Jika dalam mencinta ialah salah, maka Jungkook memilih tak pernah benar. Jika dalam menjalin kasih ialah dosa, maka Jungkook memilih tuk jadi pendosa. Dan jika dalam memberi seluruh hatinya ialah bodoh, maka Jungkook memilih untuk selamanya tidak pintar.
Sebab Jungkook hanya mencinta pemudanya.
Pemuda dengan rambut madunya yang lembut. Pemuda dengan bulu matanya yang lentik. Pemuda dengan lantunan suaranya yang syahdu.
Begitu pula semua yang pemudanya lakukan untuknya.
Perhatian-perhatian manis, kecupan-kecupan ringan pengantar tidur, hingga dua lollipop strawberry yang selalu ada di saku jaketnya agar ia tak merokok.
Jungkook pernah merasa bahagia. Membereskan barang-barang secepat kilat ketika perkuliahan selesai. Mengendarai motor hitamnya selaju cetah hanya untuk lekas sampai ke rumah. Dan menemukan dua rentang lengan kurus yang memdekapnya halus.
Bahagianya sederhana. Menghabiskan akhir pekan dengan bermain game hingga larut malam, mencumbu kasih hingga pagi menjelang, dan bangun dengan senyuman secerah mentari tanpa awan.
Baginya, cintanya tak pernah cacat. Tak pernah ada pertengkaran menyakitkan. Semuanya begitu lancar, berjalan sebagaimana nuraninya bekerja.
Namun sebagaimana mestinya, segalanya tak akan ada yang tak retak.
Hingga Jungkook merasa dunianya lebur. Seluruh hatinya menyerpih dalam dinginnya musim penghujung tahun. Langkahnya yang mati rasa, membawa diri tanpa tujuan yang berarti.
Dua lollipop strawberry ia genggam erat di balik hangatnya coat panjang abu-abu. Pohon cemara setinggi raksasa berkerlip di tengah kota, yang pucuk tertingginya dijejaki salju pertama di bulan desember.
Jungkook merasa patah, separuh sadar berdiri di antara ratusan orang yang bahagia merayakan natal. Kotak beludru di saku coatnya menggugur, sinarnya mati ditelan angkasa tanpa bicara.
Segalanya terasa buram. Tremor di kakinya kebas oleh dingin yang menyerap di sepatu boots keluaran terbaru. Sampai Jungkook merasa tubuhnya menggigil. Terjatuh dengan seluruh badan yang menyengguk lirih. Menyebut satu nama yang dirapal berulang kali.
Jungkook tak pernah sesakit ini, bahkan dua orang tua yang meninggalkannya tak membuatnya sebegini rapuh. Katanya lelaki sejati tak boleh menangis, namun kali ini Jungkook tak ingin dibilang lelaki sejati.
Hingga malam dingin di mana Santa Claus datang, Jungkook punya satu permintaan tidak muluk. Hanya semoga pemudanya bahagia.
Demikian Santa Claus mengabulkan permintaannya.
Ia lihat, pemudanya berdiri menawan di altar pernikahan. Mengucap janji suci sehidup semati. Jari manis dilingkarkan cincin seharga jutaan won. Senyuman yang selalu ia lihat di tiap sekon terpatri apik dalam bingkai wajahnya. Senyum tulus yang membahagiakan.
Senyum tulus yang bukan untuk dirinya.
Segalanya telah selesai. Dunianya hilang direngkuh lain orang. Jungkook semestinya bahagia, Kim Taehyung, kekasihnya yang kekal di hatinya telah bahagia.
Meski bukan ia penyebabnya.
Semesta, mengapa Kau takdirkan hatiku hancur tanpa suara.
---
Linlaixx, 25 feb '19
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta • Taekook
FanfictionBahwa segalanya tak ada yang tak retak. AU! VkookV!