Aurora menyiapkan sarapan bersama anak-anak. Ia tersenyum geli melihat Sarah masih merengut dan ogah-ogahan menjalankan piket memasak. Semua anak yang mendapatkan piket hari minggu selalu mengeluh. Mereka menganggap semua hal harus diliburkan saat hari libur. Tapi kebutuhan memaksakan mereka untuk mematuhi aturan yang telah lama dibuat. Apalagi Bu Endang harus pulang kampong beberapa hari karena ada kerabat mengadakan hajatan. Mila telah beberapa bulan tidak berada di panti sebab mengikuti suami, dinas di pulau Papua.
“Aku akan membukanya, Kak” kata Sarah ketika terdengar bel berbunyi, “Lagian siapa sih kurang kerjaan pagi-pagi gangguin orang” omel Sarah sambil berjalan keluar.
Tak lama kemudian Aurora mendengar suara riang Sarah. Gadis cilik itu berlari menuju dapur.
“Kak… Kak tebak siapa yang datang?” seru Sara memasuki ruangan.
Aurora sedang mengiris bawang hanya melirik Sarah sebentar, “Siapa?”.
“Ayo dong tebak” pinta Sarah setengah memaksa.
Aurora pura-pura berpikir keras. Ia memasang wajah penasaran agar gadis berlesung pipi itu merasa senang.
“Kami datang” teriak Ethan sambil mengangkat kresek putih besar berisi kotak, “Ada kue kesukaan kalian”.
“Yeay” seru yang lain penu semangat, “Aku akan bangunin yang lain agar segera bisa cepetan sarapan”.
“Senangnya ada yang bantuin pagi-pagi” kata Aurora menyambut kedatangan kedua adiknya.
Seperti biasa Ethan selalu langsung membantu dan bercerita banyak hal kepada Aurora, sementara Evan hanya diam. Evan seakan menjadi pengawas, duduk sambil menikmati teh hangat yang disuguhkan. Suasana sarapan menjadi gaduh, anak-anak tidak sabar menikmati kue muffin. Aurora tidak akan membiarkan mereka memakan kue tersebut dengan melewatkan sarapan.
“Kalian membuat anak-anak ribut sekarang” kata Aurora sambil menyiram bunga.
“Mereka selalu berebutan mendapatkan apapun yang kami bawa” kata Ethan duduk di bangku, memejamkan mata menikmati cahaya hangat matahari.
“Terkadang saat menikmati suasana seperti ini membuatku berdoa mereka tidak cepat dewasa” Aurora menatap sendu bunga-bunga, “Oh ya, tumben kalian ke sini barengan”.
Ethan langsung diam, melihat ke arah Evan. Aurora dapat melihat ekspresi malas Evan.
“Apakah terjadi sesuatu…”.
“Orangtua kita baik-baik saja” potong Evan, tak tega melihat ekspresi cemas di wajah Aurora, “Ada yang mau disampaikan sama Ethan”.
“Bukannya kamu yang mau ngomong sama Kakak” Ethan tak mau mengaku.
“Ada apa sebenarnnya?” Aurora menaruh curiga.
“Baiklah” kata Evan mendapatkan tatapan memelas Ethan, “Ethan akan menikah”.
“Wow” seru Aurora.
Aurora langsung menghentikan aktivitasnya. Ia menghampiri Ethan cengar-cengir, tak jelas. Ekspresi itu tak bertahan lama, karena Aurora berusaha mengacak-acak rambutnya dengan senang.
“Kado apa yang harus aku berikan untukmu?” kata Aurora berpikir.
“Belikan saja baju bayi” sahut Evan.
“Ide kamu boleh juga”.
Ekspresi bahagia Aurora seketika hilang. Ia langsung menyadari yang terjadi sesungguhnya. Tanpa berkata lagi, ia memukul keras kepala Ethan.
“Aww…” Ethan meringis kesakitan namun tak menghindar dari pukulan Aurora.
“Bukan aku menyuruhmu untuk menjaga Raina” Aurora gemas melihat kelakuan sang adik, “Kenapa kamu tidak meniru Evan”.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Revenge Game
Romance"Aku tidak akan menyesal" bisikku yakin, "Tetaplah seperti itu. Biarkan benci tumbuh dalam hatimu karena rasa ini palsu". Kehidupan Aurora terusik sejak Malvin mengetahui rahasianya. Pria itu mengetahui Aurora adalah pewaris perusahaan M&T yang terb...