Minggu, 8 Juni 2014 jam 8 pagi
Karachi Pakistan.
Peter hanya punya waktu 10 menit untuk meninggalkan negara ini. Situasi Karachi sedang tidak aman.
Kantor mobil sewaan telah meneleponnya setengah jam lalu dan mobil sudah terparkir di hotel, Peter hanya mandi dan minum kopi. Kopernya tidak benar-benar dirapikan dan langsung turun ke resepsionis.
Antrian di resepsionis lumayan panjang. Peter tidak sabar menunggunya. Why they work so slow. Darah Germannya selalu ingin segala sesuatunya cepat.
Tiba gilirannya, Peter meminta cepat karena mengejar waktu. Meski penerbangannya masih 4 jam lagi ia tak ingin berlama-lama di sini.
***
Driver membantunya memasukkan koper ke bagasi karena Peter berkeras ingin memasukkan sendiri.
"Jinnah Airport."
Mobil melewati jalan-jalan berdebu, dengan pemandangan gedung gedung niaga berwarna terracotta.
Sepanjang perjalanan Peter menelepon kliennya. Pekerjaan akan diselesaikan via online, mereka tidak bisa menolak dan menyetujui kepulangan Peter karena alasan keamanan. Harusnya dia masih seminggu lagi di sini.
Hp pribadinya berdering sejak tadi. Tidak ada nama hanya nomor 000000000 sambungan VOIP. Peter memasukkan hp kantor ke saku tas laptop.
"Halo" Mom menelepon dari German.
"Oh Mom, sudah bangun?."
"Sudah hampir jam 6 di sini, mom sudah selesai yoga. Kamu harus kembali ke Dubai cepat, situasi di sana tidak aman, Mom bisa booking tiket buatmu atau kutelepon Hannah supaya dia mengurus semuanya."
Mom menyebut nama Hannah asisten Peter di Dubai.
"Mom, aku sudah dalam perjalanan menuju bandara, aku akan baik saja."
"God bless you. Semoga penerbanganmu lancar. Mom tidak khawatir lagi. Teleponlah setibanya di Dubai, ok."
"Ok. Thanks Mom."
Sudah berumur 34 tahun dan mom masih khawatir. Sejak ia kembali sendiri. Dulu saat masih bersama Sophie mom tidak terlalu cemas. Mom menyesalkan kenapa Peter tidak bisa move-on dari Sophie, dan malah menyibukkan diri dengan pekerjaan. 7 tahun pacaran dan putus sebulan sebelum menikah. Bukan hal yang mudah.
***
Sejak awal pacaran dengan Sophie, Peter membangun bisnis ini di German dan setelah pernikahannya batal Peter pindah ke Dubai. Sekarang Peter tidak ada kontak sama sekali dengan Sophie.
Peter menelepon Hannah. Meminta dia me-reschedul semuanya. Yang Peter dengar dia menghela napas, mungkin lelah menghadapi bos yang terlalu menuntutnya.
Jinnah international Airport pagi ini tidak terlalu ramai. Mungkin hanya ia yang terlalu khawatir dengan situasi di sini. Nyawa cuma satu. Meski di beberapa area konflik mereka tidak menyerang rakyat sipil, tetap saja bukan jaminan aman seratus persen.
Berkeliling bandara, menunggu hingga perut lapar, tadi pagi sudah sempat meminum kopi. Penerbangan masih dua jam lagi.
Selesai check in tiket dan stempel imigrasi Peter masuk CIP Lounge yang saat itu masih lengang. Suasana nyaman melepaskannya dari kekhawatiran.
Dan bertambah lega saat menaiki burung besi yang akan membawa ke Dubai.
***
Senin pagi.
"Ada waktu sebentar, Sir?" Suara Hannah di telepon.
"Ya masuk saja."
Hannah berada di depannya, Peter memberi isyarat untuk duduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Something Called Love
ChickLitBisakah seseorang mengetuk hati Peter? Hati yang ditutup pintu berlapis tujuh dengan gembok besar di tiap pintunya. Copyright Kafkacode All right reserved *gambar milik lurvely.com