Bingung

0 0 0
                                    

Pagi sekali, cowo bersurai kecoklatan ini sudah menapakkan kakinya di pelantaran sekolah. Entah mimpi apa yang membawanya ke sekolah ini pagi-pagi sekali. Bahkan tak ada satu siswa pun di sekolahnya.

Ia tertawa kecil dan menggelengkan kepalanya. Dilihatnya pak satpam yang  tengah menyesap kopi dari gelasnya.
"Pagi pak.." sapanya ramah dengan senyum khas seorang Fredy yang usil.

Pak satpam mengangguk sambil tersenyum.
"Mas Fredy. Tumben dateng pagi mas? Biasanya telat mulu." Ucap pak satpam menyindir dengan gaya yang ramah.

Si empunya nama hanya terkekeh menanggapi ucapan satpam itu.
"Iya pak. Lagi kepengen jadi anak berbakti." Ujarnya masih dengan cengir yang tak hilang.
"Saya duluan pak, mau ke kelas." Lanjutnya. Satpam itu hanya mengangguk.

Dengan santai Fredy mengayunkan kakinya menyelusuri koridor lantai satu. Sambil bersenandung kecil Fredy memainkan kunci motornya.

Matanya berbinar ketika menemukan siluet seseorang yang menaiki tangga lantai dua. Secepat kilat ia berlari.

Setelah jaraknya dekat dengan seseorang itu, Fredy meraih tangan sosok itu. Orang itu beralih menatapnya. Mata orang itu membulat dan menatapnya kesal.
"Pagi chaca marica hehei." Fredy tersenyum semanis mungkin yang ia punya.

Orang itu menepis tangannya sampai genggamannya terlepas.
"Apaan sih Ucup.!!" Ucapnya kesal.
"Ini masih pagi, dan lo udah merusak mood gue dengan lo muncul gini." Ucapan ketus itu tak menghentikan aksi jailnya. Ia justru terkekeh melihat gadis ini. Ini yang selalu disukainya. Mengganggu gadis cantik berambut panjang kecoklatan itu.
"Apa sih chaca marica.. pagi-pagi udah ngomel aja. Entar cepet tua loh." Fredy mengacak rambut gadis di hadapannya.
"Jangan acak-acak rambut gue Ucup. Gue cape tau ngerapihinnya ." Nada kesal masih tak luput dari perkataan gadis ini.
"Nama gue bagus-bagus diganti Ucup. Yang sesuai dikitlah cha sama muka gue. Selera nama lo jelek amat sih."

Entah mengapa ia ingin berlama-lama dengan gadis ini sekarang. Karna itu, ia berusaha mencari topik yang akan membuat gadis itu mengomel panjang. Dan ia bisa menatap lebih lama wajah gadis ini.

"Nama lo itu terlalu bagus. Lo lebih cocok dipanggil Ucup. Udah lo jangan protes. " ujarnya. "Udah Ah gue mau ke toilet. Males gue liat muka lo. Bikin kesel mulu." Chaca membalikkan badannya hendak meninggalkan Fredy.

Secepat kilat Fredy melangkah dan beralih berdiri di depan gadis ini menghalangi jalannya. Ia tersenyum manis. Bukan senyum jahil. Melainkan senyum tulus yang menyenangkan. Ia mengangkat tangannya merapikan rambut gadis ini yang tadi diacaknya. Tangannya turun ke hidung gadis itu yang tengah terdiam bak patung . Ia tau tubuh gadis ini menegang. Dan itu semakin membuatnya terlihat lucu. Ia menarik pelan hidung gadis ini.

"Jangan melamun." Setelah mengucapkan itu Fredy langsung meninggalkan gadis itu dengan langkah yang berusaha terlihat lebih santai. Padahal ini tidak sesuai dengan detak jantungnya yang mendadak berdetak lebih cepat. Ternyata rasanya masih sama. Masih membuatnya senang sekaligus gugup.

Chaca terdiam menatap punggung yang mulai menjauh itu. Orang itu, kenapa dia melakukan hal itu. Ah.., apakah chaca akan luluh dengan perlakuan sederhana orang itu. Terlebih lagi Chaca melihat senyum tulus yang belum pernah dilihatnya dari cowo itu. Senyum yang berisyarat kebahagiaan dengan tatapan teduh yang menatapnya. Ah, ia bisa melihat mata cowo itu yang berwarna coklat . Ah, kenapa ia baru menyadari pesona anak itu. Chaca menggelengkan kepalanya tak percaya.
*****
Di bangkunya Chaca duduk sambil membiarkan otaknya memutar kejadian tadi pagi. Fredy yang memang selalu usil itu entah mengapa terlihat berbeda baginya pagi tadi. Aura cowo itu menguar membuat suatu rasa aneh yang dirasakannya. Tingkah manis cowo itu, tatapannya, senyumnya, Chaca terpaku melihat itu. Ada yang aneh dengan dirinya.

Terlalu jauh terhanyut dalam pikirannya, Chaca tidak menyadari seseorang ada di hadapannya jika orang itu tidak menepuknya tadi.
"Kamu melamun dari tadi Chaca..?" Ujar cowo bernetra hitam di hadapannya. Chaca menatapnya cengo.
"Hah, apa Ren..?" Terlalu serius berkutat dengan pikirannya membuatnya sulit menangkap ucapan Rendy.

Rendy memutar bola matanya. Ia jengah, sudah dari tadi ia di sini. Dan apa yang dilakukan gadis ini? Sia-sia sudah ia membuang tenaganya karna telah berbicara dengan cewe yang menurutnya cukup aneh. Terlebih setelah ia  bertemu gadis itu semalam setelah kepulangan Jingga dari rumahnya.

"Di mana kita akan melakukan kerja kelompok? Pak Danu minta kita kerja kelompok untuk materi minggu depan." Jelasnya pada orang ini. Chaca mengangguk sebentar.
"Di mana aja terserah, gue  ngikut aja. Yang terpenting tempatnya nyaman dan banyak cemilannya." Ya, chaca memang begitu. Ia sangat menyukai makan. Dan bahagialah ia bahwa ia  tidak mudah gemuk hanya karena porsi makannya yang banyak.

Rendy menggelengkan kepalanya menatap takjub gadis di hadapannya.
"Oke, kalo gitu di rumah gue aja. Kita ada empat orang. Fredy dan Jingga ada di kelompok kita." Chaca mengangguk mengiyakan.
"Kalau gitu, kapan kita bisa mulai..?"
"Besok sepulang sekolah di rumah gue.  Elo sama Jingga jangan bawa kendaraan. Karna pulangnya udah pasti malem. Entar biar gue yang nganter kalian pulang. Bahaya kalau cewe pulang sendiri malam-malam." Ujarnya.

Perkataan Rendy membuatnya merasa Rendy tipikal orang yang bertanggung jawab dan peduli. Entah mengapa bibirnya sedikit tertarik ke atas.

"Kalau gitu gue kekantin dulu. Jangan lupa kabarin Jingga." Ujar cowo itu dan kemudian berlalu.

Ah ia sampai lupa kalau Jingga tidak masuk. Jingga mengabarinya tadi padi bahwa cewe itu ada acara keluarga. Ia mengambil HP nya lalu mengetikkan sesuatu untuk Jingga. Setelahnya ia berdiri dan menuju ke kantin. Cacing di perutnya sudah meronta minta di isi. Memikirkan si cowo tengil itu ternyata menguras tenaganya.

*****

Di kantin ia melihat cowo itu tengah tertawa lepas bersama dengan Rendy dan teman lainnya. Baru ia menyadari bahwa kedua cowo itu sebenarnya memiliki kepribadian yang hampir sama. Bedanya Rendy tidak suka menjahilinya.  Entah itu benar atau hanya karna mereka yang belum lama mengenal.

Tetapi, terlepas dari pertemuan mereka kemarin berhasil membuat Chaca menarik kesimpulan bahwa Rendy adalah orang yang menyenangkan. Dan hal yang paling bagus, Rendy tidak pelit dan mau mentraktirnya berbagai macam makanan. Chaca tidak perlu merasa takut kelaparan jika suatu saat mereka jalan bersama lagi.

Ah, ayolah ada apa dengannya..? Menapa ia jadi mengharapkan mereka akan jalan bersama lagi? Ia mendesah berat. Baru saja Fredy memusingkannya dan sekarang ia memikirkan sesuatu tentang Rendy? Yang benar saja Chaca. Jangan menjadikanmu sulit hanya karna memikirkan mereka berdua. Terlebih lagi apa yang dia rasakan belum jelas.  Tanpa banyak komentar Chaca memakan nasi gorengnya yang sudah dipesannya tadi dan memilih diam.

Sampai tiba-tiba ia terdiam ketika seseorang dengan tiba-tiba duduk di hadapannya. Chaca mendongak dan menatap wajah di depannya. Gadis itu terdiam dengan mulut setengah terbuka. Sedangkan yang ditatap tersenyum manis dan kembali mengacak rambutnya.

*****
Saat kamu menemukan dua orang cowo yang memperlakukanmu dengan manis, pada siapa kamu harus memilih? Karna kita dituntut untuk memilih bukan menjadi egois.

Natasha Lee

TBC




Dear J "Retrouvailles"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang