Senja terasa sangat cepat sekali beranjak pada hari itu. Di sisi lain, sebuah keributan dan keramaian terjadi di sebuah jalan perkotaan. Dari segala arah menuju ke daerah perbukitan selatan. Beberapa dari mereka yang sudah dari tadi mengantri mulai mengeluarkan suara-suara teriakan. Tujuannya sama, mereka ingin cepat sampai di suatu tempat. Dan saat itu, nampak seseorang berjubah hitam dari atas gedung pencakar langit sedang memperhatikan keramaian tersebut.
Berbekal alat teleskop, pria tersebut sepertinya sudah lama berada di atas gedung. Hingga akhirnya beberapa rintik air hujan turun membasahi kota. Pria tersebut berdiri dan pergi meninggalkan gedung. Ia menyadari bahwa hujan akan semakin deras hingga membutuhkan waktu yang lama untuk menunggu reda.
**********
Hujan telah turun saat menjelang malam. Tak menyurutkan niatku untuk menembus derasnya. Dengan sepeda motor yang kugunakan ini, hujan ini akan menjadi hal yang mudah untuk ditaklukkan. Aku sangat menyukai tempat yang sedang kulewati saat ini. Hutan. Entah mengapa rasanya aku ingin berlama-lama dengannya. Kala kecil, aku pernah bermain di tempat ini bersama teman sebayaku. Zaman sepertinya telah berubah dengan cepat sekali. Peradaban baru telah terlahir, dan aku pun berada dalam era yang baru.
Ada alasan lain mengapa aku menyukai tempat ini. Karena memberikan ku 'Ruang', dari berbagia hal yang sedang menimbun di dalam pikiran. Aku dapat menyatu dengannya untuk beberapa waktu ke depan. Bagiku, pepohonan di sekeliling telah menemaniku selama berada di sini. Rusa, kerbau, kancil, dan tupai terkadang menghampiriku. Sekilas hanya untuk ku elus bulunya, dan sewaktu-waktu dapat menjadi sahabat untuk bercanda. Indah sekali.
Beberapa waktu kemudian, aku telah sampai pada sebuah pemukiman yang kumuh. tak sedikit dari mereka yang mendatangi tempat ini berasal dari kalangan imigrasi penduduk yang berasal dari 'kaum rendah'. Tak layak, tak bersih, apalagi manusiawi. Puing-puing reruntuhan bangunan menghiasi sekitar pemukiman ini. Namun masih ditumbuhi beberapa pohon dan rumput semak belukar. Tak ada jalan beraspal, hanya ada jalan setapak yang sudah dipangkas dari rumput-rumput liar. Jalur inilah yang sering mereka lewati menuju pemukiman kumuh tersebut. Akhirnya aku sampai disebuah bangunan puing-puing reruntuhan lama tak berpenghuni, menepi lebih tepatnya. Pada sebuah bangunan reruntuhan berpintu besi tua berkarat, aku melepaskan jas yang kupakai dan mengetuk pintu.
Tok... tok... tok... Kuketuk daun pintu itu sebanyak tiga kali dengan keras. Dalam waktu yang singkat, daun pintu itu segera terbuka. Terlihat dari balik pintu berkarat tersebut muncul wajah seorang pria. Usianya sekitar 65 tahun lebih, mengenakan kaos dalam berwarna putih tipis dan celana pendek.
"Apakah kau dari tempat yang jauh dan tersesat nak?" pria itu langsung membuka percakapan.
"Ya, pak. Saya seorang penglana dan tersesat saat berada di hutan. Kebetulan saya membawa kendaraan, namun bensinnya habis. Bolehkah saya menginap untuk malam ini?" pintaku.
"Ya, boleh. silahkan masuk," ucap pria tersebut sambil mengangguk dan mempersilakan aku masuk.
Sesaat sudah berada di dalam, aku di tuntun oleh pria tersebut ke dalam ruangan yang cukup lebar. Dengan pencahayaan yang seadanya dan kondisi sangat memperihatinkan. Beberapa orang ternyata menghuni bangunan puing-puing reruntuhan ini. Duduk bersandar disebuah tembok. Usianya bisa terbilang beragam, mulai dari ibu-ibu membawa bayi, anak-anak, dan lansia. Satu hingga tiga dari mereka melihat dengan aneh pakaian yang kugunakan, seperti tidak terbiasa. Memang kalau sebelumnya aku berpikir bahwa seharusnya menggunakan pakaian lain. Pakaian yang kugunakan bercorak garis simbol aneh, berwarna hitam panjang menutupi seluruh bagian badan kecuali kepala. Tak lama kemudian pria paruh baya tersebut menghampiriku lagi.
YOU ARE READING
Rintihan dari Sebuah Kota
Short StorySudah 2 bulan terakhir aku menelusuri semua sektor perkotaan hingga titik pemukiman kumuh yang ada di negeri ini. Membayangkan orang lain menjadi diriku saat ini, menyaksikan berbagai moment kehidupan dengan mudahnya terenggut oleh kekejaman dunia i...