Sang mentari baru berhasil menduduki singgasananya, namun kehangatan yang harusnya ia hantarkan kepada setiap makhluk hidup dipermukaan bumi tidak dapat dirasakan oleh salah satu penghuni didalam ruangan yang terlihat mewah itu. Ada tiga orang yang berada dalam ruangan itu, dua sosok pria dewasa dan satu sosok remaja yang tampak berusaha menyembunyikan wajahnya dibalik rambut hitamnya.
"Apa yang terjadi ?" Pria yang duduk diseberang meja itu kembali bersuara lagi, menanyakan pertanyaan yang sama dengan beberapa menit lalu. Tapi remaja itu tetap diam tak berani bersuara. Ia semakin menundukan kepalanya dalam, menghindari tatapan orang yang dikasihinya itu.
"Apa kau tidak mendengarku ?" Perubahan intonasi pria itu membuat sang remaja tertegun.
"Frank Vihokratana." Ketika namanya dipanggil secara lengkap oleh pria yang ada dihadapannya yang tak lain adalah phao-nya, Newwie. Frank mengangkat sedikit pandangan untuk melihat phao-nya. Sorot mata pria itu tak terbaca, Frank tak pernah melihat tatapan itu sebelumnya pada pria dengan garis wajah lembut dan terkesan cute itu.
"Hin, cukup. Biarkan Frank membersihkan tubuhnya terlebih dahulu--." Setelah terdiam cukup lama dan memperhatikan tindakan yang dilakukan phao-nya, pria satu lagi mengeluarkan suaranya. Itu Daddy-nya
"Dan membersihkan lukanya." Pria tadi melanjutkan ucapannya. Frank kembali menundukan wajahnya ketika matanya bertemu dengan tatapan Daddy-nya.
"Aku sedang tidak meminta pendapat, Tawan. Aku meminta penjelasannya." Oh, tidak. Frank segera mengangkat kepalanya dan melihat phao-nya sedang menatap Daddy-nya dengan tajam.
Daddy-nya terlihat menghela nafas, tau jika phao-nya dalam mode ini tak akan ada gunanya untuk berargumen.
"Aku sudah dewasa." Dengan sedikit tercekat, Frank mengeluarkan suaranya pelan. Membuat phao-nya menoleh kearahnya dengan cepat. Ini tidak adil untuknya, dia sudah 18 tahun. Dia bukan anak kecil lagi yang tidak bisa melindungi dirinya sendiri.
Latihan beladiri yang diajarkan Daddy nya dari kecil lebih dari cukup untuk melindungi dirinya. Dan Phao harusnya tau itu. Juga luka nya saat ini hanyalah luka kecil.
"Apa tindakan mengendap-ngendap di pagi hari dengan luka lebam disekujur tubuh adalah hal yang dilakukan orang dewasa?!" Phao-nya berkata dengan nada yang lebih tinggi dari sebelumnya. Dan Frank merasa saat ini ---
"Phao terlalu berlebihan." Frank mengatakannya dengan nada pelan yang sama, namun kedua pria itu masih bisa mendengarnya. Frank melihat phao-nya yang tergesa berdiri. Mengangkat kepalanya, sekilas Frank melihat sorot matanya yang meredup. Seperti terluka ? Tapi itu hanya sekilas jadi Frank tidak bisa memastikannya.
Ia melihat Phao melangkah ke arah Daddy-nya yang dari tadi berdiri didekat pintu. Frank melihat pria itu menghentikan langkahnya.
"Kau benar, aku berlebihan." Tanpa menoleh, Phao-nya meninggalkan ruang keluarga mereka. Meninggalkan dia dan Daddy-nya dalam kesunyian.
Frank tidak tahu untuk siapa kata-kata yang phao-nya ucapkan tadi, karena saat mengatakannya tadi mata Phao justru tertuju pada Daddy-nya.
"Kembali ke kamarmu, dan bersihkan dirimu. Aku akan bicara padamu nanti, son." Daddy-nya berkata sambil menghela nafas. Tanpa berkata apapun lagi, dia segera melangkahkan kakinya kamar.
-----
Tawan memasuki kamar anak laki-lakinya, dan mendudukan diri ditepi tempat tidur putranya itu. Dia mendengar suara gemericik air dari arah kamar mandi. Sambil menunggu putranya, ia menatap sekeliling. Melihat dekorasi kamar Frank yang diubah beberapa bulan lalu atas ke inginan remaja itu sendiri.
YOU ARE READING
Gloomy Morning
Short StorySuatu hari, dimana pagi disambut dengan hal yang kurang menyenangkan.