45

31 6 0
                                    

Rana menghela nafasnya berat. Duduk di bangku kelasnya menunggu semua orang agar keluar terlebih dahulu. Bosan Rana menopang dagu nya. Bingung bagaimana lagi harus mencari uang untuk membeli tiket ke Swis. Dinda begitu ingin pergi kesana, dan Rana sama sekali tidak tau harus bagaimana lagi mengabulkan.

Dinda sering mengajaknya makan, membayari jajan nya, membelikan dia novel,es krim dan boneka yg dia pastikan begitu malah. Dinda juga selalu menjaganya. Jadi, tidak salahkan dia mengabulkan permintaan Dinda? Ya, walaupun itu begitu mustahil.

"Lo kenapa sih?"tanya Revan di sampingnya sibuk memainkan game

"Gue bingung"

"Bingung kenapa?"tanya Revan masih menatap ponselnya.

"Lo ngomong sama gue apa sama hp lo"ketus Rana

"Bentar lagi sayang"katanya lembut dan menyengir kuda.

Rana mendengus kesal, menghentak²an kaki nya dan mulai gusar. Lelah melihat pacarnya itu, Revan mengakhiri permainannya dan memasukkan ponselnya ke dalam kantongnya.

"Lo mau es krim gak"tanya Revan.

Rana sedikit tergiur,tapi dia begitu malas untuk bepergian hari ini. Dia hanya ingin bertemu Dinda saja, hanya itu.

"Gue mau jenguk Dinda aja" katanya mulai berdiri dan keluar dari kelas. Revan segera mengikuti pacarnya itu, merasa kasihan. Rana pasti begitu tertekan dengan keadaan Dinda. Revan tau, Dinda dan Rana tidak bisa dipisahkan. Terbuktinya ketika Dinda ingin mendonorkan jantungnya kepada Rana, tapi saat itu juga ada Kanya-saudara kembar Dinda yg menggantikannya hingga akhirnya
Dinda pergi ke London mengikuti orangtuanya untuk rujuk kembali. Rana seperti mayat hidup, tapi saat Dinda kembali Rana kembali bersemangat. Dinda juga sangat bahagia bertemu kembali dengan Rana.

Rana duduk tenang di dalam mobil, menyenderkan punggungnya di bangku mobil dan memejamkan matanya sebentar. Mencoba menenangkan pikiran, hati dan badannya.

"Kita udah sampe"kata Revan memberitahu Rana. Rana mengangguk dan turun dari mobil Revan.

"Nanti gue dtng lagi. Gue ada urusan bentar"pamit Revan.

Rana mengangguk saja. Kemudian berbalik dan berjalan menelusuri koridor rumah sakit menuju ruangan Dinda. Tangannya memegang handle pintu dan membukanya, menampilkan Dinda yg sedang tertidur pulas. Perlahan Rana mengusap kening Dinda, kemudian beralih menggenggam tangan Dinda yg selalu dingin.

"Ma,Pa,Kak Kanya. Tungguin Dinda disana"ngigau Dinda. Rana mencoba tersenyum menahan rasa sesak didadanya saat mendengar igauan Dinda.

Apa ini waktunya Rana mengikhlaskan Dinda pergi? Tidak, Rana tidak akan bisa! Rana begitu menyayanginya! Rana sama sekali tidak pernah membayangkan hidupnya tanpa Dinda. Seluruh hidupnya selalu dipenuhi dengan nama Dinda-sahabatnya.

"argh"erangan kecil dari Dinda, membuat Rana membelakanginya sejenak dan menghapus air bening di sudut matanya.

"Rana"panggil Dinda dengan mata yg masih tertutup

"Ya?"jawab Rana mengelus lembut punggung tangan Rana dengan ibu jarinya.

"Haus"keluh Dinda dengan suara yg serak.

Rana terkekeh, meraih gelas di atas meja dan membantu Dinda untuk duduk di atas Ranjang. Rana menuntun Dinda untuk minum, Dinda meminum air itu dengan tidak bertenaga. Dia begitu lesu karna baru saja melalui proses kemoterapi. Dinda mengangguk kepalanya, memberikan kode bahwa sudah cukup. Rana menarik gelas itu lagi, kemudian menaruhnya kembali di atas meja.

"Gue bosen"keluh Dinda.

"Kita ke taman aja gimana?"ajak Rana.

Dinda mengangguk saja. Kemudian menurunkan kakinya menginjak ubi lantai yg dingin, karna kakinya yg tidak kuat, Dinda terjatuh tapi dengan sigap Rana memegangnya kemudian mengangguk pasti memberitahu bahwa dia bisa membantu Dinda berjalan.

Friend? Don't Leave Me(Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang