" Kinara Anjani!"
"Kinara Anjani, Segera masuk ke ruangan!"
Seorang petugas Tata Usaha memanggil nama Kinara yang sedang sibuk berdoa hingga tidak mendengar namanya sudah dipanggil berulang kali.
"Nara, giliran lo"
Seorang temannya memegang bahu Kinara, ia mendongak, wajahnya pucat pasi.
"Iya, aku tau kok, tapi aku belum siap Va."
Kinara takut hasilnya tidak seperti yang dia bayangkan, jantungnya berdegub sangat cepat sampai dia sendiri tidak mampu mengendalikannya.
"Ayolah Ra, lo pasti lulus kok. Percaya sama gue."
Sativa, Sahabat Kinara satu-satunya itu membantu nya berdiri. Kinara menepuk-nepuk rok abu-abu miliknya, kemudian memeluk Sativa dengan cepat.
"Doa'in aku ya, Va!"
Kinara bediri di depan ruang Tata Usaha, dia menatap gagang pintu itu, berbagai macam ketakutan masuk dalam kepalanya. Hari ini adalah pengumuman SNMPTN, dan yang Kinara takuti hanya satu, jika ia tidak lulus, kedua orang tuanya pasti akan sangat kecewa.
"Aku pasti lulus, pasti lulus, pasti lulus!"
Kinara memasuki ruangan itu, berjejer sekitar 20 komputer disana. Ruangan yang dingin membuat Kinara semakin merasa tegang.
"Silahkan duduk, langsung masukin aja ya username dan password kamu."
"Iya, Pak."
"Semangat, semoga hasilnya memuaskan."
Kinara memasukkan username dan password miliknya. Kemudian loading untuk beberapa saat. Kinara memejamkan matanya, tidak pernah dia merasa se tegang ini dalam hidupnya.
"Sudah keluar hasilnya?"
Kinara memberanikan diri menatap layar komputer dihadapannya, matanya terbelalak melihat pengumuman yang keluar dari layar itu.
"Jadi, tulisan nya hijau atau merah?"
Petugas Tata Usaha itu menahan tawa melihat wajah Kinara yang masih tidak percaya dengan hasil SNMPTN miliknya, petugas itu berjalan kearahnya dan menepuk pelan pundak Kinara.
"Selamat, Kinara. Selamat menjalani kehidupan baru di Kota Jogja. Saya dengar, disana makanan nya enak-enak. Cocoklah untuk kamu yang kurus ini, supaya doyan makan disana."
Kinara berdiri dan mencium tangan petugas itu sambil menangis, kata-kata barusan itu sebenarnya sedikit membuat Kinara kesal, tapi dia terlalu bahagia saat ini.
"Terimakasih, Pak. Terimakasih banyak!"
"Sama-Sama, Kinara. Tunggu sebentar ya, biar saya cetak kartu SNMPTN kamu dulu."
Kinara keluar dari ruangan itu dengan air mata yang masih mengucur, entah kenapa air mata itu malah tidak mau berhenti.
"Nara, gimana hasilnya? Lo lulus kan?!"
Kinara memeluk Sativa dan malah semakin menangis sejadi-jadinya, membuat Sativa berpikir bahwa Kinara tidak lulus.
"Ssst, udah Ra, Allah pasti punya jalan lain yang lebih baik buat lo. Udah Ra, sabar"
Kinara mendongak dengan wajah bingung dan mata sembab.
"Aku lulus, va. Kok kamu malah ngomong kaya gitu sih?"
"Lah, terus kok malah nangis?!"
"Ngga tau.." Kinara kembali memeluk Sativa sambil menangis, perasaan nya campur aduk.
"Lo udah ngabarin Lingga belum?"
Lingga Arkananta, Pacar Kinara selama satu tahun terakhir ini, hanya saja Lingga dan Kinara berbeda sekolah. Kinara buru-buru mengeluarkan handphone miliknya dan mencari nama Lingga disana.
"Halo, Nara?"
Terdengar riuh sorak dibelakang Lingga, suara itu berasal dari teman-teman Lingga yang sudah menerima hasil pengumuman SNMPTN.
"Aku lulus Arka...." Suara Kinara bergetar, sejenak hening di seberang telepon.
Kinara memang memanggil Lingga dengan sebutan Arka, hanya dia yang memanggil Lingga dengan nama belakangnya.
"Kamu... lulus dimana?
"Di Jogja, Ka.."
"Aku juga lulus Nara, aku lulus di Brawijaya"
Kinara diam sejenak, itu berarti dia akan menjalani hubungan jarak jauh dengan Arka.
"Halo, Nara?"
"Arka, kita lanjutin ntar aja ya?"
Kinara menutup telepon, Hatinya mencelos, entah dia harus senang atau sedih, dia bahkan tidak tahu harus berkata apa. Sebab, satu tahun ini hampir setiap hari mereka bersama, Arka selalu ada kapan pun Kinara butuh.
__________________________________________________________________
Hai Temen-temen! Selamat menikmat cerita baru dari aku, ya!
<3
YOU ARE READING
Tepat
RomanceDiantara jutaan manusia yang sedang merasakan perihnya sakit hati, kita bertemu sebagai dua orang asing yang saling menutup diri. Diantara beribu luka yang memohon untuk diobati, kita memilih untuk tidak perduli sama sekali. Sampai tiba waktunya, sa...