Author's pov
Shain masih enggan melepaskan pelukan nestapanya pada tubuh Elsya yang kini sudah tak bernyawa dengan berlinang air mata mengiringi kepergian kekasihnya.
Tangisan Shain tanpa suara semakin menyesakkan dada karena rasa sakit yang menimpanya begitu luar biasa.
Ben yang melihat pemandangan menyedihkan dihadapannya seketika ikut prihatin, ia perlahan menarik Shain untuk melepaskan pelukannya karena perawat akan mencabut semua alat bantu yang melekat di tubuh Elsya.
Namun sayangnya Shain dengan keras menolaknya agar perawat untuk tidak melakukan apapun.
Shain masih tak rela untuk melepaskan kenangan indah di memori otaknya, karena ingatan Elsya sudah melekat dan mendarah daging begitu kuat.
"Shain tabahlah.." ucap Ben dengan pilu. "Kita harus segera mengkremasi nona Elsya" tambah Ben mengingatkan
Shain menggeleng kuat, ia membuka kembali kain putih yang menutupi wajah pucat Elsya. "Kau gila Ben?! Elsya belum mati" ucap Shain frustasi membuat hati Ben dan Valerie mencelos nyeri
"Sadarlah Shain, Elsya telah tiada" ucap Ben lagi dengan terpaksa mengatakan kebenaran yang sesungguhnya
Kalimat Ben barusan sontak membuat dada Shain nyeri hampir membuatnya hilang kendali.
Valerie perlahan menyentuh bahu lebar Shain dengan bergetar, ia ingin menguatkan dan menyadarkan Shain. "Shain jika kau mencintainya maka lepaskanlah Elsya dengan ikhlas dan iringi kepergiannya dengan lapang dada"
"Tapi Valerie.."
"Cinta kalian abadi meski jiwa Elsya telah pergi" ucap Valerie tersenyum haru dengan pilu. "Lepaskanlah.." pinta Valerie
Tok tok
Fokus semua mata kini beralih pada ketukan pintu.
Wajah merah padam Yessi perlahan muncul dari balik pintu bersama dua sosok paruh baya, yang tak lain adalah Ayah dan ibu Elsya.
"Menjauh dari putriku!" Ucap ayah Elsya dengan gusar seraya menarik kasar Shain menjauh dari Elsya
Ibu Elsya sontak terlonjak kaget melihat perlakuan suaminya yang kasar membuatnya ketakutan, karena aura amarahnya terlihat begitu besar. "Tenangkan dirimu suamiku.." ucap ibu Elsya menenangkan suaminya lalu berdiri menghalangi Shain agar suaminya tidak melakukan hal diluar dugaan. "Kita bisa tanyakan kejadian yang sebenarnya pada nak Shain" tambah ibu Elsya menasehati
"Tidak! Nasi sudah menjadi bubur dan apapun penjelasannya putriku tidak akan kembali bernyawa" sahut ayah Elsya miris dengan kegetiran yang tercetak jelas dari raut wajahnya
Plak
Yessi menampar Shain begitu saja melepaskan amarah yang sudah ia tahan beberapa hari ini. "Kau pantas mendapatkannya Shain"
Shain hanya bisa menunduk lemah dan pasrah menerima rasa sakit bekas tamparan Yessi serta kata-kata yang membuat dadanya nyeri.
"Hei jaga tanganmu!" Protes Ben tak terima namun dengan cepat Shain melarang Ben untuk tidak ikut campur, ia menggunakan tangannya mengkode Ben agar tetap tenang.
Ben hanya bisa mengepalkan tangannya kesal dengan dada naik turun karena tak tega melihat Shain diperlakukan demikian.
Valerie pun tak kalah terkejutnya dengan membelalakkan matanya karena melihat kejadian barusan, ia seketika khawatir dengan keadaan Shain. "Kau baik-baik saja Shain?" tanya Valerie lalu Shain mengangguk mengiyakan.
Yessi tersenyum miring karena tamparan yang ia layangkan tidak membuatnya puas. "Shain aku tidak akan memaafkanmu karena kelalaianmu menjaga Elsya"
"Kau benar Yessi aku pantas mendapatkan semua ini" timpal Shain membenarkan perkataan Yessi
"Andai Elsya tidak menjalin hubungan denganmu dia pasti tak akan seperti ini Shain!" bentak Yessi membuat Shain tersentak dalam diam
"Maaf.."
Lagi, Shain hanya bisa meloloskan kalimat tersebut dengan perasaan bersalah yang menyeruak.
Yessi secara langsung mengatakan jika Shain adalah masalah di hidup Elsya.
"Aku tidak ingin melihat wajahmu di ruangan ini" ucap ayah Elsya menatap Shain nyalang. "Pergi dari sini" usir ayah Elsya membuat telinga Shain sakit ketika mendengarnya
Suasana seketika berubah menjadi menegangkan membuat Shain semakin tersudutkan dan merasa bersalah.
Tatapan kebencian dari ayah Elsya dapat Shain rasakan membuat tubuhnya mati rasa.
"Bisa beri aku kesempatan sekali lagi untuk melihat wajahnya? Aku mohon.." pinta Shain lemah dengan penuh harap
Ayah Elsya sontak naik pitam menarik kerah baju Shain dengan emosi yang sudah memuncak. "Berani sekali kau?" tanya ayah Elsya dengan tatapan nyalang dan menusuk seperti belati. "Aku tidak akan mengabulkannya" ucap ayah Elsya lalu melepaskan rengkuhannya dengan kasar pada kerah Shain
Shain masih tak ingin menyerah, ia lalu berlutut begitu saja mengesampingkan harga dirinya membuat Ben dan Valerie terkejut. "Aku mohon.." pinta Shain lagi
Ibu Elsya menatap Shain iba, ia tak tega melihat Shain bersih keras hingga menitihkan air mata melihat kesungguhan Shain. "Berilah dia kesempatan suamiku.." ucap ibu Elsya
Ayah Elsya hanya bisa menghembuskan nafasnya kasar, ia tidak mungkin menolak permintaan istrinya itu. "Baiklah" ucap ayah Elsya mengiyakan dengan terpaksa
Shain tersenyum getir akhirnya ayah Elsya menyetujuinya. "Terima kasih"
Shain kembali mendekati ranjang dimana kekasihnya terbaring lalu menatapnya begitu lekat dengan perasaan kalang kabut begitu hebat.
Shain tak kuasa melihatnya.
Perlahan Shain mendekatkan bibirnya pada telinga Elsya dengan hati tak kuasa. "Aku mencintaimu Elsya Vein.." bisik Shain lembut
Shain memejamkan matanya kelam, merasakan kepedihan yang begitu dalam karena pada akhirnya ia harus merelakan Elsya menuju kehidupan lain untuk bersemayam.
Meski seluruh tubuh Shain menolak, ia tetap harus melakukannya mengikuti siklus kehidupan yang tak selamanya kekal.
Sementara itu Valerie dan Ben menatap Shain nelangsa karena bingung harus melakukan apa.
"Sudah cukup silahkan pergi dari sini" ucap ayah Elsya dingin dengan wajah datarnya
Shain mengangguk mengiyakan dengan getir, perlahan ia melepaskan rengkuhannya pada tangan Elsya yang terasa dingin. "Baiklah aku pergi" pamit Shain
Shain lalu melangkahkan kaki jenjangnya dengan lemah meninggalkan ruangan Elsya diselimuti perasaan kacau balau.
Hati Shain hancur berkeping-keping tanpa sisa, bahkan untuk menyatukannya kembali hampir mustahil dilakukan.
Tangan Shain dengan gusar menyeka air mata yang terus meluncur tanpa henti membasahi pipi tirusnya.
Shain membuka pintu mobilnya lalu menutupnya dengan keras karena dengan sekejap emosinya berubah menjadi tidak stabil.
Shain memukul keras kemudinya beberapa kali meluapkan rasa sedih dan kecewa yang bercampur aduk menjadi satu melemahkan kesadarannya.
Bahkan untuk mengantarkan Elsya ke peristirahatan terakhirnya saja ia tak bisa.
Shain pergi dengan hati berkecambuk dihantui penyesalan yang akan membayang-bayanginya hingga nanti.
Takdir menghukum Shain bertubi-tubi dengan kehilangan sosok yang ia cintai.
Shain kehilangan arah dan tujuan.
Ketukan kaca dari Ben di pintu mobilnya tak Shain hiraukan, ia justru melajukan mobilnya meninggalkan Ben yang tengah khawatir.
Shain dengan kecepatan penuh memecah jalanan kota tanpa memperdulikan apapun.
Ben tak ingin hanya berdiam diri, ia bergegas membuntuti mobil Shain untuk memantau jika atasannya itu tidak melakukan hal diluar dugaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
You're My Destiny Gxg ✔
RomansaCinta bisa meleburkan sosok yang dingin menjadi hangat, menghilangkan kehampaan serta menuntunmu ke jalan kebahagiaan. Jika sebaliknya, maka itu bukanlah cinta.