Truly, Madly, Deeply

46 0 0
                                    

Rintik-rintik air perlahan turun membasahi bumi. Makin lama, rintiknya semakin deras. Rintik-rintik itu kini menjadi sebuah gejala alam yang biasa terjadi di akhir musim gugur seperti ini. Gejala alam yang sering kita sebut sebagai ‘hujan’.

Beberapa pasang kekasih berlarian di bawah rintik hujan. Mungkin itu romantis untuk mereka. Tapi tidak untukku. Saat mendung mulai menyelimuti langit kota London, aku memilih untuk meringkuk di balik selimut merah mudaku. Namun, tidurku yang nyaman terganggu karena deru air hujan yang menghujam bumi.

Aku mengucek mata lalu mengerjap-erjap, mencoba untuk sadar sepenuhnya. Ku tengok jam digital di atas meja kecilku yang terletak menempel dengan bagian kanan tempat tidur. Jam menujukkan pukul 15:13. Masih terlalu siang. Namun mentari berkata lain. Ia justru bersembunyi di balik awan-awan hitam saat ia seharusnya menyinari bumi hingga petang nanti.

Aku mengikat rambutku ke atas lalu berjalan ke arah dapur di apartemen yang ku tempati saat ini. Aku memasukkan air yang ku dapat dari keran dapur ke dalam sebuah teko berwarna cokelat muda. Warna yang sama dengan warna dominan pada dapur ini. Aku kemudian meletakkan teko cokelat muda ini di atas kompor dan menyalakannya sembari menutup mulutku yang tengah menguap.

Kemudian aku duduk di salah satu kursi dari set meja makan sembari menunggu air yang ku masak mendidih. Sesekali aku menutup mulut ketika menguap. Hujan memang benar-benar mengganggu tidur siangku! Aku memejamkan mata lalu menyandarkan tubuh dan kepalaku pada sandaran kursi. Tak senyaman berada di balik selimut memang. Tapi nyatanya aku bisa menenangkan pikiran dan hatiku sejenak. Aku hampir saja terlelap saat tekoku berbunyi, menandakan air yang ku masak tadi telah mendidih.

Aku segera bangkit dan mematikan kompor lalu menyeduh teh hangat dan menikmatinya di balik jendela kamar dengan tubuh berbalut selimut. Aku menatap hujan dari balik jendelanya sambil sesekali meniup teh yang masih beruap.

Ku pejamkan mataku, mencoba menikmati kehangatan yang ku ciptakan. Tapi sesuatu mengusikku seolah tak ingin membiarkan diriku berada dalam kehangatan. ‘Sesuatu’ yang seakan menarikku ke tempat yang sangat dingin. Semakin aku melawan, semakin dingin dan lama-lama menyiksa diriku sendiri.

Ya. Itulah yang kini ku rasakan. Aku tak tahu harus bahagia atau sedih. Semakin aku mencari sisi positifnya, semakin hatiku tersiksa. Dan kini, aku tak tahu apa yang harus dilakukan. Benar-benar tak tahu mana yang terbaik. Aku ingin pergi saja dari panggung sandiwara ini. Dari cerita-cerita kehidupan yang ku buat sendiri selama ini. Aku ingin enyah saja!

Aku teringat kejadian tiga minggu yang lalu, saat aku membantu Peggy, sahabatku, memindahkan keyboard-nya ke ruangan milik kami. Di sanalah kejadian itu bermula. Kejadian yang sampai sekarang merisaukan hatiku.

Saat itu, aku, Peggy, Denise, dan Gabriel memindahkan keyboard dan pernak-pernik milik Peggy. Kami berniat meletakkannya di dalam gudang tak terpakai yang atas usul Denise dan izin principal kami sulap sebagai “Ruangan Lucy, Peggy, Denny dan Gabby”. Kami menggunakan ruangan itu untuk bercerita tentang keluh kesah kami.

Setelah semua barang dipindahkan, kami beristirahat sejenak di sana. Kami sengaja memilih hari itu karena kami sedang tak ada pertemuan di kelas.

“Kalian lelah?” tanya Denise sembari membuka kulkas.

“Ya!” sahutku. “Bisa ambilkan aku segelas orange juice, Denny?”                                                         

Denise mengambil orange juice yang selalu kami sediakan di dalam kulkas, lalu menuangkannya ke dalam empat gelas dan membagikannya kepada yang lain dan dirinya sendiri.

Aku dan Gabriel segera meneguknya sampai hanya tersisa beberapa tetes saja. Sementara Peggy sedang asik dengan keyboard-nya. Ia memasang pernak-pernik di sana sini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 08, 2014 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Truly, Madly, DeeplyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang