Balutan jas berwarna senada dengan celana panjang serta peci hitam lengkap aku kenakan, sejak semalam aku tak bisa berhenti berusaha menormalkan denyut jantungku, entahlah apa yang sebenarnya aku rasakan setelah dua bulan lalu Ayya mantap mengiyakan pinanganku.
Berkali-kali aku melihat pantulan diriku di cermin, menarik nafas, menguatkan hatiku.
"sudah siap Kahf?" suara Bapak tiba-tiba membuyarkan pikiranku, dengan balutan jas berwarna senada dengan celana yang beliau kenakan, Bapak menghampiriku yang masih saja sibuk dengan kegugupanku.
"InsyaAllah pak" jawabku menarik nafas panjang
"Bismillah nak, minta Allah subhanahu wata'ala mudahkan" ujar Bapak menepuk pundakku lantas mengajakku bergegas menuju Bandung.
-----------------------------
Suasana putih dan warna karamel menghiasi kediaman Pak Rahman saat itu, setibanya kami disana aku langsung disambut Ayah dan Ibu Ayya yang langsung mengalungkan untaian bunga melati di leherku.
Aku salami kedua tangan orang tua yang sebentar lagi akan berubah status menjadi mertuaku itu, lantas berjalan perlahan menuju kedalam rumah.
Dekorasi yang amat cantik menarik atensi mataku saat pertama kali ku langkahkan kaki ke dalam rumah, aku yakin Ayya yang memilihkan warna dan hiasannya, seingatku seleranya sederhana namun berkelas seperti ini.
Kedua kakak laki-laki Ayya tersenyum kearahku lantas menjabat tanganku mempersilahkan aku duduk di tempat akan dilangsungkannya akad aku rasa.
Jantungku semakin tak jelas detaknya, tanganku dingin bahkan sepertinya keringat dingin meluncur bebas di pelipisku.
Hingga saat pemandu acara mulai membuka acara di pagi pukul delapan lebih lima belas menit kurasa, menyampaikan pembukaan, penyambutannya lantas mempersilahkan seorang qori muda yang amat merdu suaranya untuk melantunkan ayat suci al-qur'an.
Seorang lelaki paruh baya berjas hitam tak lama datan, lantas dipersilahkan duduk di depan meja kecil tempatku duduk tadi. Aku rasa beliau ini petugas dari kementrian agama yang akan menjadi pemanduku dalam mengucap ijab qobul nanti.
Dan saat itu tepat pukul sepuluh lebih dua puluh lima menit, peristiwa penting dalam hidupku dimulai, dengan menjabat tangan Ayah Ayya aku mengucap janji akan membimbing putrinya membuat janji bukan hanya di saksikan manusia namun juga oleh para malaikat. perjanjian yang langsung menuju Allah Subhanahu wa ta'ala.
"Saya nikahkan ananda Fiqri Muhammad Kahfi bin Bapak Muslim dengan putri kandung saya Ayyatul Ghina binti Rahman Shidiq dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan emas sebesar 23 gram dibayar tunai"
"Saya terima nikahnya Ayyatul Ghina binti Bapak Rahman Shidiq dengan mas kawin yang tersebut dibayar tunai" tanpa keraguan aku sambung perkataan Pak Rahman disusul ucapan Sah para saksi setelah sebelumnya bapak penghulu meminta kejelasan tentang sah atau tidaknya Ijab Qabul yang baru saja terjadi.
Lega..
itulah yang aku rasakan saat ini, setelah mampu melafalkan perjanjian dengan Ayah Ayya. setelah doa-doa dilafalkan, pemandu acara mempersilahkan mempelai wanita memasuki ruangan tempat berlangsungnya akad tadi.
Jantungku yang semula sudah normal detaknya kini kembali berdetak tak karuan, aku heran apa sedang ada disko di rongga dadaku itu, tak lama seorang gadis kecil keluar membawa sebuah buket bunga mawar putih selang seling dengan mawar berwarna pink, tersenyum manis memperlihatkan giginya yang baru saja tanggal satu, menghampiriku dan menyerahkan buket yang ia bawa tadi.
Tak berselang lama seorang gadis dengan di gandeng dua orang wanita memasuki ruangan, dengan langkah perlahan dia berjalan ke arahku.
"MasyaAllah TabarakAllah" reflek terucap dari bibirku,
aku memang tidak menatap langsung wajah perempuan yang saat ini duduk tepat di sampingku, namun dengan jelas terlihat dari matanya, kalau dia memang perempuan yang baru saja di sah kan pak penghulu untukku. Mata yang satu kali pernah tak sengaja berpapasan dengan mataku yang sejak saat itu setan ramai-ramai membisikiku untuk berpacaran dengannya. Namun Alhamdulillah Allah Subhanahu Wa ta'ala masih melindungi hatiku, menuntunku untuk mengejarnya dengan cara benar, meminta dengan do'a dan bertemu langsung dengan walinya.
Aliran listrik terasa menjalar di seluruh peredaran darahku saat perempuan ini mencium tanganku, aku arahkan tanganku di atas kepalanya membaca do'a yang pernah di ajarkan guruku saat bab nikah dahulu.
Selesai membaca do'a, aku kecup kening perempuan yang sah ku panggil istri itu, dan seketika saat itu pula hatiku luruh hingga ke kaki aku rasa. Tak ada perasaan lain selain bahagia yang membuncah di hatiku. Bersyukur Allah mengijinkanku untuk menjaga bidadari titipannya ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita Dan Takdir-Nya ♥
Storie brevi" Dari sekian banyak rasa yang sudah bersinggah, hanya satu ini yang membuatku sulit menundukkan pandangan" Based on true story