Jika di rumah mereka bersikap selayaknya adik kakak. Berbeda saat hanya berdua. Seperti makan malam hari ini. Aurora dan Malvin sengaja memesan private room. Mungkin beberapa orang akan berpikir mereka terlibat dalam hubungan terlarang. Pada kenyataannya, mereka adalah mitra dalam urusan terlarang.
“Selamat atas posisi sebagai manajer” Malvin mengangkat sampanye, tinggi.
Aurora melirik sebentar, kemudian kembali mengiris steak, “Aku tak menyangka selama ini ayahku mempekerjakan banyak penghianat”.
Aurora sedikit mengenang kejadian tadi. Orang-orang tampak palsu mengucapkan selamat padanya. Mereka seolah bangga. Berbeda dengan Haryanto, orangtuanya itu hanya memasang wajah datar. Bahkan pria itu pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun. Evan, Aurora tidak melihat kehadirannya. Lagipula ia tidak peduli dengan reaksi rivalnya tersebut.
Malvin tertawa terbahak-bahak, “Seperti itulah dunia bisnis”.
Aurora tersenyum, “Aku sepertinya lupa pernah lulus S2 bisnis di Australia”.
Sejenak suasana hening. Terdengar suara tuangan anggur merah mengisi gelas Malvin. Meja panjang berisi banyak hidangan menjadi pembatas mereka. Terdapat satu pelayan di tiap sisi kanan mereka. Mereka melayani tamu, tanpa bersuara. Melayani dengan sigap, tanpa tamu meminta dua kali.
“Ya. Aku tahu” Malvin menghirup sampanye sejenak, “Aku ingin dapat melihatnya secara langsung ekspresi mereka mendengar sandiwaramu”.
“Sulit bagi mereka mengelaknya” sahut Aurora, “Mungkin selama ini mereka tidak menyangka kebohongan itu akan menjadi boomerang”.
“Kamu memang brilian, Aurora” puji Malvin, “Bergerak melesat. Sepertinya bekerja sama denganmu sangat menyenangkan”.
“Aku ingin semua ini cepat berakhir” Aurora mulai kehilangan nafsu makan.
“Maksudmu pernikahan?” Malvin meletakkan gelasnya dengan kasar.
Aurora segera menghabiskan segelas minuman beralkohol, sebelum berbicara. Ia berusaha mengumpulkan kekuatan. Berhadapan dengan Malvin tidaklah mudah. Jika Malvin memiliki tameng setiap sisi, ia hanya memiliki kaca tipis yang akan pecah sewaktu-waktu. Bahkan getaran halus sekalipun mampu meruntuhkan segalanya.
“Aku tidak bisa membiarkan Steven terlibat dalam rencana kita” kata Aurora sambil melihat gelas terisi kembali.
Malvin menyeringai, “Mulai jatuh cinta?”.
“Tidak” Aurora kembali minum, “Aku hanya tidak ingin ada orang yang tak berdosa turut dalam lingkaran setan ini”.
Pyaar. Refleks, Aurora berteriak. Malvin melemparkan gelasnya ke lantai. Pelayan dengan cekata segera membersihkan pecahan gelas. Sedangkan yang lain segera mengambilkan gelas untuk Malvin.
“Keadaanmu sudah seperti gelas pecah saat kita bertemu dan akulah yang menyatukannya. Sepertinya kamu melupakan tujuan pernikahan ini” geram Malvin.
Kali ini Aurora membalas tatapan Malvin, “Aku berhasil mendapatkan perhatian dan kembali ke M&T untuk menghancurkan mereka. Kenapa kamu ingin menghancurkan saudaramu sendiri?”.
“Seorang pemangsa tidak akan pernah puas. Bukan hanya M&T yang harus hancur, Steven juga harus mundur sebagai pewaris Pikantu Group” jelas Malvin, menyandarkan tubuh.
“Kamu benar-benar serakah” ejek Aurora kembali menghabiskan minumannya, “Apapun yang kau katakan aku tetap pada pendirianku”.
“Sepertinya kamu butuh motivasi” kata Malvin pantang menyerah.
“Aku tidak akan terperdaya” kata Aurora pada dirinya sendiri.
Malvin berdiri menghampiri Aurora. Ia mengeluarkan amplop dari jasnya, kemudian melemparkannya ke pangkuan Aurora.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Revenge Game
Dragoste"Aku tidak akan menyesal" bisikku yakin, "Tetaplah seperti itu. Biarkan benci tumbuh dalam hatimu karena rasa ini palsu". Kehidupan Aurora terusik sejak Malvin mengetahui rahasianya. Pria itu mengetahui Aurora adalah pewaris perusahaan M&T yang terb...