44. histoires passées [Special chapter]

4.9K 574 20
                                    

Satu hari di sebuah sekolah menegah atas, berpuluh tahun silam.

"Cepat Jung. Lompat!"

Yang disebut Jung berdecak, kepalanya menoleh ke sebelah, ada dua orang yang menunggunya melompat dengan segera.

"Jangan lama, nanti ketua dewan siswa yang cerewet itu kembali memergoki kita!"

"Sabar hyung, aku belum mau kakiku patah."

Dua orang di seberang tembok mendengus, salah satunya dengan jahil menarik kaki Jung Jaehyun yang menggelantung, membuatnya terpekik keras dan akhirnya jatuh menghantam tanah.

"NAKAMOTO SIALAN!"

Yuta tertawa, berhigh five dengan Johnny yang juga terpingkal.

"Ya, Lee Taeyong! Kau dan gerombolanmu mau kabur lagi hah!"

Taeyong buru-buru memanjat pagar belakang sekolahnya dengan tangkas saat suara itu terdengar, dia menoleh sejenak mengedipkan mata pada Kim Doyoung—ketua dewan siswa bersama Ten, murid pindahan dari Thailand yang hanya menatap tanpa minat, sementara Doyoung sudah berkacak pinggang melihat aksinya.

Tangan pemuda itu mengeluarkan buku catatan kecil, Taeyong menebak bahwa namanya akan segera tertulis di sana.

"Lee Taeyong, Seo Johnny, Nakamoto Yuta dan Jung Jaehyun. Kelas detensi besok bersama Changmin-ssaem."

"Ya ya ya persetan detensi Kim. Hai Ten, semakin cantik saja kau. By the way, see you."

Dia melompat, mengabaikan tatapan menusuk dari dua orang itu yang seolah ingin melubangi punggungnya dan langsung menyusul ketiga temannya yang sudah tertawa-tawa di tengah lapangan kosong yang terletak di belakang sekolah, sebuah spot yang menjadi tempat pelarian mereka dikala jenuh belajar.

Yuta mengeluarkan sesuatu dari balik kemejanya, Jaehyun berdecak.

"Majalah dewasa lagi pastinya."

Lelaki keturunan Jepang itu menggeplak kepalanya, "Bukan. Kau pikir aku hanya membaca majalah sejenis itu?"

"Memang apalagi yang dibaca seorang Nakamoto? Lekuk tubuh yang tergambar di majalah jauh lebih menggiurkan dibanding buku pelajaran, bukan begitu Taeyong-hyung?"

"Hah? Apa?"

Jaehyun berdecak, "Lambat loading seperti biasa."

Johnny tergelak, "Kalian kapan akurnya sih? Tidak bosan bertengkar setiap hari?"

Keduanya menggeleng, "Kami akan akur kalau kau sudah berhasil menaklukkan mahasiswa yang sedang praktek di sekolah," ujung bibir Taeyong terangkat jahil.

Temannya gelagapan mengelak, "Aku tidak menyukainya!"

"Siapa!? Moon-sunbae kan?"

"Bukan! Aku tidak menyukainya."

"Hah, denial saja terus sampai Taeyong dilirik Ten."

Tangan Taeyong berhasil menghantam lengannya keras, "Ku pikir aku tidak tahu kalau kau juga terlibat hubungan benci dan cinta dengan ketua dewan siswa."

"Aku tidak ya. Dia saja yang mengejarku!"

Yuta tertawa, "Dia mengejarmu karena kau selalu mengganggunya, Jung. Itu awal dari cinta hahaha kasihan sekali dia."

Johnny tertawa sampai nyaris terguling, tangannya memegang perut, tak kuat melihat tampan Jaehyun yang dengan kuat menolak namun rona merah yang merambat di telinganya mempertegas semuanya.

"Bagaimana jadinya jika Jung Jaehyun menikah dengan Kim Doyoung. Aku tidak bisa membayangkan anak mereka akan sekaku apa."

Jaehyun berdecak, "Berkacalah Nakamoto—brengsek—Yuta, kau pikir nanti mulut anakmu tak akan sesadis mulutmu, arogan, konyol dan mudah sekali marah-marah."

Taeyong tergelak, "Bukankah itu perpaduan yang tepat. Anakmu yang kaku akan cocok dengan anak Yuta yang sarkatis. Wah, sudah sana cepat menikah dan punya anak."

"Tidak akan! Aku tidak sudi berbesan dengan Jung—sialan—Jaehyun."

"Kau pikir aku sudi?"

Johnny hanya menggeleng pelan, teman-temannya ini menjelang gila atau bagaimana? Mereka masih usia sekolah dan sudah memperdebatkan bagaimana nanti calon anak mereka. Benar-benar kurang kerjaan.

"Kalian semua memang teman tak berguna. Lihat saja nanti, anak Taeyong-hyung akan sangat amat bergantung pada anak Johnny-hyung, seperti ayahnya yang tidak bisa berpaling dari Ten sekalipun sudah diusir dan diabaikan berkali-kali." Yuta menyeringai kejam.

Taeyong gelagapan, "Kenapa jadi aku yang kena!?"

Jaehyun mengangguk setuju, "Betul sekali dan anak Johnny-hyung akan kencanduan dan tergila-gila dan tidak akan bisa hidup tanpa anak Taeyong-hyung."

Kedua temannya menepuk tangan, johnny membuang napas kasar, Taeyong yang terlebih dulu menolak.

"Kalian jangan melibatkan calon anakku! Aku tidak akan betah berada di sekitar kalian sampai tua, cukup masa kecil dan masa sekolahku yang kuhabiskan bersama makhluk-makhluk penghabis oksigen semacam kalian."

Yuta menggeleng tagas, "Pokoknya aku akan tertawa paling keras kalau anakmu dan anak Johnny-hyung benar-benar bersama."

Johnny mendelik, "Urusi saja calonmu yang belum kelihatan batang hidungnya."

"Heh, kau juga belum berhasil meminta nomor ponsel Moon-sunbae, tidak usah sok menasehati orang!"

Jaehyun mendesah keras, "Bodoh, kalian ini bodoh sekali, sekumpulan orang bodoh yang membicarakan hal-hal konyol."

Taeyong ikut tertawa, "Kau juga bodoh berarti."

Johnny mengangguk, tubuhnya direbahkan ke atas rumput yang terhampar bak permadani, "Kenapa kita berdebat tidak jelas hanya karena bakal calon anak yang bahkan belum tentu kita punya," katanya.

Yuta ikut tertidur di sebelahnya, mulutnya menghisap rumput yang entah dicabut di mana, "Tapi seru sekali membicarakan itu. By the way, Jung, aku tidak keberatan berbesan denganmu. Pastikan anakmu anak tunggal yang akan mewarisi jaringan bisnis keluarga Jung."

"Bedebah sialan," umpatnya.

Yuta terkekeh, "Kurasa Taeyong juga tidak keberatan berbesan dengan Johnny-hyung, iya kan? Hahaha ya Tuhan aku tidak bisa membayangkan jika itu benar terjadi."

Taeyong menggeleng kecil, "Kita hanya berputar di lingkaran yang itu itu saja," ujarnya.

"Tapi menyenangkan. Aku ingin menua bersama teman-temanku, sulit mencari teman jika usiamu sudah mapan dan dunia sudah ada dalam genggamanmu."

Jaehyun yang masih duduk bersila mengiyakan, "Ya sudah, lahirkan anak yang lucu, manis dan menggemaskan untuk anakku ya, Hyung. Cari calon yang lemah lembut agar anakmu tidak mewarisi mulut kotormu."

"Sialan. Kau juga segera nyatakan pada Kim Doyoung agar semua berjalan lancar,"

"Berkhayala saja terus, kalau jatuh baru tahu rasa."

Taeyong berguling di rumput, mengabaikan celotehan teman-temannya yang masih ramai membicarakan masa depan.

***

flashback ya.

jangan ada spoiler di antara kita :)

la vie de familleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang