Prolog: Take a Risk

211 28 21
                                    

Writers block is a condition, primarily associated with writing, in which author loses the ability to produce new work, or experiences a creative slow down. The condition rangers from difficulty in coming up with original ideas to being unable to produce a work for years.

:Writers block adalah suatu kondisi, terutama terkait dengan menulis, di mana penulis kehilangan kemampuan untuk menghasilkan karya baru, atau mengalami penurunan kreatif. Kondisi itu berkisar dari kesulitan memunculkan ide orisinal hingga tidak mampu menghasilkan karya selama bertahun tahun.

-Panasea-

Matahari sudah terbenam di ufuk barat sejak tadi. Burung-burung mulai kembali ke sarangnya. Lampu jalan dinyalakan satu persatu.

"Gue masih gak yakin dengan pilihan lo. Masih banyak cara lain buat menyudahi Writers block lo itu. Bahkan enam bulan itu bukan waktu yang sedikit, Eireeee," Lucax menggeram frustasi. Bukan, dia sama sekali bukan sahabat posesive seperti dalam cerita remaja kebanyakan. Tapi sungguh, lelaki itu benar-benar khawatir dengan pilihan sahabatnya.

Eire malah memasukkan kentang goreng ke dalam mulutnya. Tidak peduli dengan Lucax yang seharian merengek tak jelas. Padahal baginya, itu bukan lah hal yang berlebihan. Wajar bagi seorang penulis merelakan sesuatu untuk menulis bukunya.

"Lo bisa liburan, puncak atau Bandung? Bali? Raja ampat? London? New York? Atau lo perlu ke Maldives ala bulan madu pengantin baru? Seenggaknya bukan mengulang enam bulan masa SMA Eire."

Jalanan sepi, hanya mereka berdua yang ada disana. Duduk disalah satu kursi di pinggir jalan. Dengan kantong plastik besar berisi makanan diantara mereka.

"Sorry Lucy, Gue cuma mau ke Maldives bareng calon suami gue. Bukan. Lo."

Lucax mengabaikan nada ketus sahabatnya, malah semakin menjadi melarang tujuan Eire. "Eire, gue cuma gak mau lo kesusahan. SMA sekarang, bukan zaman kita lagi Eire. Bullying, kekerasan sampe pelecehan Eire,"

"Lucax, apa yang perlu lo khawatirin sih? Gue udah cukup dewasa untuk mengambil jalan hidup gue sendiri," ia menjawab dengan kentang goreng penuh di mulutnya.

Lucax meraih tangan kiri Eire, menggengamnya cukup kuat. "Eire, dengerin gue—"

"No Lucy, listen to me. Hampir seumur hidup gue, bahkan memang seumur hidup gue habiskan bersama lo. Disitu Lucax disitu pula Eire, disana Eire disana pula Lucax. Tapi untuk kali ini Lucax, gue tahu apa yang gue butuhkan. Writers block gue, sesuatu yang besar bagi gue. Feeling gue, cuma satu caranya. Jadi please, believe me?" Eire tersenyum, balas menggengam tangan Lucax.

Lucax menggigit bibir dalamnya, "But, I can't go with you Eire..." lirih, tapi masih dapat didengarnya.

"I know, Gue bakalan baik baik ala Lucax. Kuliah lo lebih penting Lucy. Walaupun lo selalu bilang gue adalah prioritas, but this exception."

"Take care, for me?"

"I will take care, but not for you. Just for my self and my tomorrow day."

Lucax mendengus kasar lalu memalingkan wajahnya. "Whatever Eire, Whatever." Ia memggumam.

Kekehan kecil dari Eire membuat Lucax semakin memberengut Kesal. Tetapi gadis itu malah melanjutkan menyantap kentang goreng dalam piring nya. Seolah tak peduli reaksi sahabatnya.

Merasa diabaikan, Lucax hanya bisa menghela nafas. Keras kepala Eire memang tidak berubah sejak kecil. Apalagi mengingat Eire yang keras kepala ingin masuk kedalam kamarnya sampai rela mengambil tangga sebelah rumah untuk sampai dijendela kamarnya lantai dua Lucax.

"Lo beneran mau ngelakuin ini?"

"Yeah, I must take a risk. Selama ini hidup gue terlalu biasa. Gue perlu sesuatu yang WOW biar bisa cerita ke anak cucu."

"Ngimpi lo ke tinggian"

"Bodo"

-

"Dari awal, aku hanya datang untuk singgah" -to you, from Panasea.

Eire

Lucax

Aksa

Bacra

PanaseaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang