MASA LALU

58 2 1
                                    

Aurora merasa canggung di depan Steven. Ia merasa berhutang budi pada Stven. Sebenarnya dia tidak mengingat apapun tentang malam itu. Hal terakhir diingat adalah mengusir Steven. Kenangan yang sama sekali tidak membantu. Ingin bertanya tapi dia takut mendengarkan sesuatu memalukan.

Awalnya Aurora berharap Steven akan menyindir atau menghina. Namun hingga detik ini, suaminya itu masih enggan berbicara dengannya. Aurora merasa yakin telah merepotkan Steven saat mabuk. Ia sering mendengar bahwa saat mabuk seseorang akan menjadi sosok yang sangat berbeda. Ia ingin mengucapkan terimakasih karena telah menyelamatkannya dari Mark sekaligus meminta maaf. Rasa malu justru lebih besar dibandingkan perasaaan-perasaan tersebut.

Hari ini Aurora sibuk bertemu dengan beberapa orang pemegang saham perusahaan M&T. Sesuai rencana Malvin, ia harus bisa mendapatkan dukungan untuk kembali ke perusahaan keluarganya tersebut. Ia berusaha tampil percaya diri dan bersikap seolah-olah wanita berpendidikan.

Pertemuan ini sempat tertunda, karena Aurora memilih menemui orang-orang di panti. Baginya, panti adalah satu-satunya tempat bernaung. Meski berat, Mila pun kini memilih pasrah dan mendukung keputusannya. Tentu saja ini menjadi suntikan semangat bagi Aurora.

“Kerja bagus hari ini”.

Aurora menghela napas setelah membaca pesan dari Malvin. Ia masih duduk dalam mobil, membiarkan sopirnya tetap tenang menunggunya keluar. Ia kembali melirik arloji. Jam makan malam sudah lewat dan kemungkinan Steven belum pulang. Setidaknya ia bisa menjadi diri sendiri untuk sementara waktu.

"Christina mengajakku untuk ketemuan besok"

"Kedengarannya bagus" balas Malvin, seperti dugaan Aurora.

"Tidak. Aku tidak akan datang" Aurora menolak.

"Hei Nyonya Steven, ini adalah saatnya kamu menunjukkan siapa dirimu sebenarnya" Aurora menjadi tertantang setelah membaca pesan Malvin.

“Sepertinya mereka agak terkejut melihat aku datang tadi” balas Aurora.

"Tidak diragukan lagi" Malvin memasang emoticon tertawa, "Seharusnya mereka sudah memperkirakan tindakanmu".

"Entah" Aurora menyandarkan tubuh, "Mereka sepertinya tidak mengharapkan kehadiranku".

"Tidak ada yang menyukai musuh".

"Musuh? Aku" Aurora terkejut membaca pesan Malvin.

Aurora diam tak ingin melanjutkan berbalas pesan. Ia berharap Malvin salah menilai keluarganya. Meskipun ia sama sekali tidak meragukan pendapat Malvin.

Aurora segera masuk ke dalam rumah. Disambut pelayan menanyakan hidangan makan malam yang diinginkannya. Aurora pun menjawab bahwa ia sudah sangat kenyang dan ingin segera beristirahat.

"AAAH..."

Aurora berteriak saat melihat Steven keluar dari kamar mandi. Bukan karena suaminya itu bertelanjang dada dan mengenakan celana pendek. Melainkan perkiraannya meleset. Aurora sibuk mengatur napas dan memenangkan diri. Sementara Steven hanya diam sambil mengeringkan rambut dengan handuk.

"Maaf" Aurora meringis, "Aku kira kamu belum pulang".

Steven mengabaikan Aurora. Ia menuju almari mengambil kaos oblong. Tanpa bersuara pria itu duduk di sofa, bersiap membaca koran. Aurora cemberut melihat reaksi Steven.

"Steven" Aurora menghampiri.

Steven melirik ke atas, melihat wajah Aurora. Kemudian kembali membaca koran edisi hari ini.

"Begini" Aurora segera duduk di samping Steven, "Apakah aku merepotkanmu saat mabuk kemarin?".

"Hm..." sahut Steven.

The Revenge GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang