#6; Matcha dan kebenaran

2.3K 134 0
                                    

Setelah ia meninggalkan toko itu, ada rasa heran pada dirinya sendiri, kenapa ia membeli 'guling kotak' itu.

Bahkan penjaga toko itu sempat bertanya. "Untuk istrinya lagi hamil ya kak?"

Untung saja sepertinya penjaga toko itu tidak tahu siapa Ginting, jika tahu, mungkin saat ini juga Ginting akan muncul di postingan akun gosip.

Dan untung saja 'guling kotak' itu di vacuum terlebih dahulu, jadi kan orang yang 'mungkin' mengenal Ginting tidak akan berspekulasi macam macam.

Mencium aroma kopi dan krim yang menggoda indera penciuman, Ginting memutuskan untuk masuk ke Coffee shop yang cukup ternama tersebut.

"Silahkan, mau pesan apa?"  Tanya kasir.

"Matcha latte satu sama Tiramisu cheese cakenya satu"

Kasir itu mengangguk. "Baik atas nama siapa?"

"Anthony"

Kasir menyebutkan total harganya, setelah membayar, Ginting mencari tempat duduk. Ia memilih tempat duduk yang dekat dengan jendela.

Baru saja menaruh barangnya di meja, namanya sudah dipanggil oleh barista.

Dia ke arah kasir lagi untuk mengambil pesanannya. Saat dia sedang mengambil pesanannya, ada yang menepuk bahunya, refleks Ginting menoleh.

"Lah, bebeb, kok ada lo sih disini?"

Ginting mendelik, sesaat kemudian ia menyesal mampir ke coffee shop ini terlebih dulu.

"Lo duduk dimana? Bareng dungs" Tanyanya lagi.

Ginting hanya menunjuk dengan kepalanya, tanpa bicara lagi Ginting segera menuju Mejanya.

Dalam pikirannya, untuk apa orang hamil seperti Lea datang ke Coffee shop? Bukankah orang Hamil tak boleh minum kopi?

Tak lama kemudian Lea duduk di depan Ginting.

"Ngapain lo kesini?"

Lea menunjuk pesanannya, dia memesan minuman yang sama dengan Ginting dan original cheese cake.

Ginting tak bertanya lagi, dia mulai menikmati pesanannya.

"Bebeb ngapain kesini? Sendiri?"

Ginting mendengus. "Stop panggil gue dengan panggilan menjijikan itu."

Lea tersenyum lebar. "Gemes sih gue sama lo, bawaannya ingin nguyel-nguyel"

Ginting tak menjawab, dia kembali menikmati pesanannya.

"Gue tuh gasuka padahal pergi ketempat begini, tapi tiba tiba pengen aja gitu kesini, bawaan utun kali ya?" Ucap Lea sambil memakan cake nya.

Ginting mengernyitkan dahinya. "Utun?"

Lea menunjuk perutnya. "Utun itu artinya jabang bayi a.k.a janin"

"Lo emang udah berapa bulan?" Ginting tiba-tiba merasa tertarik bertanya tentang kehamilannya.

Lea berpikir sejenak. "Penerawangan mbah dokter sih 4 minggu kurang deh kayanya."

Ginting membulatkan mulutnya. "Oh, pantes aja masih belum keliatan"

"Iya, tapi kalau udah keliatan juga kayanya gue masih cantik, nanti kan gue jadi hot mommy"

Ginting mendelik. "Terserah yang bunting aja."

"Gue minta maaf ya"

Ucapan Lea membuat Ginting mengernyitkan dahi, untuk apa dia meminta maaf.

"Maaf orangtua Gue maksa lo buat nikah sama Gue"

Akhirnya Ginting paham mengapa Lea meminta maaf, tapi sepertinya Lea akan meneruskan ucapannya, jadi Ginting hanya mendengarkan dulu.

"Sebenernya Gue dari awal udah bilang ke bunda sama ayah kalau gue bisa ngehidupin anak gue tanpa butuh seorang ayah"

"Tapi ayah dan bunda tetep maksa gue buat nikah dan cari ayah buat janin ini, padahal gue gamau, gue hidup orang itu jadi terusik gara gara nolongin gue buat jadi ayah janin ini." Lanjutnya.

Ginting menatap Lea. "Maaf nih, emang lo gak malu nanti kalau nanti punya anak tapi gada suami?"

Lea menggeleng. "Sama sekali engga, kalau untuk awal awal sih sempet mikir gimana kalau gue jadi cemoohan orang di indonesia, kalau pas di birmingham sih ga takut ya"

"Cuma setelah beberapa kali gue rasain morning sickness , gue merasa rasa sayang gue ke anak ini begitu besar hingga bisa menutupi rasa takut gue, walaupun sebenarnya anak ini tidak gue inginkan pada awalnya."

Ginting mengangguk. "Emang pacar lo ga tanggung jawab gitu? Atau lo ga minta tanggung jawab pacar lo?"

Lea menunduk, dan mengusap perutnya. "Gue gak punya pacar"

Lagi lagi ucapan Lea membuat Ginting mengernyitkan dahi.

"Gue diperkosa."

Seketika ucapan Lea rasanya menghujam dada Ginting. Dia pernah berprasangka buruk terhadap Lea.

Diperjalanan pulang, suasana amat sangat mendukung Ginting untuk semakin merasa bersalah pada Lea

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Diperjalanan pulang, suasana amat sangat mendukung Ginting untuk semakin merasa bersalah pada Lea.

Macet di tambah hujan, cukup membuat Ginting mengingat prasangka buruknya terhadap Lea.

Dibalik ke'gilaan' Lea, ternyata dia menyimpan cerita kelam dalam hidupnya.

Setelah Lea berkata jika ia diperkosa, Ginting mencoba mengalihkan pembicaraan ke arah yang lain. Dan ajaibnya, Lea kembali ceria dan 'gila' seperti awal.

Dia menoleh ke Jok mobil disampingnya, ada kotak yang berisi pregnancy pillow didalamnya.

Masih tak mengerti dengan dirinya sendiri, kenapa ia rela mengeluarkan uangnya untuk membeli barang itu.

Tangannya tergerak untuk membuka dashboard dan mengambil selembar foto yang Ginting sengaja taruh disitu.

Itu adalah foto dirinya berdua dengan Meiwa.

Meiwa Abeline, kekasihnya.

Dalam pikirannya, dia mencoba membandingkan antara Meiwa yang sudah ia pacari selama satu tahun, dan Lea yang ia baru kenal selama dua hari. Dengan Lea ia tak menghitung perkenalannya saat ia masih kecil karena ia sudah lupa.

Pribadi keduanya sangatlah bentrok, namun keduanya masing masing memiliki kelebihan sehingga Ginting makin bimbang dibuatnya.

Ginting tak ingin menyakiti kekasihnya, ia juga tak ingin menyakiti orangtuanya.

Setelah di rasa mobilnya bisa bergerak, dia langsung memutar balikan mobilnya ke arah tol yang baru saja ia lewati.

Ia harus kembali ke Jakarta terlebih dulu. Harus.

RankleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang