Aneh. Satu kata yang tepat untuk menggambakan seorang Kris Wu. Tiada angin tiada hujan tiba-tiba saja dia mengajak Valeri untuk pergi bersamanya. Demi apa? Kris Wu? yang terkenal akan wajah datarnya yang menyamai tembok itu mengajak Valeri pergi?.
Hal itulah yang terjadi kini dimana, Valeri tengah bersiap- siap. Dengan jeans hitam dan T-shirt Denim berwarna hitam, Valeri siap untuk pergi. Kris sudah menunggunya sedari tadi. Dan tengah berbincang-bincang dengan Mama Valeri.
"Ayo" Valeri berujar singkat pada Kris yang tengah menatapnya dari atas ke bawah. Mama hanya bisa menggelengkan kepala melihat kelakuan putri tunggalnya. Oh ayolah bagaimana bisa Valeri punya pacar jika penampilannya seperti laki-laki begitu.
"Mama.. Valeri pergi ya" Mama menganggukkan kepala
"Hati-hati ya"
"Hmm"
***
"Kenapa mengajakku kemari sih?... padahal kalau mau mencari tugas kan bisa di perpustakaan umum saja?"
"Disini lebih lengkap" Kris menjawab singkat.
Valeri tidak pernah ketempat ini sebelumnya, tapi tempat ini sangat familier baginya. Lapangan olahraga masih nampak bagus walau telah lama ditinggalkan, hanya bangunannya yang nampak mengeropos dimakan usia. Kami lebih masuk melalui sebuah koridor.
"Kamu yakin disini tempatnya Kris?" Kris hanya mengangguk.
Tapi Valeri tidak yakin ada perpustakaan disini mengingat bangunannya saja sudah hampir hancur begini. Orang gila mana yang mau bekerja di tempat seperti ini,yang benar saja. Namun sepertinya dugaannya salah ada seorang laki-laki yang menghampiri mereka.
"Kris? kau datang lagi?" Pria itu menyapa Kris seperti Kris sering kemari.
"Iya... ada beberapa materi yang ingin kucari, bolehkan paman?" laki-laki itu tersenyum
"Ohh tentu saja... kau mengajak temanmu juga?" Paman itu mengerling kearah Kris
"Iya... Namanya Valeria Britssen" Kris mengenalkan Valeri kepada Pak Narto yang merupakan penjaga dari perpustakaan itu.Valeri membungkuk pada Pak Narto, dia mengernyit
"Valeria Britssen?" Pak Narto mengernyit
"Iya nama saya Valeria Britssen paman... apakah ada yang salah?"-Valeri
"Sepertinya ada barang atas namamu yang tertinggal" Valeri terkejut,barang? dia kan tidak pernah kemari sebelumnya
"Bapak yakin itu barang punya saya?"
"Iya sudah lama saya meyimpan barang itu, barang itu saya temukan dibawah rak beberapa tahun yang lalu saat bersih-bersih. Saya yakin itu punya Eneng, soalnya di sampul bukunya ada nama eneng trus ada alamat juga, alamat eneng di Cempaka Hijau 29 Bandung kan?"
"Ehh... bapak kok bisa tahu? Saya nggak pernah kesini sebelumnya apalagi ninggalin barang" Valeri dan Kris terkejut.
"Saya cuma nemuin bukunya di bawah rak, neng... saya nggak tahu apa-apa. Sebentar saya ambilin dulu barangnya eneng sama Kris bisa masuk dulu kedalam,nanti saya bawain barangnya" pamit Pak Narto pada mereka. Valeri binggung semuanya terlalu tiba-tiba
"Ayo..." Kris menari tangan Valeri kedalam perpustakaan tua itu.
Perpustakaan itu berarsitektur khas Belanda, karena memang dulunya tempat ini merupakan sebuah perpustakaan sekolah milik Belanda. Valeri mengedarkan pandangannya ke penjuru perpustakaan, lagi-lagi dia merasa familier dengan tempat ini. Hatinya berkata bahwa dia pernah kesini tapi logikanya berkata dia 100% tidak pernah kesini sebelumnya.
"Ayo duduk disana" Kris menuntun Valeri untuk duduk disebuah bangku khusus pembaca.
"Materimu?"-Valeri
"Kau bercanda? aku sudah selesai mencarinya dari tadi, kau melamun ya?" Kris berdecak.
" Maaf.."
Valeri terkejut melihat tempat duduk itu,tempat duduk dimana Dimas Van Dijk duduk dan menulis sesuatu hari itu, dia ingat ini adalah perpustakaan sekolah. Ini adalah sekolah Dimas Van Dijk dulu. Tanpa pikir panjang Valeri berlari kearah rak disamping meja,karena Dimas menaruh suratnya disana. Agar orang lain tidak menemukan suratnya itu.
Tapi nihil. Suratnya tidak ada. Valeri menangis sekarang dia mulai tidak yakin Dimas Van Dijk itu benar-benar ada. Jangan-jangan selama ini Dimas hanya khayalannya saja, karena membaca buku. Hati menolak jika Dimas hanya Khayalan tapi logikanya meneriakkan "Sadarlah selama ini kamu hanya berkhayal tentang laki-laki fiktif itu... Dimas itu tidak nyata dasar bodoh"
Kris bingung dengan tingkah Valeri tiba-tiba berlari kearah rak dan seperti mencari sesuatu-yang entah apa- kemudian ketika tidak menemukan apa yang dicarinya dia menangis. Belum habis bingungan Kris, Valeri malah membuat Kris semakin bingung dengan berlari keluar.
"VALERII!!!" Kris meneriakkan namanya namun Valeri tidak memperdulikannya dan terus berlari keluar. Kris berlari mengejar Valeri
"Lho Kris kenapa sama neng Valeri?" Pak Narto sama bingungnya dengan Kris.
"Saya nggak tahu Paman" Kris melanjutkan mengejar Valeri sebelum Valeri berbuat aneh lagi.
Disisi lain Valeri mencari kapel tempat Dimas biasanya menghabiskan waktunya. Dia celingukan mencari Kapel itu. Langkahnya terhenti saat melihat bangunan yang dia cari ada dihadapannya. Dia mendekati Kapel dan memasukinya.
Kapel tu penuh kenangan. Tempat dirinya bertemu dengan Putra bungsu keluarga Van Dijk itu saat dirinya masih menjadi Valeria Van Loen. Kapel itu tempat dirinya menghabiskan waktunya bersama Dimas, bercanda dan tertawa.
Tapi dia takut jika itu semua itu hanya khayalannya semata. Dia takut tahu kenyataannya jika Dimas hanya tokoh fiktif yang dia hidupkan dengan imajinasinya. Dia takut apa yang ditakutkannya benar-benar terjadi.
Valeri menangis, didepan jendela ini Dimas sering melamun dan memandang Elizabeth Brouwer dulu.Biarlah dia menghabiskan kepercayaan terakhirnya tentang semuannya. Disini ditemani jendela yang mungkin pernah menemani laki-laki bernama Dimas Van Dijk atau tidak penah sama sekali. Biarlah dia percaya bahwa semuanya pernah terjadi.
Senja semakin naik, Valeri mengusap air matanya dan tersenyum. Dimasa depan tidak ada lagi Dimas Van Dijk yang akan dia tangisi. Tidak akan ada lagi cinta yang tersisa untuk seorang Dimas,karena kelak dia akan melanjutkan hidup. Mulai mencintai laki-laki nyata dan kemudian hari akan menikah. Kelak tidak akan ada lagi Dimas Van Dijk di hidupnya. Semuanya sudah berakhir hari ini dan Valeri yang memilih mengakhirinya. Valeri bangkit dan keluar dari Kapel saat senja benar-benar menghilang.
To Be Continued
KAMU SEDANG MEMBACA
Dimas Van Dijk
FantasyDimas Van Dijk adalah seorang remaja keturunan Belanda yang hidup di Indonesia pada masa penjajahan. Seorang yang menjadi alasan balas dendam dari seorang Ivanna Van Dijk, tak begitu banyak cerita yang mengalir tentangnya. Membuatku penasaran tentan...