MALAM ITU...
Terima kasih teman atas usahamu dalam menepati janji, kami akan selalu mengingatmu... Selalu.
***
Hari ini seperti hari hari yang lainnya, aku sedang berada di kelas menantikan bel berdentang, karena, jujur saja, aku tidak terlalu suka dengan pelajaran matematika yang sangat membosankan. Berbeda dengan temanku Reva, dia tampak antusias dengan materi yang diajarkan Pak Agus hari ini.
"Berapa menit lagi sih?", tanyaku kepada Reva. "Tunggu sepuluh menit lagi..."katanya. Itu adalah percakapan terakhir kami di kelas.
Tak lama kemudian, bel berdentang menandakan pergantian pelajaran. Bu Hilma masuk dengan membawa banyak buku. "Assalamu'alaikum anak-anak...", sapa nya dengan senyuman yang khas. Sontak anak-anak menjawab dengan penuh semangat, "Wa'alaikumussalam Bu Hilma"
Satu hal yang pasti, bahwa kami selalu bersemangat tiap kali beliau masuk. Caranya mengajar dan kepiawaiannya dalam mendidik membuat kami merasa semangat mengikuti pelajaran kesenian ini, tidak terkecuali aku.
"Baik, hari ini ibu akan memberi kalian tugas perkelompok. Tugas ini sengaja ibu bagikan sebagai nilai tambah jika nilai ujian praktik kalian kurang. Setiap kelompok terdiri dari 4 anak. Akan ibu bacakan nama-namanya. Ali, Rahmat, Fahri dan Rizal, kelompok satu. Kemudian Dini, Sinta, Bella, dan rani, kelompok dua. Selanjutnya Lina, Evin, Tara, dan Kania kelompok tiga. Lalu..."
Begitulah nama kami disebut satu persatu. "Kita satu kelompok kan?" tanya Evin kepadaku. "E..eh.. i..iya.." jawabku grogi. Tidak lama kemudian, Tara dan Kania menghampiri kami. "Kita bareng kan?" , akupun menjawab " iya". Aku tidak tahu mengapa Bu Hilma menggabungkanku dengan tiga temanku yang lainnya ini.
Aku yang sangat pendiam ini masih memiliki kesulitan dalam bergaul dengan teman-teman di kelas. Hal ini kulakukan sejak ayahku meninggal tiga tahun yang lalu. Aku yang masih diliputi rasa sedih memilih untuk menyendiri.
Sedangkan Evin yang merupakan anak konglomerat yang memiliki darah bangsawan Keraton, namun orang tuanya yang tidak terlalu memperhatikan dirinya membuat dia menjadi anak yang manja dan kadang menyebalkan.
Hal ini berbeda dengan Kania yang hidup dengan kedua orang tuanya yang dijaga ketat. Lain halnya dengan Tara,ia merupakan anak yang ditinggal cerai oleh kedua orang tuanya, singkatnya ia adalah anak yang mengalami broken home. Hal ini menjadikannya sedikit tomboy. Mungkin Bu Hilma memiliki maksud tertentu dengan mengelompokkanku dengan anak anak ini. "Kelompok yang unik". Pikirku.
Setelah selesai membacakan kelompok, Bu Hilma melanjutkan penjelasannya. "Semua sudah mendapatkan kelompoknya?" "Sudah Bu..." koor anak anak tidak kalah semangat. " Nah, tugas yang harus kalian lakukan adalah membuat kerajinan tangan dari kertas yang sudah ibu bagikan. Untuk temanya bagi perempuan adalah bunga, sedangkan untuk yang laki-laki adalah anyaman. Tugas ini dikumpulkan hari Selasa depan. Paham semuanya?", "Paham bu...". "Baik, ibu rasa cukup untuk hari ini, ibu tunggu hasilnya minggu depan, mari bersama-sama mengucapkan hamdalah.." "Alhamdulillahirobbil'alamin..". "Terima kasih, wassalamu'alaikum warahmatullahiwabarakatuh".
"Kita mau buat apa?" tanya Evin membuka pembicaraan. "Ehm.. kalau kalian tidak keberatan, aku punya beberapa contoh karya bunga yang aku rangkai sendiri di kamar, selaku."Wah.. pas sekali, ada yang bisa mengajarkan kita membuatnya." timpal Tara yang sekaligus membuatku hidungku merekah.
"Oke, tapi kalian harus mengerjakannya di rumahku, kalau kalian tidak mau, aku tidak akan mau ikut buat..!" celetoh Kania membuat kami semua bingung.
"Ya, aku tidak masalah", kataku. " Aku juga", susul Tara. Tapi tidak dengan Evin. Kami semua tahu bahwa kemungkinan kecil ia diizinkan keluar rumah, meski hanya ke rumah teman." Ehm.. ya aku... akan ku usahakan ya..." jawabnya.
YOU ARE READING
Malam iru...
Short Storytiga siswi yang dipertemukan secara tidak sengaja dalam kelas harus bekerjasama menjadi sebuah tim yang dibentuk sang guru. ketiga gadis ini memilki latar belakang dan sifat yang berbeda beda namun tetap dalam tujuan yang sama. suatu hari sebuah tra...