Prolog

85 14 15
                                    

Terkadang bahagia tidak melulu soal tawa yang nyata. Namun, pengorbanan yang berujung luka demi orangtua pun sudah cukup menjadi alasan seseorang untuk berbahagia.

-

Malam ini hujan. Rintiknya mewakili perasaan gadis manis yang kini sedang memeluk lututnya dengan miris. Tetes pertetes air itu turun begitu saja. Tak hanya di luar rumah, tetapi juga di pelupuk matanya.


Gadis itu, Nirmala Azara.

"Nirmala!" panggil seseorang.

Nirmala yang merasa terpanggil segera berdiri dan datang menghampiri. "Iya, Bu."

"Lihat!" seru Ibunya sembari menunjuk ke arah adik-adik Nirmala yang tertidur pulas di atas tanah dengan ber-alaskan tikar.

Ibunya melanjutkan, "Setega itu kamu terhadap Ibu dan adik-adikmu?"

"Nirmala harus apa, Bu?" jawabnya sembari menahan tangis.

"Terima penawaran Ayah kamu malam lalu."

"Bu, Nirmala masih 12 tahun. Nirmala punya cita-cita, Nirmala nggak mau menikah muda, Bu. Bu, Nirmala mohon. Kita tunggu Ayah pulang saja, Nirmala yakin Ayah akan bawa uang yang banyak tanpa Nirmala harus melakukan apa yang dia minta."

"Nirmala! Kamu mau membatah Ayah dan Ibu?"

"Nirmala nggak maksud seperti itu, Bu. Nirmala juga punya masa depan."

"Lihat adik-adikmu! Mereka menahan sakit. Kamu tega?"

Lagi-lagi Nirmala menatap sedu adik-adiknya yang tertidur dengan ketidak layakan. "Tapi bu—"

"Nirmala!" bentak Ibunya.

Nirmala memejamkan matanya. Rasanya air matapun sudah tak mampu lagi hadir menyentuh kulitnya. Dengan gemetar Nirmala berkata, "Baik, Bu. Nirmala bersedia."

Ibunya tersenyum.

Disaat itu juga Nirmala sadar, mimpinya harus lenyap saat itu juga.

🌷🌷🌷

hai, makasi yang udah sempetin buat baca cerita baru ira.

jangan lupa vote & comment, ya, wkwkwk.

kritik dan saran? tulis di kolom comment :)

see you next chapter!

love,
ira.

NirmalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang