MARI AKHIRI

45 2 1
                                    

Aurora tidak bisa menutupi kekesalannya. Bagaimana tidak? Ia sudah bersiap sejak jam enam petang, sedangkan Steven baru saja berangkat mandi. Lebih menyebalkan lagi, Steven sengaja mengerjainya untuk bersiap satu jam lebih awal karena tidak mau menunggu istrinya berdandan. Jadilah sekarang Aurora duduk di sofa dengan wajah cemberut. Matanya menatap lurus ke arah pintu kamar mandi. Aurora punya ide untuk menghilangkan rasa bosan.

"Apa yang kamu lakukan?" tanya Steven heran sesaat keluar kamar mandi.

"Nyari baju" jawab Aurora enteng sambil mengeluarkan beberapa baju.

"Buat apa? Kamu kan sudah pakai baju" Steven memandangi Aurora mengenakan gaun biru terusan panjang tanpa lengan.

"Bukankah ini sweet seventeen party? Aku ingin tampil lebih muda" jawab Aurora sembarangan.

"Sadarlah, umurmu" kata Steven meremehkan.

"Ini ulang tahun calon adik iparku, Raina. Jadi aku harus tampil ceria. Lagipula aku memang masih muda. Omong-omong kamu harus tahu wanita sangat sensitif kepada segala sesuatu yang berhubungan dengan angka. Satu hal lagi, ini namanya gaun bukan baju. Ingat itu" jawab Aurora tidak terima.

Steven hanya mengangguk berpura-pura mengerti. Sementara Aurora dengan kesal membawa beberapa gaun ke kamar mandi. Bahkan Aurora sengaja membanting pintu. Steven hanya menghela napas panjang.

Saat Steven sedang mengenakan jas hitam. Aurora telah berganti baju. Steven terlihat tidak peduli, kemudian mengambil dasi berwarna merah.

"Steven, tolong tarik resletingnya" pinta Aurora membelakangi Steven.

Steven membantu Aurora dengan malas

"Baju apa ini?" Steven terkejut, karena pakaian Aurora mengekspos hampir separuh punggungnya.

"Biar nggak gerah" jawab Aurora asal, sambil memilih kalung yang sesuai.

"Sebaiknya kamu kembali pakai baju tadi" perintah Steven membuat Aurora sedikit merinding.

Aurora sengaja memancing amarah Steven. Ia ingin sedikit membuat suaminya marah dengan gaun pilihannya. Aurora senang ia tidak salah pilih. Gaun hitam melekat sempurna membentuk lekuk tubuh serta membiarkan sebagian paha dan punggungnya terlihat.

"Kita hadir diundang orangtua Raina. Jadi berdandanlah seperti Nyonya Steven" kata Steven lagi.

"Ohhh sudah jam 7" seru Aurora tidak peduli, "Sebaiknya kita harus berangkat".

Steven mendengus saat Aurora menarik tangannya. Sementara Aurora merasa menang. Sesampainya di hotel bintang lima, Aurora kembali kecewa. Benar dugaannya pesta ini akan terasa asing. Tak ada yang dikenal. Meski Ethan datang, Aurora harus merelakan adik kesayangan itu untuk menemani sang pacar. Mengingat malam ini adalah acara penting bagi Raina.

"Merasa iri?" kata Evan datang menghampiri Aurora.

Aurora melihat saudara kembar Ethan menghampiri. Jika Ethan bagai malaikat, Evan adalah anak iblis, karena Christina iblisnya. Ethan dan Evan bukan kembar identik, hingga banyak yang tak menyadarinya.

"Apa yang membuatku iri?" tanya Aurora tertawa renyah.

Mereka berdua harus bersikap seolah-olah saudara. Seakan-akan tidak ada masalah di antara mereka. Kabar perpecahan antar ahli waris, akan berdampak buruk pada harga saham. Lagipula berpura-pura adalah makanan sehari-hari.

"Sebaiknya kamu segera mundur sebelum kamu hangus akibat api yang kamu ciptakan" kata Evan pedas di balik wajah manisnya.

"Percayalah. Aku adalah Phoenix yang selalu terlahir kembali" Aurora mengambil dua gelas dari nampan pelayan yang lewat.

The Revenge GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang