Gracia benar-benar kaget ketika bangun tidur bundanya sudah datang, dan ada satu orang lagi yang datang ke rumah ini. Orang itu membuat Gracia ingin menendang sosoknya sampai ujung dunia. Siapa lagi kalau bukan Kevin yang sudah menjalani sikap sombong padanya selama satu tahun belakangan. Gracia sama sekali tidak butuh Kevin, dia bisa hidup sendirian bahkan sampai umur 50 tahun.
Gracia tiba di rumah sekitar pukul sepuluh malam karena pesawatnya sempat delay selama dua jam di Osaka. Saat tiba, rumahnya itu kosong tanpa siapapun, tapi saat terbangun malah mendapati dua orang lain di sana. Kedatangan Bunda memang tidak masalah, kedatangan Kevin-lah masalahnya.
Setelah mandi dan berpakaian rumahan, Gracia memutuskan mendekam di kamar, tidak ikut sarapan bersama. Dia hanya makan sisa cemilan yang ia bawa dari Jepang —yang seharusnya dimakan di pesawat— karena menurutnya itu lebih baik daripada sarapan bersama di meja makan disaat Kevin ada di sana.
"Gracia, kenapa kamu masih di sini? Ayo keluar. Suaminya makan tuh ditemenin!" Bunda berdiri di ambang pintu kamar putrinya. Beliau menatap putrinya yang sedang duduk di lantai kamar sambil memakan sesuatu.
"Bunda, aku nggak mau ketemu sama dia. Aku udah makan." Gracia menjawabnya dengan santai.
Sebuat pukula dengan kemoceng mendarat tepat di atas kepala Gracia, membuat Gracia melayangkan tatapan protes. "Kamu ini, mau jadi istri durhaka?! Lagian kamu itu harusnya bersyukur dan bangga. Kamu itu beruntung banget loh punya suami aset negara gitu."
"Beruntung kata, Bunda? Aku ini perempuan paling sial. Menikah di umur muda dan sekarang harus mengabdikan hidup sama cowok tengil kayak gitu. Aku mau cerai aja! Aku butuh kebebasanku!"
Sekali lagi kemoceng mendarat di atas kepalanya. "Heh, nggak boleh ngomong kayak gitu! Pernikahan itu seumur hidup sekali aja. Tuhan nggak suka orang yang bercerai!" Bunda menghela napas panjang. "Sekarang keluar. Setidaknya kamu harus menghormatinya sekalipun kamu nggak suka sama dia. Bagaimanapun juga dia itu suami kamu."
Gracia menghela napas panjang juga sambil menatap jengkel. "Kenapa sih dulu aku dinikahin? Kenapa Kevin nggak nolak? Dan kenapa—"
"Jangan banyak bicara dan keluar sekarang!" putus Bunda cepat.
Selalu saja begini. Setiap kali ditanya soal pernikahan mendadak yang terjadi dua tahun lalu, Bundanya selalu saja mengabaikan pertanyaan itu atau mengalihkannya. Padahal Gracia sangat butuh kepastian itu. Setidaknya dia harus tahu alasannya agar dia bisa memutuskan untuk tetap bertahan atau berontak.
Kevin tidak pernah menemuinya lagi setelah pernikahan. Dia memang sempat tinggal di rumah orang tua Gracia kurang lebih lima hari sampai akhirnya tinggal lagi di asrama dan berhenti menghubungi Gracia. Suami macam apa yang bertindak seperti itu?
Dengan langkah gontai Gracia keluar dari kamar menuju ke ruang tamu. Dilihatnya Bunda sudah merapikan barang hendak kembali ke rumahnya sendiri. Gracia semakin merasa tersiksa oleh kenyataan itu karena setelah ini pasti dia hanya berdua dengan Kevin.
"Bunda pulang dulu," pamit Bunda.
Kevin mencium punggung tangan Bunda dengan sopan dan senyum hangat, membuat Gracia memutar bola matanya jengah. Bunda kini menghampiri gadis yang rambutnya dicempol asal-asalan kemudian membisikkan sesuatu.
"Jangan macam-macam dan jangan pernah mengatakan hal tentang perpisahan!" peringat Bunda dengan tegas.
Gracia tidak memberikan jawaban apapun, hanya mencium punggung tangan beliau lalu mengantarkannya sampai ke pintu. Setelah bundanya pergi dengan mobil yang disetir oleh supir, Gracia kembali masuk dengan raut wajah yang sengaja dibuat dingin. Sementara Kevin malah terlihat santai-santai saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Comeback (KSS) ✔
FanfictionTentang mereka yang bingung pada perasaan sendiri Tentang mereka yang bingung harus mempertahankan atau melepaskan Tentang mereka yang menjalani hidup berdua dalam status yang serius