terulang?

49 7 0
                                    

Kinan

Apa yang lo pikirin kalo besok lo terbangun dari mimpi indah lo dan yang terjadi adalah hal yang paling lo takutin.

"Kinan!! Kinan!!"

Berat rasanya untuk sekedar bernafas. Dan gue gak pernah tau apa yang terjadi malam itu.

Ibu nangis di pundak ayah. Dan ayah, air matanya terus mengalir meski tanpa suara.

Sampai sekarang pun gue gak tau kejadian apa yang terjadi malam itu. Kepala gue terus berputar seolah gak mau mengingat semuanya.

***

"Kin, lo ke kantin gak?"

Sejak saat itu Anta selalu ngikutin gue kemana-mana. Dia jadi semacam anak itik yang ngikutin induknya.

Bahkan dia sengaja duduk di sebelah gue tanpa meduliin omongan pedas dari anak-anak yang lain.

"Kin, kerjain PR gue ya."
Seorang perempuan dengan rambut sebahu itu datengin gue dengan buku tulisnya yang diletakan di atas meja gue.

Gue udah hampir ngambil buku tulis itu sampai sebuah tangan yang kekar menahan tangan gue.

"Lo masuk 10 besar kan? Gak bisa kerjain sendiri?"

Gue gak pernah ngebayangin ini sebelumnya. Anta, dia ngeluarin kata-kata yang nyolot itu dengan nada lembut ditambah dengan senyumanya yang khas.

Lima detik kemudian, Rania pergi ninggalin kita gitu aja dan ngambil bukunya yang udah dia taruh di atas meja gue.

"Ayo ah ke kantin!!" Paksa Anta sambil narik-narik tangan gue.

"Gak mau, Anta. Gue gak laper."

Kreekk

Sial perut gue bunyi. Gue gak sempet sarapan cukup karena gue sedikit kesiangan.

"Tuh perut lo bunyi!"

Akhirnya gue meng-iya-kan ajakan Anta untuk pergi ke kantin.

Gue gak pernah ke kantin karena gue males dengan keramaiannya. Gue juga tau pasti gue gak akan selamat ada di sana.

Saat gue dan Anta sampai di kantin, hampir semua mata menuju ke arah gue.

Anta pergi untuk mengambil makanan, sedangkan gue cuma berdiri di samping sebuah kursi panjang.

"Eh anak koruptor ngapain di sini?!"

"Lo gak mau ikutan gila kayak nyokap lo?! Hahahaha."

Gue cuma membeku di tempat. Menarik panjang-panjang nafas gue dan mengatur jantung gue.

"Lo gangguan mental ya?!"

"Sama dong kayak nyokapnya."

Suara itu terus bersaut-sautan gak berhenti. Gak ada yang bisa lakuin selain mengepal erat kedua tangan gue. Berharap Anta segera selesai.


"Gak seharusnya kan kalian bilang gitu?"

Suara Anta yang tiba-tiba memecah keramaian. Mereka berhenti.

Cuma untuk beberapa detik.

"Kenapa lo belain sampah ini?" Kata seorang perempuan yang keliatan marah karena Anta ngebela gue.

"Karena gue mutusin untuk mungut dia."

Harusnya gue lega karena Anta udah narik tangan gue buat pergi dari keramaian yang penyebabnya adalah gue.

Tapi tiba-tiba seseorang nuangin isi gelasnya ke atas kepala gue.

Rania.

Seketika itu tubuh gue diangkat oleh seseorang hingga tangan Anta terlepas dari tangan gue.

KinantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang