7. PP, Pelukis

100 5 1
                                    

Start writing your story

Suasana di pasar malam sudah lebih tenang daripada sebelumnya, ketika Sporty dan Thomas muncul lagi di situ. Bebebapa kios sudah ditutup. Pengunjung-pengunjung yang mabuk pulang dengan langkah sempoyongan. Lampu-lampu di korsel dipadamkan. Hanya tenda tempat minum-minum saja yang masih dipenuhi pengunjung. Orkes musik rakyat di atas panggung masih terus bermain, bahkan makin nyaring. 

Pak Kaluschke sudah tidak kelihatan lagi. 

"Mungkin ke polisi, untuk menyampaikan pengaduan tentang ayam panggangnya yang lenyap," kata Thomas sambil nyegir. "Bagaimana cara pelaakan kita?"

Sporty memandang ke sekelilingnya. Ruangan di dalam tenda dipenuhi asap sigaret, cerutu, dan pipa. Belum lagi bau bir yang begitu keras, seolah-olah ada tong yang bocor. Orang yang minum-minum, duduk berimpitan bahu. Orkes di atas panggung harus bermain sekeras mungkin, untuk mengalahkan keributan suara pengunjung. 

"Kita keliling saja dulu," kata Sporty. "Kalau ada yang bertanya, bilang saja kita mencari ayah kita, oke? Jika kita nanti bingung, Otto pasti begitu juga. Bagaimana ia akan bisa menemukan kawan-kawannya di tempat seramai ini?"

"Mungkin Otto muncul dengan membawa lukisan hasil curiannya. Lalu lukisan itu diangkat tinggi-tinggi. Lukisan Rubens. Atau van Gogh. Ia pasti berani melakukannya. Di sini takkan ada yang merasa heran. Semua kaan mengira, lukisan itu dimenangkannya di salah satu kios tembak."

Sporty dan Thomas mulai berkeliling. Ketika lewat di dekat tempat orkes, telinga mereka serasa akan tuli. Di mana-mana ada orang berdiri bergerombol. Dalam keramaian seperti itu, sulit sekali bisa memperhatikan sesuatu dengan cermat.

"He, Otto! Aku di sini."

Sporty mendengar seruan itu. Otang yang memanggil dekat selai dengannya. Ia nyaris kaget, tapi masih sempat menguasai diri. Ia meneruskan langkah dengan pelan.

"Di sini, Otto!"

Seorang pria berperut gendut dan bermuka bulat, berdiri dari tempatnya. Ia tidakbisa meninggalkan tempat itu -- karena itu berarti selusin orang harus ikut berdiri. Tapi di bangku sebelah depannya masih ada beberapa tempat kosong. Rupanya disediakan untuk Otto. Dan Otto kini mengerti. Ia menerobos kerumunan orang, mendatangi temannya.  

Sporty berpaling lagi. Ia merasa kecewa. Orang yang bernama Otto itu, tingginya hampir dua meter. Sedikitpun tidak ada kemiripannya dengan Otto yang pencuri lukisan. 

Lorong di depan Sporty penuh sesak. Tujuh, delapan orang dewasa berdiri di situ, bercakap-cakap dengan gembira. Semua memegang gelas bis, yang berulang kali diangkat serempak. 

"Maaf -- bolehkah saya lewat sebentar?" kata Sporty dengan sopan. Seorang pria memberi jalan Sporty sudah hendak meneruskan langkah. Tapi tahu-tahu ia tertegun.

Tidak sampai tiga langkah di depannya duduk seorang yang dikenalnya. Rembrandt, atau Dr. Pauling, guru gambar yang dibencinya.

Ia duduk di ujung sebuah meja sempit. Sporty memandang sisi mukanya yang saat itu sedang dipalingkan. Muka Dr. Pauling pucat, berkeringat. Rambutnya yang tipis menempel di ubun-ubun. Ia melepaskan kaca matanya, lalu mengelap lensanya yang berembun. Mungkin Sporty memang bernasib mujur, karena tanpa kaca mata, Pak Pauling sangat rabun matanya. Benda yang hanya satu meter saja didepannya, keliatan sudah samar. 

Sporty membalikkan tubuh dengan cepat. Ia bertubrukan dengan Thomas yang mengikutinya dengan jarak yang sangat dekat.

 Ia bertubrukan dengan Thomas yang mengikutinya dengan jarak yang sangat dekat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kasus untuk STOP - Pencuri Lukisan AntikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang