Prolog

4.1K 141 5
                                    

BUUK !! Suara bogeman mentah yang meluncur dari tangan kekar seorang pemuda tampan kebule-bulean. Mukanya yang putih berubah warna menjadi merah padam, sepertinya pemuda ini tengah marah besar pada pemuda lain yang baru saja terkena bogemannya. Dari tatapannya tersirat kemarahan yang sangat mendalam.

"Gue udah berulang kali bilang sama loe. Jangan sok jagoan kalo loe masih mau sekolah disini dengan aman dan nyaman!!" Sentak pemuda itu langsung menarik kerah pemuda satunya.

"Kalo loe emang mau ngerasain hidup seperti di neraka, gue bakal wujudin keinginan loe itu dengan senang hati." Tambah pemuda itu kembali ingin melayangkan bogeman pada pemuda satunya.

"Loe pikir gue takut sama loe!! Arkana Hardiansyah!!" Pemuda yang kerahnya masih dicengkeram erat itu sama sekali tidak merasa takut pada Arkana Hardiansyah. Bahkan dengan santainya dia menjawab setiap ucapan Arkana, sepertinya urat ketakutannya sudah putus. Pasalnya selama ini tak ada satu pun siswa di sekolah itu yang berani melawan Arkana, pemuda yang menjadi jagoan alias penguasa sekolah itu.

"Oke. Devan Saputra, jadi loe nantangin gue!!" Dengan perlahan Arkana melepaskan cengkraman di kerah Devan. Bukannya membuat kuda-kuda seperti orang pada umumnya yang akan melakukan pertarungan, dia malah melipat tangannya di depan dada. Tak lupa dia tersenyum menyeringai ke arah Devan.

"Ayo mulai!! Kenapa loe diam aja?! Loe pikir hanya karena loe ketua geng paling disegani di sekolah gue bakalan takut sama loe. Nggak ada sejarahnya Devan Saputra takut sama orang, apalagi orangnya kayak loe!!" Devan mengarahkan jari telunjuknya  tepat di depan wajah Arkana. Dan tentu itu tetap tak membuat geram Arkana karena Arkana bukanlah orang yang mudah terpancing amarahnya hanya karena ucapan-ucapan orang lain. Dia tetap diam tak bergerak, membiarkan Devan terus mengatainya sampai puas.

"Udah selesai ngomongnya?! Dasar pengecut?! Kebanyakan bacot loe!!" Arkana langsung melayangkan bogemannya ke wajah Devan. BUKK !! bogemannya tepat mengenai ujung bibir Devan hingga mengeluarkan sedikit darah.

"Sialan loe!!" Tak terima Devan langsung membalas Arkana, namun sayangnya dari sekian banyaknya dia mencoba memukul Arkana hasilnya  tetap saja gagal. Meleset dan meleset.

"Bodoh!! Loe cewek!! Nggak bisa mukul!! Mending loe balik ke rumah, cuci kaki, cuci tangan, dan bobok cantik kayak Princess. Daripada loe disini malu-mauin diri loe sendiri!!" Sindir Arkana sambil membalikkan badan membelakangi Devan.

"Dan gue peringatin loe sekali lagi, kalo loe nggak bisa berantem nggak usah sok jagoan disini!! Karena kalo loe macem-macem sama gue jangan salahin gue kalo adik loe dalam bahaya!!" Peringat Arkana beranjak meninggalkan Devan diikuti oleh dua temannya tapi lebih tepat disebut pengawalnya, Rino dan Alvian.

"Sialan loe, Arkana!! Gue nggak akan pernah biarin loe nyentuh adik gue. Sehelai rambut pun!! Camkan itu!!" Hardik Devan cukup keras dan cukup membuat Arkana yang sudah jauh pun mendengarnya. Tampak jelas Devan tengah emosi berat.

"Gue nggak peduli!!" sahut Arkana dengan sangat santai tanpa menghentikan langkahnya.

Arkana Hardiansyah, pemuda yang sangat terkenal seantero sekolahan di Jakarta. Siapa yang tidak mengenal Arkana Hardiansyah, Si Tangan Dingin. Sebutan yang sangat pantas untuk orang yang suka memukul siapapun yang menghalangi langkahnya. Wajahnya yang tampan memang bisa membuat semua gadis tergila-gila padanya, tapi setelah tahu bagaimana dia semua membuang jauh rasa itu. Lebih baik tidak mencintai daripada menaruh hati pada Si Tangan Dingin seperti dia. Bisa-bisa mereka menjadi tempat pelampiasan amarahnya. Itulah pemikiran banyak kaum hawa yang belum tau siapa sebenarnya Arkana Hardiansyah itu.

Semua orang mengenal Arkana dari fisik dan kelakuannya selama ini, tanpa tau bagaimana isi hati Arkana. Bagi Arkana, hidupnya sudah hancur setelah apa yang terjadi pada keluarganya. Sudah tidak ada alasan lagi baginya untuk bahagia, yang ada hanya melakukan apapun yang dia suka tanpa memperdulikan apapun yang terjadi nantinya. Saat ini baginya hal yang menarik dalam hidupnya hanyalah bertarung karena hanya itulah satu-satunya alasan baginya untuk merasa tenang.

Langkah Arkana bersama Rino dan Alvian terhenti di taman belakang sekolah.Tanpa ada yang menyuruh mereka meninggalkan Arkana sendiri disini. Begitulah rutinitas mereka setiap kali sampai di tempat ini tempat dimana hanya ada Arkana tanpa ada yang mengganggunya. Arkana berbaring di bawah pohon lalu melepaskan jaketnya untuk menutupi bagian kepalanya agar tak terkena sinar matahari dan bisa tidur dengan tenang. Tempat ini selalu bisa membuatnya nyaman. Udara yang segar dan sunyi.

Cukup lama Arkana tidur di tempat itu tanpa ada yang mengusik. Bagi siapapun yang mengusiknya sama saja cari mati. Tak peduli siapapun yang mengganggungnya dia akan memberi pelajaran padanya.

"Eeengghh." Lenguh Arkana mulai terbangun daei tidurnya. Mungkin dia sudah cukup beristirahat. Matanya mengerjap seperti bayi baru bangun tidur. Memang meski dia terluhat garang saat tidur dia benar-benar seperti bayi yang tertidur tenang. Saat matanya benar-benar sudah terbuka lebar, dia cukup terlejut saat mendapati seorang gadis duduk di sampingnya. Gadis itu melihatnya lalu tersenyum padanya. Senyuman itu begitu manis.

"Kalo baru bangun, loe keliatan kayak bayi yah? Lucu. Beda sama keliatan biasanya." Sindir gadis itu seperti tak takut apa yang terjadi padanya setelah mengganggu Arkana.

"Ngapain loe disini?!" Hardik Arkana dingin. Tanpa memandang lawan bicaranya dan tentunya dengan nada bicara yang dingin.

"Emang ini tempat loe aja? Ini tempat umum kali, bukan cuma punya loe." Sindir gadis itu tanpa rasa takut sama sekali.

"Kalo loe nggak mau pergi biar gue aja yang pergi." Tak ingin berurusan lagi dengan gadis itu, Arkana memutuskan untuk meninggalkan gadis yang masih duduk di tempatnya tanpa bergerak sedikitpun. Gadis itu benar-benar tidak punya rasa takut sedikitpun pada Arkana.

Seorang Arkana Hardiansyah bisa mengalah juga ternyata. "Perkenalkan nama gue, Dania Anggraini, anak baru yang baru aja masuk hari ini. Salam kenal. Semoga kita bisa menjadi teman yang baik." Gadis itu berdiri menghadap Arkana lalu membungkukkan tubuhnya.

Tentu Arkana tetap seperti biasanya tidak memperdulikannya sama sekali. Karena dia tidak ingin berurusan dengan gadis. Siapapun itu, secantik apapun itu, tak akan bisa membuatnya tergoyah. Tanpa membalas uluran tangan Dania dan  mengucapkan sepatah katapun, pemuda tampan itu melangkahkan kakinya meninggalkan Dania.

"Dasar cowok sombong!" Ucap Dania setelah melihat Arkana berjalan meninggalkannya. "Tapi tetep keren deh."

************

~Tbc~

Salatiga, 21 Februari 2019

ARKANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang