"Mama titip Nicha, tadi udah bilang sama Brayn. Pulang nanti mereka langsung jemput Nicha." Kansa mengangguk. Tidak bisa membalas pelukan Syanes karena kedua tangannya memeluk Nicha.
Dulu pelukan itu terasa begitu nyaman, Kansa tidak mengerti kenapa sekarang berubah menjadi menakutkan saat kalimat Resya kembali terngiang di telinganya, membuat air mata Kansa turun begitu saja.
"Sa? Hey? Kenapa nangis?" Syanes memegang kedua bahu Kansa yang bergetar.
Kansa menggeleng. "Nggak, Kansa kangen aja sama Mama," Mendengar itu Syanes tersenyum. Membawa Kansa kepelukan lebih lama. "Ma?"
"Iya?"
"Maaf kalau Kansa belum jadi menantu yang baik buat Mama. Maaf kalau kelakuan Kansa buat Mama malu," Syanes melepaskan pelukannya. "Kansa belum bisa kasih kebahagiaan buat Mama,"
"Kamu ngomong apa?" Kansa tersenyum kemudian menggeleng pelan. "Kamu, terganggu Mama bawa Resya?" Tanya Syanes begitu pelan. Mengelus rambut Kansa, kemudian tersenyum pada Resya. "Mama pergi ya, yuk Res sekalian Mama anterin kamu juga,"
"Nggak Ma, Resya jalan aja, deket kok,"
"Ya udah, Mama pergi ya,"
Sepertinya hanya Kansa yang merasa tidak nyaman dengan kehadiran Resya di rumah ini. Mobil hitam milik mertuanya itu akhirnya menghilang dari halaman rumah.
Kansa menghembuskan nafasnya, memutar tubuhnya menatap dua pasang manusia yang saling bersentuhan antar bahu.
"Nicha sama aku aj-"
"Nggak perlu." Kansa menjawab sebelum Xalio menyelesaikan kalimatnya. "Kamu antar aja dia," Lanjutnya meninggalkan keduanya begitu saja. Kansa mengunci pintu kamarnya.
Sebenarnya ia dan Xalio sudah berada di satu kamar beberapa hari ini. Mengetahui semua itu, sepertinya Kansa memutuskan untuk pisah kamar lagi.
Meletakkan Nicha begitu hati-hati. Kansa menggosok gigi dan mencuci wajahnya. Mematikan lampu kamar sebelum bergabung bersama Nicha. Belum sempat kedua matanya terpejam, Nicha menangis meminta susu dalam keadaan setengah sadar. Dengan sigap Kansa menepuk bahu Nicha dan membuatkan susu di dapur.
"Kamu kenapa?" Pertanyaan itu berasal dari Xalio. Lelaki itu menghampirinya di dapur, dari tadi Xalio duduk di sofa. "Sa? Marah?"
"Mikir aja sendiri,"
"Marah kenapa? Aku salah? Tapi aku nggak minta Mama bawa dia kesini," Kansa menutup kaleng susu. "Sa?"
"Males aku berantem sama kamu,"
"Jadi aku harus gimana?"
"Mikir,"
"Ini aku juga lagi mikir,"
"Kelamaan mikirnya,"
Xalio menghembuskan nafasnya. "Maaf kalau aku buat kamu cemburu,"
"Siapa juga yang cemburu,"
"Ya terus kenapa?"
Kansa menghentakkan botol susu kemeja. "Sekarang aku yang tanya sama kamu. Apa maksud kamu mau nikahin Resya? Kamu mau poligami? Bosan jadi anggota atau bosan sama aku? Nggak mikir kamu, kemarin siapa yang menyakinkan aku kala-"
"Kamu ngomong apaan, sih?!"
"Atau kamu mau nikah diam-diam?"
"Siapa yang mau nikah?" Kansa meninggalkan Xalio. "Kita belum selesai Kansa," Xalio menahan tangan Kansa. "Resya main kesini bukan tandanya aku mau nikahin dia. Kamu mikirnya aneh-aneh,"
"Mikir aneh?! Wajar dong gue mikirnya gitu, Rubah itu bilang kalau keluarga lo udah setuju buat nikahin dia! Jelas?! Sekarang gue tanya? Lo bosan sama gue? Mau kita cerai!?"
KAMU SEDANG MEMBACA
A Simple Life [SUDAH ADA VER. CETAK & E-BOOK]
RomanceKetika ku ucapkan sebuah janji suci. Tandanya aku mengakhiri hidup yang hanya memikirkan diri sendiri. Mengakhiri egoku dan kulepas masa lajangku. Sama seperti dirimu, kita tidak diberi kesempatan untuk memilih. Kita disatukan melalui nyawa lain. Si...