguk membenarkan.

"Laki-laki semua sama, begitu juga yang sebelumnya. Saat memanjat, ia menoleh ke arahku tanpa berkedip. Keyakinannya goyah, memilih kau atau aku. Untuk itu, sesuai perjanjian kita. Kupotong rambutmu." Ia tersenyum ke arahku. "Aku akan membebaskanmu jika ada pemuda yang benar-benar tulus mencintaimu, karena tak ingin kau mengalami kekecewaan sepertiku. Walau ayahmu dulu ingkar janji, tapi aku tak pernah membencinya dan mu."

Jkt, 13 Januari 2019
Repost

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 18, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

CELAH KOSONGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang