Suasana kota Bogor selalu dipenuhi rintikan hujan. Payung seakan menjadi sahabat sejati. Aurora mendengus. Hari ini ia lupa membawa mantel maupun payung. Alhasil rambut panjangnya menjadi lepek. Benar-benar menyebalkan. Ia berusaha untuk kuat. Teringat perkataan Kak Mila untuk selalu berpikiran positif.
Dua jam lalu, seorang pemuda mendatangi Aurora. Pemuda itu mengaku mengenalnya, bahkan mengetahui rahasia terbesar dalam hidupnya. Bukan hanya itu, tawaran yang diberikan cukup menggoda. Jika saja Mila tidak murka, mungkin dengan penuh nafsu Aurora akan senang hati menerima tawaran tersebut. Meskipun bukan saudara kandung, Aurora telah menganggap Mila sebagai kakaknya.
“Tidak mudah kita memulai hidup baru” kata Mila saat pemuda itu pergi, “Jangan pernah menukar kebahagiaan dengan sesuatu yang tidak pasti”.
Kata-kata itu kembali terngiang. Aurora menggeleng keras. Mila benar. Terkadang hati kecilnya berteriak menginginkan hak kembali. Namun saat keinginan itu hadir, maka mimpi buruk itu akan muncul. Aurora mengenang perjuangan Mila menyelamatkannya dari kekejaman Christina.
Hanya wanita itu berada di sisi Aurora saat terpuruk. Lima belas tahun lalu, Mila membawanya ke panti asuhan. Awalnya ego Aurora menolak, tapi dengan penuh kesabaran wanita itu berhasil meyakinkannya bahwa hanya tempat itu yang aman. Terlebih ibu pengurus panti, Bu Endang juga membantu mengatasi trauma. Memeluk erat dan mengelus kepalanya saat mimpi buruk muncul tiap malam.
Aurora menghirup udara dalam-dalam. Baru satu bulan ini ia mendapatkan izin bekerja sebagai cleaning service salah satu penginapan di Bogor. Butuh perjuangan mendapatkan restu dari Mila. Meskipun perbedaan usia mereka hanya lima tahun, jiwa keibuan Mila tak diragukan lagi. Ia selalu menganggap Aurora sebagai gadis cilik yang ringkih lemah tak berdaya.
Wanita berusia dua puluh tiga tahun ini, merasa perlu keluar dari tempat persembunyiannya. Sudah saatnya ia turut membantu menyokong ekonomi keluarga besarnya. Keluarga yang terikat oleh perasaan cinta dan kasih sayang meski tidak dalam satu darah.
“Nak” panggil wanita berseragam sama dengan Aurora, “Ayo kita bersihkan beberapa kamar di lantai 3. Hari ini banyak orang yang pulang”.
Aurora mengangguk. Tangannya mendorong kereta yang dilengkapi dengan peralatan bersih-bersih. Hari ini akan sangat sibuk. Liburan Natal dan tahun baru membawa berkah bagi penginapan mereka. Bahkan ia harus lembur beberapa hari. Semua akan sepadan dengan gaji yang akan diperoleh nanti. Apalagi bayangan anak-anak panti nanti bersuka ria saat menerima sepatu baru maupun seragam baru. Meskipun semua barang itu dibeli dari pasar loak, namun masih layak pakai.
"Aku harus semangat" Aurora memijat betis kanannya.
Seharian membersihkan dan mempersiapkan beberapa kamar membuatnya kecapekan. Beberapa pegawai tampak saling memijat bahu. Aurora tersenyum saat, seorang ibu-ibu berambut keriting mengeluh membersihkan kamar super berantakan dan jorok. Bahkan sampah tersebar di setiap sudut. Aurora ikut merasa jijik saat salah seorang mengaku membersihkan cairan hasil dari percintaan tercecer di lantai.
"Nak, belikan minuman berenergi" kata ibu berambut keriting itu sambil menyerahkan beberapa lembar uang, "Nanti kembaliannya belikan camilan".
Aurora tersenyum mengangguk. Sudah tradisi sebagai junior selalu disuruh-suruh. Bahkan tak jarang ia mengerjakan beberapa pekerjaan seniornya.
**
"Ayolah Steven" seru wanita berponi, "Kita ke sini untuk bersenang-senang".
Awalnya tapi sekarang tidak, jawab Steven dalam hati.
"Mungkin Steven kurang enak badan" kata Chiko pengertian sambil menyenggol bahu Steven.
Sementara Nial hanya menggeleng tak setuju. Ia dan Chiko tahu pasti penyebab hilang minat Steven. Namun Chiko selalu bersikap bijak.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Revenge Game
Romance"Aku tidak akan menyesal" bisikku yakin, "Tetaplah seperti itu. Biarkan benci tumbuh dalam hatimu karena rasa ini palsu". Kehidupan Aurora terusik sejak Malvin mengetahui rahasianya. Pria itu mengetahui Aurora adalah pewaris perusahaan M&T yang terb...