JALAN KEMBALI

47 2 1
                                    

Aurora tertawa mendengarkan lelucon yang dilontarkan Raina. Gadis yang baru saja menimba ilmu di perguruan tinggi itu menghibur Aurora. Raina dengan sabar membantu Aurora sejak ia membuka mata. Si kembar selalu mencemaskan kondisi kakaknya. Secara bergantian mereka menemani Aurora. Kedua pria itu menyediakan bahu saat Aurora menangis mengingat janinnya tak terselamatkan.

Haryanto jatuh sakit saat mendengar Aurora dirundung muibah. Beruntung ia cukup mendapatkan perawatan di rumah. Berulang kali pria paruh baya itu mencoba menghubungi putri semata wayangnya. Aurora selalu menolak. Ia tak tega bila harus menjelaskan pada ayahnya. Melihat kondisi sang suami dan kekhawatiran putranya membuat Christina jera.

Suatu malam Christina menjenguk anak tirinya. Ia bersimpuh meminta maaf. Wanita itu mengaku tak menyangka bahwa perlakuannya tidak hanya membuat Aurora jera, namun juga memberikan trauma mendalam. Ia juga baru mengetahui Evan mengalami gangguan kecemasan sejak kejadian malam itu. Aurora dengan tangan gemetar menyambut Christina.

Aurora kini menyetujui saran Evan untuk konsultasi ke psikiatri. Ia menyadari seharusnya ia melakukan pengobatan sejak dulu. Namun dahulu ia hanya berpikir untuk selalu bersembunyi. Kini ketakutan itu perlahan mulai sirna.

“Wah… makan siang datang” seru Raina saat seorang petugas membawakan senampan makanan.

Aurora mengernyit, tak suka.

“Ayolah… makanan tidak enak ini adalah obat” rayu Raina.

“Kamu dan Ethan memiliki banyak kesamaan. Sama-sama bermulut manis” Aurora mencubit hidung Raina, gemas.

“Benarkah?” sahut Ethan  memasuki kamar, disusul Evan.

“Aku membawakanmu buah pepaya, kesukaanmu” kata Ethan mengangkat kresek di tangannya.

“Aku lebih baik memakan ini” Aurora cemberut memulai makanannya.

Ethan mencium kening Raina, “Kamu bukannya habis ini ada pelajaran?”.

“Stop. Bermesraan di tempat umum” Evan memukul kepala Ethan.

Raina tertawa senang, lalu mencium pipi Ethan.

“Aku pergi dulu ya, kak?” pamit Raina.

“Aku akan mengantarnya” sahut Ethan.

“Sana. Sana pergi” usir Evan.

“Jangan iri dong. Makanya kalo pengen mesra-mesraan kayak gini, jangan mau diajak LDR-an” sindir Ethan, “Emangnya yakin dia masih setia di Amerika sana”.

Aurora dan Raina tertawa mendengar olokan Ethan, sementara Evan memutar kedua bola matanya.

Bye, kakak” Aurora membalas lambaian tangan Raina.

“Bagaimana keadaanmu? Pasti capek meladeni si cerewet” kata Evan tidak senang dengan Raina.

Aurora menggeleng, “Dia membuat aku tidak bosan di tempat ini”.

Terdengar ketukan pintu. Evan dan Aurora menahan napas sejenak saat melihat sosok itu masuk. Aurora menggenggam tangan Evan mencegah adiknya mengusir orang itu

“Aku akan meninggalkan kalian berdua” kata Evan pergi.

“Hai Malvin. Apakah kamu sudah makan?” tanya Aurora, berpura-pura menikmati makanan hambar itu.

Malvin diam menghampiri tempat tidur Aurora.

“Kamu seharusnya tidak memaksakan diri” Aurora melirik kursi roda yang dikendarai Malvin.

“Aku minta maaf untuk segalanya” permintaan maaf Malvin, membuat Aurora menghentikan suapannya.

“Aku sudah merenungkannya selama beberapa hari ini. Kamu tidak salah, kakakku juga” Malvin menghela napas, “Akulah yang serakah”.

The Revenge GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang