1.Kebebasan

21.2K 341 20
                                    

Percayalah, Sayangku. Pertama kali yang kulihat bukanlah bajumu. Tapi wajah cantik yang sangat menawan. Dan matamu seakan menjadi magnet yang membuatku semakin menginginkanmu. Jadi berhentilah berpikir jika kau tidak menarik. Kau harusnya bercemin dan melihat kecantikan ini.

* * * * *

Josephine Lambert atau wanita yang biasa dipanggil Joey terlihat masih duduk di dalam mobil sedan merahnya meskipun sudah lima belas menit berlalu setelah dia memarkirkannya. Iris abu-abunya menatap sebuah klub malam yang tak jauh dari tempat parkir. Dengam susah payah wanita itu menelan ludahnya. Ini pertama kalinya wanita itu keluar dari sarangnya. Ini pertama kalinya wanita itu pergi ke mana pun sesuai dengan keinginannya sendiri. Karena itu Joey merasa sangat gugup dan takut.

Kemudian wanita itu meyakinkan dirinya untuk berani berjalan keluar dari mobil lalu berjalan menuju pintu klub malam itu. Setelah merasa rasa percaya dirinya kembali, wanita itu akhirnya mengambil keputusan berjalan keluar dari mobilnya. Gaun merah pendeknya tampak memeluk lekuk tubuh indahnya. Meskipun mampu membuat beberapa pria menoleh ke arahnya, tapi tetap saja Joey merasa malu dan tidak percaya. Dia memiliki alasan untuk merasakan hal itu. Lagipula dia datang kemari bukan untuk memikat para pria yang hampir menjatuhkan bola mata mereka karena terus melotot ke arah Joey.

Saat seorang penjaga membuka pintu ubtuk Joey, seketika dentuman musim keras merayap ke telinganya. Wanita itu menarik nafas sebelum akhirnya berjalan masuk ke dalam. Suara musik semakin terdengar jelas. Di bagian dalam klub malam itu terlihat sangat ramai. Beberapa orang turun di lantai dansa serta menikmati musik. Sedangkan sebagian orang menikmati minuman di tempat duduk masing-masing. Joey memilih berjalan menghampiri meja bartender.

"Berikan aku satu gelas Jack Rose, please?" Ucap Joey ketika sudah duduk di meja bar.

"Tentu, My Lady." Baternder laki-laki itu langsung mengerjakan tugasnya.

"Sepertinya aku perlu mencoba minuman yang dipesan oleh wanita cantik bergaun merah ini." Sebuah suara muncul di belakang Joey.

Segera wanita dengan rambut coklat itu berbalik. Tubuhnya hampir terjungkal saat sebuah tangan berhasil memegang tangannya. Wanita itu begitu terkejut melihat pria tampan di hadapannya. Manik mata Joey meneliti pria yang masih memegang tangannya. Dia menduga pria yang mengenakan setelan hitam itu memiliki tinggi sekitar 180 centimeter. Dengan rambut gelap dan tersisir rapi telah membingkai wajah tampan pria itu. Dengan sebuah senyuman menghiasi wajah pria itu membuat matanya berbinar menatap Joey.

"Bolehkah aku menemanimu minum saat ini?" suara rendah pria itu mampu menghipnotis Joey.

"Nona. Kau baik-baik saja?" pria itu melambaikan tangan tepat di depan wajah Joey.

Tersadar dari lamunannya, Joey melemparkan senyuman yang tampak begitu kikuk.

"Aku baik-baik saja. Sepertinya kursi ini bukanlah milikku. Jadi kau tidak perlu meminta ijin untuk menempatinya."

Terdengar pria itu terkekeh mendengar jawaban Joey. Sebelum duduk pria itu mengulurkan tangannya.

"Axelle." Pria itu memperkenalkan dirinya.

Joey menatap tangan pria itu. Lalu brralih pada wajah Axelle yang menunggunya meraih tangannya. Akhirnya Joey mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan pria itu.

"Joey. Hanya Axelle-kah?"

Pria itu menganggukkan kepalanya. "Malam ini aku hanya ingin menjadi Axelle. Bagaimana denganmu?"

"Meskipun alasannya mungkin berbeda denganmu tapi aku juga ingin malam ini aku hanya menjadi Joey."

Axelle pun duduk di kursi tepat di samping Joey. Bartender meletakkan dua gelas margarita yang berisi minuman bernama Jack Rose. Jack Rose adalah koktail yang terdiri dari campuran beberapa minuman seperti applejack, grenadine, dan jus lemon atau jus jeruk nipis. Mereka bersama merasakan sensasi menyegarkan dari minuman beralkohol itu.

"Aku tidak pernah melihatmu di sini." Ucap Axelle meletakkan gelas itu.

Joey menoleh menatap pria itu. "Sebenarnya ini pertama kalinya bagiku mengunjungi klub malam ini."

"Pertama kalinya? Jadi maksudmu kau sebelumnya mengmjungi klub malam lain?"

Joey menggelengkan kepalanya. "Tidak. Tidak. Maksudku ini pertama kalinya aku mengunjungi klub malam."

Terlihat ekspresi kaget menghiasi wajah Axelle. "Kau membuatku terkejut, Joey. Pantas saja aku tidak pernah melihat apel merah cantik ini."

"Apek merah?" Joey tertawa mendengar sebutan yang dilontarkan Axelle untuknya.

Axelle pun ikut tertawa. "Kau memang tampak seperti Apel merah yang membuatku tergiur untuk memakannya, Joey."

Tubuh Joey membeku. Dia tidak menyangka mampu memikat pria setampan Axelle. Selama ini Joey selalu terkurung dalam perkatan buruk yang mengelilinginya. Dia berpikir mungkin saja Axelle menyukainya karena gaun merah yang dikenakannya. Sebenarnya ini bukanlah gaun miliknya. Tapi milik adik iparnya. Beruntung Meghan sangat baik padanya. Bahkan Meghan-lah yang merencanakan hal ini untuknya saat mengetahaui suaminya, . Dan sekarang di sinilah dia menikmati kebebasannya.

"Kau pasti sangat tergoda karena aku mengenakan gaun merah ini. Bahkan ada penelitian yang mengatakan jika pria terpikat pada wanita yang mengenakan warna merah."

Axelle memicingkan matanya menatap wanita itu. "Mengapa kau berpikir aku seperti itu?"

"Karena aku tidak pernah memikat pria manapun. Aku sangat tidak menarik."

"Apakah seseorang mengatakan hal itu padamu?"

Joey terdiam karena tebakan Axelle tepat sasaran. Ironisnya seseorang yang mengatakan hal itu adalah seseorang yang seharusnya dekat dengan Joey.

Axelle mengamati perubahan di wajah Joey. Pria itu bisa melihat ada luka yang tampak jelas di mata wanita itu. Tangan Axelle terulur dan menyentuh pipi Joey. Kedua mata mereka saling bertemu. Entah mengapa Axelle memiliki dorongan untuk mencium wanita itu. Seakan mata abu-abu wanita itu menariknya seperti magnet. Tapi Axelle masih berpegang pada akal sehatnya.

"Percayalah, Sayangku. Pertama kali yang kulihat bukanlah bajumu. Tapi wajah cantik yang sangat menawan. Dan matamu seakan menjadi magnet yang membuatku semakin menginginkanmu. Jadi berhentilah berpikir jika kau tidak menarik. Kau harusnya bercemin dan melihat kecantikan ini."

Joey terdiam mendengar ucapan Axelle. Ucapan pria itu seperti cahaya yang menerangi hati wanita yang sudah lama dirundung kegelapan. Menciptakan kehangatan di dalam hati wanita itu.

"Kau... kau membuatku merasa sangat berharga, Axelle. Terimakasih."

"Kau memang berharga, Joey. Kau harus mengatakan hal itu pada dirimu sendiri. Katakanlah jika dirimu sangat berharga." Axelle mengangkat gelasnya.

Joey tersenyum tingkan gelasnya dan mengangkat gelasnya. Dia mendentingkan gelasnya pada gelas milik Axelle.

"Aku sangat berharga." Ucap Joey dan mereka pun bersama meminum Jack Rose itu.

Meskipun tiga kata itu sangat sederhana, tapi Joey merasakan kekuatan dari kalimat itu. Dia terlalu sering mendapatkan kata-kata yang tidak baik sehingga membuat hatinya seperti bunga yang layu. Namun setelah mengucapkan kalimat itu, seakan kalimat itu bagaikan air yang menyiram bunga dalam hatinya hingga menjadi mekar.

Axelle meletakkan gelas di atas meja. Kemudian dia menoleh ke arah Joey. Wanita itu tersenyum karena masih merasakan bahagia berkat ucapan Axelle. Sialnya justru kecerahan di wajah Joey semakin memikat pria itu. Hingga akhirnya pria dengan mata coklat itu menarik pinggang Joey hingga wanita itu turun dari kursinya. Kemudian dia mendaratkan bibirnya di bibir wanita itu. Pria itu bisa merasakan bibir Joey jauh lebih lembut dari yang dibayangkannya sejak tadi.

Joey yang masih terkejut dengan ciuman itu hanya bisa diam dan tidak bereaksi sedikitpun. Sialnya meskipun kedua tangannya berada di depan dada Axelle, wanita itu sama sekali tidak berniat ingin mendorongnya. Bahkan Joey sangat menikmati ciuman itu. Hingga akhirnya Axelle melepaskannya. Bukan untuk menjauhkan wanita itu. Tapi untuk meminta pada Joey.

"Aku menginginkanmu, Joey. Maukah kau memberiku kesempatan?"

* * * * *

Jerat Cinta Sang CEO (Terbit di Fictum)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang