MALVIN

38 2 1
                                    

Malvin diam menatap komputer. Tak ada dokumen yang harus dibaca maupun diperiksa. Layar kotak tersebut masih gelap. Ia sama sekali belum melakukan apapun sejak satu jam kedatangannya. Beberapa menit lalu, orang kepercayaannya mengatakan bahwa Steven menyibukkan diri di kantor. Ini bukanlah yang diharapkan. Ia ingin kakaknya menangis di pojokan dan tidak memiliki gairah menjalani hidup.

Pria yang memiliki tatapan elang ini mengatakan perasaannya pada Aurora ketika Steven bertanya. Ia berharap kepergian Aurora dapat menghancurkan Steven. Malvin sangat berang saat mengetahui Aurora menghianatinya. Ia bisa bersabar saat wanita itu tidak melaporkan tentang Steven. Namun ia tidak bisa menahan diri saat informasi penting tentang M&T tiba-tiba berhenti.

Mungkin Aurora berpikir ia adalah bidadari milik Cinderella, yang datang dengan senang hati membantu. Aurora salah dan wanita itu harus membayar mahal. Malvin bisa sedikit senang saat Genta dengan tulus menjalankan rencananya. Apalagi baru-baru ini secara tidak sengaja ia mendapati Steven dan Aurora bertengkar di kantor. Aurora tampak menangis saat keluar dari ruangan Steven. Wanita itu juga tak bersusah payah mengahapus air mata saat mereka bertemu.

“Maafkan aku menyebabkan kalian seperti ini” Malvin pura-pura menyesal.

“Tidak. Cepat atau lambat kebenaran akan terungkap. Kamu tidak perlu meminta maaf” kata Aurora tanpa curiga.

“Pasti kamu sangat tersiksa berpisah dengan Kakakku” Kata Malvin memasang wajah prihatin, “Jagalah kesehatan. Lihat badanmu semakin kurus”.

“Ini akan sementara. Dulu saat aku menolak rencanamu ternyata Tuhan mengarahkanku. Bahkan saat aku ingin menyerah, takdir menguatkanku” Aurora menatap Malvin lembut, “Kamu tidak perlu mencemaskan kami. Aku percaya Steven diciptakan untukku. Sebesar apapun rintangan menghalangi, namun akan selalu ada jalan mempertemukan kami”.

Malvin berpura-pura tersenyum, kemudian menepuk pelan pundak Aurora.

“Aku membenci cinta. Ia selalu menjadi kelemahan” kata Malvin.

“Mencintai seseorang bukanlah kelemahan, justru perasaan itu mampu membangkitkan jiwa dalam keterpurukan” kata Aurora disambut Malvin dengan mengangkat kedua bahu.

Hari itu Malvin merasa sangat senang. Sebuah proyek seharusnya diberikan pada Steven, kini menjadi miliknya. Steven menolak perintah Hendri dengan alasan terlalu banyak mengemban tugas. Kesempatan itu tidak dilewatkan olehnya. Ia sangat berambisi menyingkirkan Steven. Kebahagiaan Malvin tak berlangsung lama. Keterpurukan Steven justru memacu pria itu mengalihkan ke pekerjaan.

Malvin memejamkan mata sejenak. Menarik napas dalam-dalam. Tidak seharusnya ia khawatir. Bukankah ia telah merencanakan ini selama beberapa bulan serta memiliki berbagai rencana alternatif. Bahkan tak terhitung berapa kali ia berhasil mengalahkan M&T. Malvin menganggukkan kepala, mengakui kehebatannya. Terdengar suara ketukan pintu membuyarkan pikiran Malvin.

“Mohon maaf, Pak. Rapat direksi akan dimulai lima belas menit lagi” kata Anggrek, sekretarisnya mengingatkan.

“Anggrek” panggil Malvin sebelum wanita itu berlalu, “Pesankan seperti biasa, minuman favorit saya”.

“Sepertinya akan ada kabar gembira” tebak Anggrek.

Malvin hanya tersenyum. Ia berdiri mengenakan kembali jas biru yang tersandar di tiang pakaian.

“Ayo berangkat” kata Malvin penuh semangat.

Anggrek merasa pipinya panas. Senyuman Malvin selalu mampu menawan hati wanita manapun. Wanita itu turut merapikan blazer yang ia kenakan, sebelum berjalan mengikuti Malvin. Ia segera duduk di tempat biasanya, sementara Malvin duduk bersama orang-orang pemangku kekuasaan lainnya. Anggrek menyenggol bahu Lili, sekretaris Steven yang selalu terpesona pada Malvin. Hendri memang memiliki dua putra tampan, namun Malvin memiliki pesona dan aura seksi bersamaan. Rapat besar adalah surge bagi kaum hawa di kantor ini, untuk menikmati pemandangan indah dari Malvin.

The Revenge GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang