Sakaguchi. Brussel, Januari 2049
Rumah sakit Bank Sang De selalu memiliki pesona tersendiri di mataku. Berbeda dengan rumah sakit di Illinois yang memiliki lumayan banyak tanah lapang, sehingga sedikit terbuka dan ruang terbuka hijau yang cukup memadai, Bank Sang De terasa seperti museum. Arsitektur zaman Eropa kuno dengan taman yang 'bersih' di dalam pot, bagiku itu lebih seperti rumah zen. Meskipun begitu, rumah sakit ini tetap menjulang ke atas, seperti bangunan lain di era terkini.
Aku menikmatinya. Tiap sudut, aku menikmatinya.
"Sumpah, aku kira waktu Saka bilang ia psikiater, ia terbelit dengan psikolog karena yang kutahu ia sarjana psikologi. Ternyata ia sungguh-sungguh memiliki gelar M.D dan mengambil residensi psikiatri".
Suara wanita itu, aku mengenalnya. Padahal aku baru saja menginjak hall divisi kejiwaan, dan suara Vitra terdengar menggema di seluruh lorong. Ah, pasti empat babi betina itu memutuskan janjian di kantorku. Karena aku sedang keluar dan ruanganku terkunci, mereka tidak bisa masuk. Terlihat 2 wanita berambut hitam dengan snelli duduk di kursi tunggu, dan 2 wanita berpakaian sangat modis dengan rambut digelung sangat rapi, berdiri di seberangnya.
"Asal kau tahu, aku mengambil dua jurusan berbeda saat masih menjadi mahasiswa" ujarku dari ujung lorong. Keempatnya melemparkan senyuman padaku.
"Tapi yang masih menjadi misteri, kau mengambil pendidikan dokter dulu lalu semester setelahnya kuliah psikologi, atau sebaliknya?" periksa Vitra lebih detail.
"Setelah aku tahu, sarjana psikologi tidak bisa menjadi psikiater, maka semester selanjutnya aku memulai dunia yang sangat-sangaaaaaat-sibuk" balasku sambil membuka pintu "lain kali, aku melarang kalian berempat berdiri di lorong seperti itu. Orang bisa mengira kalian pasien".
"Oh ayolah, di mana lagi tempat yang bisa kami berempat gunakan, selain di kantormu!" pekik Vitra sambil memelukku.
Mereka berempat memiliki alasan menjadikan kantorku sebagai tempat kumpul. Alasan pertama, karena berada di rumah sakit tempat Rachel dan Sandara bekerja. Kedua, mereka berkumpul biasanya jika Vitra memiliki jadwal mengunjungi Brian atau Stephanie yang sedang memiliki kepentingan riset di Brussel sedang mengunjungiku. Ketiga, karena mereka berempat tidak bisa bertemu secara publik di rumah sakit sebab kini Ibraham tidak lagi ramah dengan Stephanie, begitu juga sebaliknya. Keempat, Sandara dan Rachel selalu menjadikan kantorku sebagai tempat istirahat di tengah gegapnya tempat mereka berdua kerja.
"Bagaimana kabar Brian?" tanyaku, sekadar basa basi.
"Well, dia punya sedikit kemajuan" jawab Vitra ketika ia memasuki kantor.
Aku kemudian memeluk dan mengecup Stephanie. Ia lalu berlenggang masuk ke dalam dan duduk di sofa yang sama dengan Vitra. Sandara dengan perut yang sudah sangat-sangat besar dan usia kandungan memasuki trimester akhir, tampak kesulitan bangkit dari kursinya. Dengan sedikit tertawa, aku dan Rachel membantunya berdiri.
"Bisa kau bayangkan, dengan perut sebesar ini, kami baru saja bersenang-senang dengan esophagectomy. Sempat beberapa kali Dara berhenti dan meminta duduk, tapi yaaaah Dara selalu Dara" cerita Rachel ketika ia menuntun Sandara masuk "sampai pernah aku dengar dari mulut para intern dan residen: 'dokter Sanguinet memang punya hak istimewa, tapi dia memang pantas langsung memulai dengan program fellowship, bukan residensi'. Kau membuat semua teman seangkatanmu cemburu, Dara".
"Gimana sama rencanamu pindah program ke ortho?" tanyaku, disusul seruan tidak setuju dan tinju dari Rachel. Sandara malah tertawa.
"Stop it, Saka! Aku memberikan operasiku agar dia fokus di bedah umum. Aku tidak akan melewatkan staff berbakat dan berjiwa peneliti seperti Dara ke bagian lain".
KAMU SEDANG MEMBACA
#2 Mukjizat Waktu: Absolute (SELESAI)
Aktuelle Literatur"Katakan, apakah ini langkah perang kalian?" "Aku baru saja melancarkan langkah perang, jika ada kejadian lagi, itu artinya bukan pihakku. Pikirkanlah, siapa yang kuancam tadi di ruang sidang, maka itulah pelakunya" Empat organisasi rahasia dunia:...