KETAKUTAN

39 1 1
                                    

Aurora terkejut mendapati Steven tidur di sampingnya. Senyuman langsung merekah di wajah ayunya. Sesaat muncul rasa sesal karena tidak menyambut pujaan hati dengan baik. Inisiatif, Aurora mencium kening Steven. Seakan terganggu, Steven mengerutkan dahi.

"Hai... Selamat pagi" sapa Aurora saat mata Steven terbuka, "Bagaimana tidurmu? Nyenyak?".

"Kamu sudah tidak marah?" tanya Steven sukses menghancurkan suasana romantis.

Seketika wajah riang Aurora mendadak berubah suram, "Kamu benar-benar perusak mood".

Setelah kejadian di kantor, Aurora tidak mau bersama Steven. Ia selalu melengos tiap diajak mengobrol. Bahkan ketika Steven berpamitan, Aurora berpura-pura tidak mendengar.

"Aku tidak bermaksud bermesraan dengan wanita lain di belakangmu" jelas Steven, "Hanya Vallery yang bisa menolongku".

"Iya" Aurora mengangguk, "Dia sudah menjelaskan banyak hal".

"Apakah aku sekarang sudah dimaafkan?" Steven kembali memastikan.

"Entahlah" Aurora pura-pura berwajah masam.

"Aku punya kejutan untukmu" tawar Steven.

"Apa itu?" Aurora penasaran namun tetap berusaha mempertahankan harga diri.

"Tapi matanya harus ditutup" Steven senang melihat reaksi Aurora.

Pria itu beranjak dari ranjang. Penuh semangat mengambil dasi berwarna hitam. Ia menghampiri Aurora, kemudian menutup mata Aurora dengan dasi. Meski terlihat tidak tertarik, Aurora menuruti syarat Steven.

"Apa yang kamu lakukan?" pekik Aurora saat Steven menggendongnya.

"Menggendongmu" jawab Steven.

"Aku tau" gemas Aurora, "Maksudku buat apa kamu gendong aku. Kan aku bisa jalan sambil kamu tuntun gitu".

"Aku nggak mau kamu jatuh" jawaban Steven sukses melumerkan hati Aurora.

"Aku nggak berat kan?" tanya Aurora manja.

"Tentu saja berat. aduh..." Steven mengaduh mendapatkan cubitan kecil dari Aurora.

"Seharusnya kamu bilang nggak" sungut Aurora.

Steven hanya menghela napas melihat tingkah Aurora. Tanpa mengatakan apapun, Steven berjalan. Ia tak peduli mendapatkan tatapan heran dari para penghuni rumah. Ia hanya ingin membuat Aurora bahagia.

Aurora diam dalam gendongan Steven. Ia menerka-nerka tujuan suaminya. Ia dapat merasakan angin yang berhembus saat mereka keluar rumah serta suara mesin mobil. Aurora senang karena saat ini mereka berdua keluar bersama tanpa ditemani sopir pribadi. Tiba-tiba pipinya memerah.

"Bukankah ini seperti ajakan bulan madu?" pikir Aurora malu.

Aurora tidak tahu berapa lama berada di mobil. Ia enggan bertanya. Wanita ini ingin Steven sukses memberikan kejutan padanya.

"Kita sudah sampai" kata Steven setelah mematikan mesin.

Sejenak jantung Aurora serasa berhenti saat Steven membantu dirinya keluar dari mobil. Aurora mengenali suasana ini. Hawa dingin, aroma lembab dan hembusan angin. Lututnya serasa gemetaran. Rasa takut menyerang.

"Oh ya... Aku hampir lupa" terdengar Steven membuka pintu mobil, "Sekarang kamu tidak akan kedinginan".

"Terimakasih" ucap Aurora merasakan kehangatan dari jaket yang kini menutupi kedua bahunya.

Steven terlalu gugup. Ia berharap istrinya akan terkesan. Semua kejutan telah ia persiapkan jauh-jauh hari. Pekerjaan dikerjakan dengan cepat, demi meluangkan waktu untuk bersama.

The Revenge GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang