Sabtu pagi yang hangat di apartemen mewah Ezra di kawasan Mega Kuningan. Layaknya bujangan milenial, Ezra membuka paginya dengan menyeduh espresso dari mesin pembuat kopi otomatis di pantry.
TING
Suara toaster menandakan roti panggang Ezra sudah siap disantap. Ezra meneguk kopinya dan memakan roti bakar butter buatannya sendiri.
Tangan Ezra memutar-mutar ponsel. Sedari tadi pikirannya tercuri oleh keluarga angkatnya di Amerika. Keluarga pengacara pribadi Ayahnya lebih tepatnya. Mereka ingin Ezra kembali saja ke Amerika, karena banyak yang Ezra harus urus terkait harta keluarganya.
Terlebih, mereka juga berharap Ezra bisa dekat dengan putri tunggal mereka.
Drrrttttt... Drrrrttttt...
Ponsel Ezra bergetar.
"Halo?" Ezra menjawab.
"Zra, where've you been? I miss you" sahut suara di seberang sana.
"I'm doing good here, Mona. Thanks for asking" jawab Ezra dingin.
"Zra, aku tau kamu jadi canggung sejak orang tuaku nge-push kita untuk bersama. But please, jangan jadi orang asing buat aku" rajuk Mona.
Ezra hanya diam.
"I want you to know that I've always loved you. And it will never change" ucap Mona.
"And I want you to know that my standing will remain the same, Mona. You are a good friend, but I don't feel that way" jawab Ezra.
I love someone else, and it will never change, batin Ezra.
****
"Lu baru pertama ke sini?" tanya Dony pada Kara yang terlihat amazed dengan suasana di tempat wisata yang mereka datangi.
Kara mengangguk. "Aku sering denger sih soal Floating Market ini, tapi aku baru tau tempatnya sebagus ini" jawab Kara.
"Lu dengan Bobby bukannya sering ke Bandung ya? Bobby sering bawa oleh-oleh Kartika Sari perasaan" tanya Dony.
"Iya memang. Tapi kita biasanya ke tempat yang murah meriah berkah, Pak" jawab Kara malu-malu.
Dony memasang muka bingung.
"Aku sama dia kan lagi ngirit Pak. Kita mau nabung buat nikah" terang Kara.
Ekspresi Dony berubah menjadi ingin tau.
"Kenapa lu mau nikah?" tanya Dony.
"Aku udah 27 taun Pak, Bobby udah 29, wajar kan kalau kita kepikiran berkeluarga?" Kara bertanya balik.
"Gue udah 32 taun tapi ga kepikiran" timpal Dony.
"Haha, ya orang kan beda-beda Pak" sahut Kara.
"Kenapa ya orang tuh butuh komitmen?" tanya Dony lagi.
Kara tidak menjawab.
"Padahal, bisa kan bahagia tanpa komitmen" lanjut Dony.
"Kayak gue sekarang. Jalan ama lu tanpa komitmen, tapi gue bahagia" ucap Dony sambil memegang tangan Kara dan menuntunnya naik ke perahu.
Mata Kara terbelalak. Tubuhnya lemas saat merasakan genggaman tangan Dony.
KAMU SEDANG MEMBACA
Play and Repeat
DragosteApakah benar kata orang, jatuh cinta pada mantan kekasih itu ibarat membaca novel yang sama untuk kedua kalinya, endingnya sudah kita ketahui?