.
.
"Eh? Tidak bisa mengantar?" Jimin mendaratkan tubuh di kursi yang dipegangi Yoongi, masih dalam balutan mantel tidurnya sementara Jimin sendiri belum ganti piyama.
"Iya, maaf."
"Kenapa?"
"Ada rapat."
Seorang pelayan wanita membungkuk hormat untuk bertanya soal menu sarapan dan Yoongi bergumam setengah mengantuk, "Buatkan kopi panas untukku dan susu cokelat untuk anak kecil ini."
"Enak saja! Siapa yang anak kecil? Dasar kakek tua!" sanggah Jimin tersinggung, pelayan itu menutup mulut menahan tawa, sementara Yoongi hanya menguap acuh, "Lagipula kenapa cuma aku yang harus minum susu? Tinggi kita cuma berbeda dua senti, tahu!"
"Apa aku terlihat peduli?"
"Dih, seenaknya" Jimin merengut sebal, mata minimalisnya menyipit, "Tambah marshmallow."
"Segera saya bawakan. Permisi, tuan besar," pelayan itu kembali membungkuk dan pamit ke belakang. Jimin mengangkat kedua kaki ke atas kursi, didekapnya bantal duduk dengan dua tangan sembari menaruh dagu diantara lutut. Ditatapnya pria yang kini sibuk membolak-balik halaman koran, sesekali menggaruk tengkuk atau menguap, mata memerah akibat kurang tidur. Yoongi baru pulang jam dua pagi dan beringsut merebahkan diri di kamar tanpa banyak bicara. Jimin sempat memergoki karena dirinya terbangun ketika pintu kamar dibuka, tapi tak berani memanggil karena Yoongi tampak kelelahan. Pun dibiarkannya dokter itu mendengkur di sebelahnya dengan lengan memeluk Jimin, tak ambil pusing menanggalkan jas atau kemeja, hanya melepas sepatu serta dasi yang dilempar begitu saja ke sudut kamar. Jimin tak bisa protes karena langsung tertidur lagi usai mengecup pelan pucuk hidung Yoongi.
Sudah susah payah melonggarkan jadwal kuliahnya untuk menginap di rumah keluarga Min, Jimin harus puas main tinju bantal semalaman karena Yoongi masih berkutat di rumah sakit, operasi penting, katanya lewat sambungan telepon. Dan begitu kekasihnya pulang, Jimin malah ditinggal tidur. Sekarang, saat dia minta ditemani jalan-jalan karena urusan administrasi semester baru sudah beres, Yoongi beralasan harus pergi memimpin rapat. Entah kejadian apalagi yang bisa membuat suasana hati Jimin lebih buruk pagi ini. Dia tahu, dia paham jika Yoongi adalah seorang pemimpin dan selalu sibuk selama hampir dua puluh empat jam, tujuh hari seminggu. Tapi ini akhir pekan dan Jimin sudah dijanjikan kencan di toko kue milik Taemin. Dia kangen dengan bolu magma ceri beraroma wine yang pernah diberikan Yoongi sebagai oleh-oleh.
Secangkir besar susu tersodor di hadapannya selagi seorang pelayan menaruh serbet serta sendok kecil, kemudian berpindah ke arah Yoongi untuk menyajikan kopi yang masih menguar. Bibir Jimin menganga memandangi bola-bola gendut mengambang di permukaan susu, hanya sedikit lebih putih dari kulitnya sendiri. Yoongi menyesap kopi perlahan, menangkap pelototan sinis dari seberang meja, "Kenapa mukamu begitu? Susunya tidak enak?"
Jimin mengangkat bahu, menyendok sebutir marshmallow dan meniupnya tanpa melihat lagi.
Yoongi menghela napas, "Aku kan sudah minta maaf, lain kali pasti kutemani."
"Lain kali, selalu lain kali," cibir Jimin kesal, "Ini sudah ketiga kalinya hyung ingkar janji. Kalau memang tak bisa dipastikan, tak usah mengumbar janji macam-macam."
Cangkir pria itu ditaruh nyaris tanpa suara, korannya dilipat dan disisihkan di atas meja selagi Jimin menggigit marshmallownya dalam diam. Bukan Yoongi tak mau, tentu saja. Siapa yang mampu menolak menemani pacar semanis itu jalan-jalan? Tapi bulan ini sedang banyak jadwal operasi dan Yoongi benar-benar tak bisa mangkir barang sebentar. Memantau sekian banyak divisi benar-benar menguras tenaga.
YOU ARE READING
MEILI | BEAUTIFUL (YoonMin)
Fanfiction[BTS - YoonMin/SugaMin] Segalanya yang ada pada Jimin itu cantik, termasuk sepasang mata yang membius Yoongi hingga ke dalam sukma. Tapi jika diminta bercerita, Yoongi akan berpikir dua kali karena buku tulis setebal apapun tak akan cukup menampung...