Antara Salib dan Tasbih - Part 02
"Tiara akan menikah sebulan lagi, Venz," ucap Sam padaku suatu malam.
"Secepat itu?" tanyaku kaget.
"Berdasarkan pengakuan Tiara, ia memang harus dinikahkan segera agar aku jangan menganggunya lagi. Aku sudah tidak tahu harus bagaimana lagi." Samuel mendesah pasrah.
"Mungkin kamu harus mulai belajar untuk melepaskan dan melupakan Tiara, Sam," ucapku hati-hati karena aku tahu kalau Samuel sangat menyayangi Tiara. Sudah terbukti dengan peristiwa Tiara diusir dari rumahnya.
"Aku tidak bisa, Venz. Sudah banyak suka duka dan perjuangan yang kami lalui bersama, haruskah berakhir hanya karena perjodohan dan pertunangan yang sepihak? Sesungguhnya Tiara tidak bahagia, sebagaimana aku," ucap Samuel kesal.
"Lantas, apa yang akan kamu lakukan? Menurutku sudah tidak ada peluang lagi untuk memperjuangkannya."
"Cinta tak harus memiliki itu hanyalah perkataan dari orang-orang munafik, Venz. Cinta memang terkadang tidak direncanakan, tetapi ketika segalanya bersemi, itu artinya ada yang harus diperjuangkan," ucap Samuel lirih.
"Aku mungkin adalah orang munafik, tetapi aku lebih memilih untuk realistis dan rasional dengan keadaan bahwa memperjuangkan cinta beda keyakinan itu sangat sulit. Terkadang, ada hal-hal tertentu dalam hidup yang tidak akan pernah bisa digapai dan diraih walau dipaksakan sekalipun." Aku mencoba membuka jalan pikiran Sam.
"Mungkin kami lebih baik kawin lari saja," kata Sam tiba-tiba.
"Kalian hendak melarikan diri ke mana? Apa yang sudah kalian persiapkan sebagai bekal untuk tinggal sendiri secara mandiri berdua? Pekerjaan apa yang akan kalian lakukan untuk dapat bertahan hidup? Cinta saja tidak cukup Sam, sama sekali tidak cukup." Aku geleng-geleng kepala mendengar keinginan Sam.
"Bagiku, sekarang ini cinta itu adalah tentang pergi atau ditinggal pergi. Aku pergi untuk memperjuangkannya atau malah hanya pasrah dan pada akhirnya ditinggal pergi," jawab Sam.
"Kamu salah kalau memilih jalan itu, Sam. Membina rumah tangga tanpa restu orangtua itu selain tidak akan bahagia, juga tidak akan bertahan lama. Bahkan, Tiara akan semakin dibenci oleh keluarganya. Tegakah kamu melakukan itu padanya?"
"Aku tidak yakin bisa hidup tanpa Tiara, Venz. Jikalau memang tak ada lagi kemungkinan lain agar aku bisa bersama Tiara, biar akulah yang menjadi mualaf," ucap Sam sambil mempermainkan sepotong ranting kecil di tangannya. .
Aku kaget luar biasa mendengar kalimat Samuel barusan. Sebesar itukah kekuatan cinta sehingga mampu merubah seseorang? Semenyilaukan apakah cahaya cinta sehingga mampu membutakan mereka yang terbuai oleh cinta itu sendiri?
Pada akhirnya aku mengakui bahwa cinta itu memang buta. Cinta. Sebuah kata yang kelihatannya indah namun dapat menghancurkan kehidupan seseorang kapan saja. Hanya satu kata namun mampu mengukir ribuan bahkan jutaan kejadian yang beragam. Cinta adalah perasaan, cinta adalah luka, cinta adalah pengorbanan.
"Jangan pernah memeluk suatu agama tanpa mencintai dan mengimani ajarannya, Sam. Untuk apa kamu memilih menjadi muslim hanya agar bisa sehidup semati bersama Tiara? Agama itu bukan permainan, bukan pula untuk digunakan sebagai batu loncatan dalam menggapai cinta. Ketulusan tidak akan berarti lagi jika demikian." Aku menolak keinginan Sam jika hendak menjadi mualaf hanya agar bisa tetap bersama Tiara dalam cinta.
"Aku akan mengubah yang mustahil menjadi mungkin, Venz. Merobohkan tembok paling tebal dan tertinggi agar dapat bersama Tiara. Demi dirinya, aku rela meninggalkan jubah keyakinanku. Aku akan mulai belajar tentang agama Islam, Tiara pasti bersedia menemani dan membimbingku menuju ridho Tuhannya," gumam Samuel pelan.
"Sudah yakin dengan pilihan kamu?" tanyaku tak percaya.
"Sebenarnya belum, tapi aku akan mencobanya," ucap Samuel meragu.
"Aku kecewa sama kamu dan juga Tiara, Sam. Dengan mudahnya kalian menggadaikan serta menjual agama dan Tuhan hanya demi cinta. Mati-matian memperjuangkan cinta dan secara sukarela menantang badai," ujarku miris.
Cinta memang memiliki kekuatan maha dahsyat yang mampu memindahkan gunung dari satu pulau ke pulau yang lain atau mengubah lahar panas menjadi es membeku. Mengubah malang menjadi untung, sedih menjadi riang, iblis menjadi malaikat, sakit menjadi sehat, kikir menjadi dermawan, kandang menjadi taman, dan masih banyak lagi yang lain.
"Aku sudah pernah berjanji kalau Tiara adalah wanita terakhir dalam hidupku. Tetapi sepertinya segala kemungkinan adalah arah dan jalan yang salah," Sam mendesah pasrah.
"Jangan berlari mengejar cinta karena cinta itu seperti bayangan, Sam. Apabila kamu berlari untuk mengejarnya, maka dia juga akan berlari dan sulit engkau jangkau. Ketika kita tidak bisa memiliki, janganlah memaksa. Boleh jadi ada pilihan lain yang telah menunggu." Aku menepuk bahu Samuel pelan.
"Melupakan itu bukan perkara mudah Venz, bukan sekedar membalikkan telapak tangan. Berusaha mengalihkan perasaan itu juga sulit, ibarat menabur gula dalam lautan lepas untuk mencoba mengubahnya dari rasa asin menjadi manis." Aku tak bisa mengartikan arti pandangan mata Samuel.
"Ketika seseorang jatuh cinta, ia kehilangan kemampuan mengkritisi orang yang dicintainya. Itulah yang menyebabkan seseorang sering salah mengambil keputusan ketika sedang terbuai cinta. Aku hanya memintamu untuk mempertimbangkan segala sesuatunya dengan cara pikir yang bijak agar tidak salah memilih, Sam. Terkadang, otak terlalu egois dalam menentukan pilihan."
"Aku bingung, Venz. Situasi beberapa hari belakangan ini membuatku serba salah," kata Samuel lalu menghembuskan nafas berat.
"Cinta yang rela kau kejar, berarti harus juga rela kau lepas. Dalam hidup, semuanya akan datang dan pergi dan dari situlah kita belajar arti keikhlasan." Aku mencoba menguatkan Samuel.
"Aku hanya menyarankan, Sam. Kamu juga mesti bilang pada Tiara agar jangan menggadaikan dan menjual Tuhan dan agama hanya demi cinta. Lupakanlah segala kisah yang sudah terjalin, jalanilah hidup masing-masing. Jangan menghabiskan waktu dengan kisah cinta yang tiada kejelasan seperti ini," gumamku pelan.
"Mungkinkah aku mampu?" Kalimat Sam terdengar seperti ia bertanya untuk dirinya sendiri.
"Aku sudah belajar suatu hal tentang cinta. Bahwa ketika mengejar dan memperjuangkan seseorang yang kita cintai itu sama seperti berlari dikejar bayangan sendiri. Semakin cepat, bayangan itu juga berlari dengan kecepatan yang sama hingga mungkin saja mengabaikan orang lain yang juga mengejar kita," ujarku mantap.
-----ooOoo-----
To be continued..
KAMU SEDANG MEMBACA
Dilarang Jatuh Cinta! 2
Любовные романыWARNING!! BERISI KONTEN SENSITIF, DIHARAPKAN TIDAK TERBAWA OLEH EMOSI YANG BERLEBIHAN KETIKA MEMBACA BAGIAN YANG MENYEBABKAN GEJOLAK EMOSIONAL. . . "Hanya ada dua pilihan ketika menjalani cinta beda keyakinan, ganti Tuhan atau ganti pacar. Sesungguh...