Jembatan Merah

645 33 16
                                    

"Sial, kenapa saya harus lewat jalan ini? Gara-gara pulang terlalu malam nonton dangdutan didesa tegangga, dengan terpaksa saya harus lewat sini, daripada harus memutar dengan jarak yang lebih jauh."

Samir terdiam sesaat sebelum akhirnya dengan keberanian yang mulai muncul secara dipaksakan, Samir mulai melangkah perlahan menapaki jembatan yg konon terkenal dengan keangkerannya. Tak perlu diceritakan darimana cerita itu berasal, karena yang pasti ketika cerita tentang angkernya jembatan merah itu keluar dari mulut seseorang lalu masuk ketelinga orang lain, maka dari situlah akan muncul berbagai versi cerita yang lebih menyeramkan dari yang aslinya, sesuai dengan apa yang ada dalam imajinasi masing-masing pendengar. Memang Samir sendiri belum membuktikan tentang keangkeran jembatan merah yang ada dihadapannya, tapi dia merasa tak harus membuktikan hal itu, cukup dengan melihat suasana sekitar jembatan yg gelap tanpa pencahayaan saja hati kecilnya sudah meyakini bahwa jembatan itu memang angker.

Keringat dingin mulai membasahi sekujur tubuhnya seiring hembusan semilir angin kecil yang menyapa, membuat suasana hening disekitarnya tak mampu menenangkan detak jantungnya yang semakin lama dia disana semakin cepat pula jantungnya memompa darah, setapak demi setapak Samir mulai meninggalkan jalan masuk jembatan menuju keseberang, setiap beberapa langkah Samir harus berhenti untuk memastikan bahwa tak ada apapun yang berdiri dibelakangnya, dan setelah merasa yakin dia kembali melanjutkan langkahnya lagi, namun tetap melakukan hal yang sama setiap beberapa langkah sebelum akhirnya Samir tiba diujung jembatan.

"Huh."

Samir menarik nafas lega, dia merasa telah melewati cobaan yg sangat berat sehingga banyak menguras keringat dan tenaga.

"Ternyata mereka salah, jembatan ini samasekali tak begitu angker seperti apa yang dibicarakan banyak orang, buktinya tak ada yg terjadi."

Samir kini melanjutkan langkahnya dengan santai menuju ke rumahnya yang hanya tinggal beberapa ratus meter saja. Ditengah perjalanan, dari jauh dia melihat sebuah titik cahaya kuning dan putih memanjang bergerak tak beraturan menembus lebatnya daun pepohonan, namun itu tak menghentikan langkahnya, dia sudah tau tentang kebiasaan beberapa orang yg memang suka berburu burung dimalam hari, cahaya itu semakin lama semakin mendekat kearahnya.

"Akhirnya ada orang juga."

Namun dia kaget, setelah jarak mereka semakin dekat dengannya hingga menyisakan beberapa meter saja, cahaya itu kini diam memanjang menelusuri jalan setapak yg akan dilaluinya.

"Kenapa mereka lari?."

Samir tak mengerti dengan apa yg terjadi, namun perasaannya mulai tak enak, bulu kuduknya mulai meremang manakala sesuatu yang dingin menyentuh lehernya, rasa takutnya kini datang kembali setelah sesaat sebelumnya telah pergi, namun Samir memberanikan diri menoleh kearah belakang dengan perlahan lalu kemudian...

"Setaaaannn."

*****

Beberapa aparat desa setempat dengan seragam coklat yang sama sedang melakukan rapat tertutup, dengan wajah tegang dan serius tak ada satupun dari mereka yang bersikap santai, diantara mereka terdapat dua orang dengan pakaian yang berbeda yang tak lain adalah anggota polisi yang akan mengusut tuntas tentang kejadian yang terjadi didesa itu.

"Jadi bagaimana ini pak? Apa sudah ada titik terang?"

Pak Basri sebagai Kepala Desa memulai kembali pembicaraan mereka yang sebelumnya terhenti karena ada warga yg memaksa menemuinya.

"Untuk sementara ini belum, masih belum ada petunjuk, bahkan bisa dikatakan kami masih buta tentang kejadian ini."

Kedua aparat kepolisian itu menghela nafas panjang sebelum akhirnya kembali pembicaraan mereka terhenti hingga tak berapa lama setelah itu, dua orang anggota polisi tersebut pamit untuk kembali kekantornya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 28, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Jembatan MerahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang